Mohon tunggu...
Rio Rizky
Rio Rizky Mohon Tunggu... -

A man who born in Bandung thirty November 1994, and know want to give a benefit for fellows.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mempertahankan dan Mempromosikan Budaya Lokal Lewat Clothing Business

3 Februari 2014   23:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Peradaban manusia, seiring waktu berjalan semakin banyak berubah dan kompleks. Belum lagi pengaruh globalisasi yang sangat berperan dalam masuk-keluarnya budaya satu negara mempengaruhi budaya di negara lain. Fenomena ini menyebabkan lunturnya budaya asli suatu daerah, baik secara lambat atau cepat akibat dari mulai terpengaruhnya orang-orang yang mendiami daerah tersebut dengan kebudayaan luar yang masuk lewat globalisasi. Dan penyebab  lain selain globalisasi ialah, cara atau sikap manusia itu sendiri dalam mengenal dan mersepon budaya dari luar. Kebanyakan manusia sekarang, khususnya di Indonesia, dengan tangkas merespon dan mengikuti begitu saja budaya dari luar itu, tanpa tahu esensi dari budaya itu sendiri. Hanya karena terlihat ‘keren’ di pandangan atau figur-idola mereka merupakan orang yang menganut kebudayaan itu, lalu begitu saja mengikutinya dan meninggalkan budaya-budaya asli mereka, yakni budaya timur yang menjungjung nilai etika dan moral. Saya bukan antipati terhadap budaya barat, bukan berarti semua budaya barat itu jelek, tetapi seharusnya bisa memfilter dahulu budaya apa dan yang mana saja yang cocok dan baik untuk kebaikan dirinya sendiri dan orang-orang disekitar dia hidup.

Dari situlah dengan semakin gencarnya pribumi yang meninggalkan budaya sendiri, dan berbondong mengikuti budaya lain. Kekhawatiran mulai muncul, Indonesia adalah negara yang punya jati diri. Apa jati diri nya ? Budaya yang beragam dan khas di setiap daerahnya, sekarang apa jadinya jika jati diri sudah di tinggalkan, berarti tidak punya harga diri, dan akan dengan mudah di-steer oleh negara lain, karena mind-set orang-orang nya sudah kena lewat budaya tadi.

Berangkat dari kekhawatiran itu, saya senang karena anak-anak muda mulai menyadari hal itu. Terutama di Bandung, tempat saya tinggal. Tak jarang di Cihampelas, sampai di PVJ saya lihat kaos-kaos clothing yang bertemakan Sunda  (budaya asli Jawa Barat) yang dimana kreator dibalik design itu adalah berasal dari ide-ide anak muda pelaku bisnis tersebut. Sebagai contoh, produk-produk BaOng (Bandung Oblong Bagus) Harax, dll. ‘Baong’ dalam bahasa Sunda artinya nakal/bengal. Dan ternyata, produk-produk seperti ini disukai bukan hanya oleh turis asing/domestik yang datang ke Bandung, tetapi juga mulai disukai oleh warga Bandung itu sendiri. Saya membaca di koran, pendiri BaOng itu awalnya berjualan di daerah Cibaduyut, dan disana laku oleh para pelancong yang datang dari luar kota. Akhirnya dia mencoba memulai peruntungan di Cihampelas, ternyata disana lebih ‘bersahabat’, bukan hanya wisatawan luar kota tetapi warga lokal juga banyak yang membeli produknya. Tidak hanya BaOng dan Harax yang mengkampanyekan budaya Sunda lewat clothing, masih banyak lagi. Yang membuat menarik dari clothing ini adalah design dan yang paling utama pesan-pesan yang tertulis di kaos nya. Tulisan-tulisan di kaos ternyata membuat seseorang tertarik, karena tulisan menunjukan identitas,pride, atau ekspresi seseorang akan apa yang tertulis di kaosnya. Dan yang lebih penting tulisan-tulisannya berkenaan dengan budaya Sunda dan tak sedikit yang memakai bahasa sunda dan gambar tokoh Sunda dalam kaosnya. Contohnya “Keep Calm And Support Persib”, “Beuleum Peda” (Makanan khas Sunda), ”Koboy Baheula”, ”Panas Keneh” (sambil terdapat gambar cangkir berisi kopi). Dan masih banyak lagi.

Ini merupakan bukti dari ke pekaan dan kepedulian anak-anak muda di Bandung akan ‘bahaya’ yang mengancam kebudayaan asli mereka sendiri, sekaligus bukti kecerdasan dalam merespon dan ‘melawan’ budaya luar yang membabi buta merasuk dan merusak kebudayaan mereka. Karena mereka melawan bukan dengan cara-cara konvensional minim hasil, tetapi dengan salah satu senjata yang lawan mereka gunakan juga untuk ‘menjajah’ yakni Fashion. Karena media itulah yang optimal dan sesuai. Dengan ini, saya berharap  jika para pembaca hendak menjadi pengusaha dan memulai suatu bisnis. Pertimbangkan juga nilai-nilai plus sosial kepentingan bersama,  selain dari hanya sekedar bisnis untuk kepentingan pribadi. Karena itu merupakan salah satu langkah kita menjadi manusia yang ‘manusia’. Yakni yang bermanfaat untuk orang lain. “Khairunnaas anfa uhum linnas” -Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun