Mohon tunggu...
Chaerol Riezal
Chaerol Riezal Mohon Tunggu... Sejarawan - Chaerol Riezal

Lulusan Program Studi Pendidikan Sejarah (S1) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Program Studi Magister Pendidikan Sejarah (S2) Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan saat ini sedang menempuh Program Studi Doktor Pendidikan Sejarah (S3) Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang hobinya membaca, menulis, mempelajari berbagai sejarah, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan isu-isu terkini. Miliki blog pribadi; http://chaerolriezal.blogspot.co.id/. Bisa dihubungi lewat email: chaerolriezal@gmail.com atau sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Media Massa, MoU Helsinki, dan Melankolia Kemerdekaan Aceh (Bagian Ke - 1)

14 Agustus 2017   18:00 Diperbarui: 18 Agustus 2017   19:56 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RI dan GAM Berdamai di Helsinki. (bbc)

Saya selalu mempercayai bahwa, meskipun GAM tidak dapat mewujudkan sepenuhnya kemerdekaan Aceh secara total, tetapi GAM berhasil membawa pulang sedikit banyaknya kemerdekaan untuk Aceh. Sampai disini kita sadar bahwa GAM, seperti yang saya katakan diatas, menyimpan master plan (A, B, C, D) untuk kemerdekaan Aceh. Ini persis seperti halnya GAM menyiapkan taktik perang. GAM sadar betul bahwa untuk mewujudkan kemerdekaan Aceh secara total tidak dapat dilakukan sepenuhnya, mengingat kondisi Aceh waktu itu diluar dugaan semua pihak.

Adalah mega musibah Aceh bernama Gempa dan Tsunami yang menjadi salah satu faktor kuat mengapa GAM tidak bisa mewujudkan utopia (kemerdekaan) Aceh yang telah lama di idam-idamkan, meskipun ada deretan faktor-faktor lainnya. Mega musibah Aceh turut menggemparkan semua pihak, tidak hanya untuk mengguncangkan GAM dan Indonesia saja melainkan juga dunia internasional. Kuat dugaan bahwa mega musibah Aceh itu turut membuka peluang untuk GAM dan RI berdamai di meja runding. Sampai-sampai SBY dalam salah satu bukunya yang ditulis oleh Dino Patti Djalal berjudul "Harus Bisa: Seni Memimpin Ala SBY", mengatakan bahwa musibah Aceh yang terjadi dipenghujung tahun 2004 dan penderitaan rakyat Aceh, turut membuka peluang untuk mendamaikan GAM dan RI yang bertikai hampir selama 30 tahun. SBY lalu menimpakan ucapannya dengan kalimat: "Setiap masalah ada jalan keluarnya, setiap konflik ada solusinya, dan setiap krisis mengandung peluang."

Tetapi saya menduga ada faktor lain --yang mungkin juga setara dengan faktor mega musibah Aceh-- sehingga mengapa GAM bersedia berdamai. Namun saya tak punya alasan untuk menyampaikannya. Sebab, saya meyakini bahwa, meskipun gempa dan tsunami Aceh telah meluluhlantakan sebagian wilayah Aceh utamanya di Banda Aceh, Aceh Jaya dan Aceh Barat, bukankah basis kekuatan GAM itu tidak hanya berada di 3 wilayah itu saja?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa GAM juga punya basis kekuatan yang tersebar di Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Langsa Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan, wilayah tengah Aceh dan hutan rimba? Atas alasan inilah kuat dugaan saya bahwa ada faktor lain selain mega musibah Aceh yang membuat GAM bersedia berunding dengan RI dan damai, tetapi sayangnya saat ini kita sama-sama belum mengetahui alasan itu.

Bersambung.

Solo, 12 Agustus 2017.

= = = = = = =

**Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo asal dari Aceh-Nagan Raya. Email: chaerolriezal@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun