Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Bukan Reynhard Sinaga

9 Januari 2020   20:33 Diperbarui: 9 Januari 2020   20:38 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar siluet seorang lelaki, sumber : pixabay.com

Sudah barang tentu pembaca akan senyum-senyum ketika melihat judul artikel ini, apalagi bila dikaitkan dengan nama penulis yang memang mirip dengan nama sang Don Juan dari Manchester itu.

Tetapi penulis harus klarifikasi dulu karena ini sangat teramat penting bagi "nama receh" penulis...

Yang pertama, penulis itu berjenis heteroseksual dan belum pernah sekali pun berminat mengubah orientasi seksual menjadi seorang homoseksual, biseksual apalagi menjadi seorang Ladyboy!

Yang kedua, penulis itu fans Liverpool bukan Manchester Merah maupun Manchester Biru!

Nah kalau sudah clear begini, barulah kita enak untuk memulai kisah ini....

Kasus Don Juan dari Manchester ini menjadi viral bukan hanya di Inggris dan Indonesia saja melainkan hingga ke seantero dunia, tersebab jumlah korban kekerasan seksual tersebut yang mencapai ratusan orang.

Kisah "Reyn The Rapist" bahkan melebihi kisah "Jack The Ripper" pembunuh berantai yag pernah meneror London pada masa lalu.

Penulis lebih suka menyebut "Don Juan dari Manchester" atau Manchester Boy" bagi nama Reynhard Sinaga ini. Karena sama seperti pesepak bola-pesepak bola handal dari klub Manchester, Reynhard Sinaga ini datang dari Indonesia dengan status "pemain muda berbakat" untuk kemudian dimatangkan menjadi "pemain bintang bernomor punggung tujuh (RS-7) di Manchester."

Jadi ketika datang dari Indonesia, bocah ini memang belum menjadi pemain bintang. Namun kini namanya berkibar sama seperti David Beckham dan Christiano Ronaldo...

Yang ramai dibahas netizen adalah orientasi seksual Manchester Boy ini (kebetulan homoseksual) yang katanya adalah akibat dari lingkungan/keluarga, dan pasti bisa diperbaiki asalkan ada kemauan dari yang bersangkutan.

Penulis memang bukan ahli "per-homoan," tetapi punya pandangan tersendiri dalam hal ini.

Sama seperti Samyang, mi instan Korea yang memiliki tingkat kepedasan dari agak pedes hingga pedes gila itu, maka homo juga mempunyai tingkat "kepedasan" yang berbeda-beda pula.

Ada yang sejak lahir sudah "auto-homo." Ada yang sejak kecil mengalami kekerasan seksual dari sesama jenis (biasanya dari orang dekat juga) sehingga akhirnya tergelincir menjadi seorang homo.

Ada yang sudah bercucu baru kaget, karena ternyata ianya seorang homo. Tapi ada juga yang modus pura-pura homo demi keuntungan seksual ala hetero.

Dulu ada kisah seorang pekerja salon kecantikan bernama Julian yang menangis Bombay gegara dipecat majikannya. Awalnya Julian yang bernama asli Zulkarnain bin Hamid ini, melayani seorang customer yang juga adalah istri seorang Camat untuk facial.

Tak lama kemudian Ibu Camat ini terbangun dari tidurnya dan marah-marah karena merasa ada "dongkrak" naik-turun menyentuh kepalanya.

Majikan Julian yang sejak lahir memang sudah "auto-homo" itu pun berteriak histeris ala Ibu Juragan dalam film Kungfu Hustle itu. Julian pun seketika dipecat!

Jadi dalam hal ini penulis beranggapan, bahwa menyamaratakan kasus homoseksual ini terhadap semua individu adalah sebuah kesesatan. Tentulah lebih bijak kalau orang yang berkompeten (secara ilmiah) yang memberi advis dan petunjuk terkait hal ini.

Apalagi para ahli tentu saja membutuhkan waktu dan anamnesis mendalam untuk menegakkan diagnosis, lalu mencari terapi yang tepat, yang sekali lagi tentunya berbeda-beda bagi setiap individu.

Tidak ada data sahih berapa sebenarnya populasi homoseksual di Indonesia, karena sangat jarang ada orang yang mau mengakui dirinya seorang homoseksual.

Ternyata masih lebih banyak maling yang mau mengakui dirinya seorang maling daripada homoseksual yang mengakui dirinya seorang homoseksual.

Tapi yang jelas, tidak ada seorang pun yang ingin terlahir sebagai seorang maling, apalagi seorang homoseksual.

***

Nah kalau kasus pemerkosaan ini memang sangat mengerikan! Jangan dikira kalau hanya perempuan saja yang akan menderita kalau diperkosa.

Laki-laki yang diperkosa oleh laki-laki lain bukan hanya menderita fisik saja tetapi juga mental!

Harga diri sebagai seorang lelaki pasti akan terjerembab ketika ianya diperkosa, apalagi sampai didokumentasikan dalam bentuk video oleh sipemerkosa!

Mungkin kalau sipemerkosa itu seorang perempuan, muda, cantik apalagi tajir, mungkin silelaki tadi cuma mesem-mesem saja atau malu-malu tapi mau lagi ...

Jumlah korban perkosaan yang sedemikian banyak itu sangat mengejutkan bahkan untuk ukuran negara sebesar Inggris. Hal itu menunjukkan betapa hebatnya potensi yang dimiliki oleh Manchester Boy ini.

Potensi itu meliputi fisik, kekuatan mental (berani dan yakin) dana cukup besar dan tentu saja strategi (otak) yang cerdas. Dan ia memiliki semuanya itu.

Manchester Boy ini sangat smart dan mengetahui betul cara memaksimalkan potensi yang dimilikinya dengan bersembunyi dibalik celah sisi lemah dari seorang lelaki heteroseksual.

Ia kemudian mengeksploitasi habis-habisan para lelaki heteroseksual yang umumnya homophobia ini. Rasa takut dan ancaman penyebaran video kekerasan seksual itu membuat lelaki heteroseksual (para korban) menjadi trauma dan tidak berani melaporkan "homo bejat" ini kepada polisi.

Itulah sebabnya Manchester Boy ini dengan entengnya bisa terus menambah korbannya sembari menyalurkan hasrat gilanya itu. Hasrat itu bukan kepuasan seksual semata. Sebab baik hetero maupun homo jelas lebih menginginkan "making love" daripada "having sex."

Hetero maupun homo punya kebutuhan lahir batin yang sama. Hanya saja orientasi sex-nya berbeda.

Rasa kerupuk hetero tetaplah sama dengan kerupuk homo. Tidak lebih asin, manis atau lebih garing misalnya.

Apa yang diinginkan oleh Manchester Boy ini ternyata adalah sebuah pengakuan dari komunitas homo bahwa dia adalah seorang pangeran, bahkan king of king dari para pangeran homo.

Manchester Boy ini adalah seorang narsis kelas berat dan setiap saat ia butuh pengakuan dari para homo lainnya. Jadi ini bukan soal hasrat seksual semata.

Sebab kalau hanya sebatas seksual, tentu saja dia bisa membelinya dengan uangnya yang tak terbatas itu. Toh banyak pelacur homo mulai dari kelas rendah hingga kelas atas ada di lingkungannya sendiri.

Akan tetapi rasa haus pujiannya itu berdiri diatas penderitaan orang lain. Homo bejat ini mengeksploitasi ketakutan kaum heteroseksual demi kepuasan pribadinya. Apa yang dilakukannya pun tak berbeda dengan penjajahan kolonialisme di masa lalu.

Mahluk ini sangat berbahaya karena daya rusaknya sangat besar dan tersembunyi dibalik senyum manisnya itu.

Mungkin orang-orang seperti Reynhard Sinaga ini punya pengalaman buruk di masa lalu. Akan tetapi hal itu tidak bisa sama sekali dijadikan alasan untuk melakukan kejahatan seksual terhadap orang lain.

Tak terbilang banyaknya heteroseksual diperkosa hetero maupun homo, dan tak terbilang juga banyaknya homoseksual diperkosa hetero maupun homo, namun hal itu tak menjadikan mereka melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain.

Mungkin banyak yang bertanya, apa yang merasuki RS sehingga tega berbuat begitu.

Bagi penulis, ini bukan soal merasuki, tetapi ia memang "terlahir untuk begitu," walaupun ia tidak memilih untuk dilahirkan seperti itu.

Tetapi Ia sadar melakukannya dan bahkan merencanakannya dengan sangat matang.

RS paham betul ilmu psikologi, sosiologi dan pola pikir orang-orang di lingkungannya. Namun ia justru memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya itu untuk mengeksploitasi habis-habisan nilai kemanusiaan demi kepentingan egonya.

Apa yang dilakukannya bukan cuma kejahatan seksual, tetapi juga kejahatan kemanusiaan dengan cara-cara yang biadab dan tak berperikemanusiaan.

Oleh karena itu Reynhard Sinaga memang pantas dihukum berat dan seberat-beratnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun