Mohon tunggu...
Ismet Inoni
Ismet Inoni Mohon Tunggu... Buruh - Salah Satu Pimpinan di Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI)

GSBI adalah salah satu serikat buruh yang berkedudukan di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Catatan dari Perkebunan Kelapa Sawit: Hubungan Kerja yang Rentan hingga Tiada Perlindungan kepada Buruh

24 September 2019   15:46 Diperbarui: 24 September 2019   16:08 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua tahun lalu saya sempat mengunjungi salah satu perkebunan kelapa sawit di kabupaten Lahat Sumatera Selatan, di mana wilayah ini adalah salah satu kabupaten yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang cukup luas, bahkan satu perusahaan bisa memiliki luas lahan puluhan hingga belasan ribu hektar, selain perusahaan perkebunan termasuk pengolahannya di Kabupaten Lahat juga memliki perusahaan pertambangan batu bara, riteil, restoran hingga perhotelan dan pariwisata.

Sebelum berbicara lebih lanjut terkait perkebunan kelapa sawit di kabupaten Lahat sebagai gambaran saya catatkan juga tentang kedudukan kabupaten Lahat. Di mana kabupaten Lahat adalah salah satu kabupaten yang di miliki oleh Propinsi Sumatera Selatan dimana jumlah penduduk kabupaten Lahat 384.600 jiwa berdasarkan data tahun 2014 dengan 24 kecamatan, sementara menurut data BPS Kabupaten Lahat memiliki jumlah buruh/pekerja sebanyak 111.242 ribu orang dari berbagai sektor industri di tahun 2014 lalu.

Selanjutnya jika kita berbicara persoalan perkebunan kelapa sawit di Indonesia bukanlah sestua hal yang mudah sebab hingga hari ini data pasti dan palid belum ada kejelasan dan dari berbagai pihak menyebutkan data perkebunan kelapa sawit di Indonesia berbeda-beda. Demikian juga jumlah buruh yang bekerja langsung maupun tidak langsung di perkebunan kepala sawit juga berbeda-beda.

Sebagai perbandingan menurut Gapki menerangkan bahwa Jumlah Petani swadaya, Perusahaan BUMN, Perusahaan Swasta dan Plasma, dalam Persentase penguasaan atas lahan terbagi sebagai berikut, Luas perkebuan kelapa Sawit Indonesia 2017 adalah 12,307,677 ha dengan komposisi Petani seluas 5,169,224 ha atau sama dengan 42%, Perusahaan BUMN luasnya 861,537 ha atau 7%, sementara perusahaan swasta seluas 6,276,915 atau 51% (Gapki, Workshop "Mendorong Regulasi Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit Jakarta 7 Maret 2018)

Sementara itu dalam catatan data lainnya jumlah buruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai sekitar 21 juta orang yang bekerja secara langsung maupun tidak langsung  (Kadin). Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia 15,9 juta ha (Sawit Watch, 2016). Dimana pada umumnya tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) kalaupun ada PKB antara BKS-PPS dengan Serikat Buruh yang kurang mereferentasikan keterwakilan buruh.

Jika dilihat dari pendapatan devisa negara terbesar dari sektor perkebunan kelapa sawit adalah Rp.  239, 4 triliun (Mentan, Agustus 2017). Kebutuhan CPO (Crude Palm Oil) internasional  50 juta ton, sementara Ekspor CPO Indonesia 35 juta ton/tahun. (Gapki, 2016).

Dalam kunjungan dan tinggal bersama buruh perkebunan selama lebih kurang 12 (dua belas) hari pada bulan Agustus tahun 2017 lalu, saya dapat menemukan banyak pelanggaran yang terjadi dilingkungan perkebunan kepala sawit khususnya di wilayah perkebunan kelapa sawit di kabupaten Lahat Sumatera Selatan, dimana masalah tersebut adalah Beban kerja terlampau tinggi, target tidak manusiawi sehingga tidak jarang para buruh harus bekerja hingga pukul 10.00 malam hari tanpa perhitungan upah lembur, apalagi jika sedang dalam panen raya.

Demikian juga Status Hubungan Kerja dimana Status kerja diperkebunan kelapa sawit yang saya temukan terdiri dari buruh tetap yang lebih dikenal sebagai SKU di mana status ini di bagi lagi menjadi SKUH dan SKUB atau Syarat Kerja Utama harian dan bulanan, buruh berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Buruh Harian Lepas (BHL) dan borongan.

Selain itu di perumahan adanya pembatasan pemakian listrik dan air dimana biasanya listrik akan hidup pukul 17.30 hingga pukul 23.00 wib dan akan kembali menyala kira-kira pukul 05.00 wib hingga pukul 06.00 wib pagi hari, di bagian lain saya juga menemukan beberapa alat kerja harus di beli sendiri oleh para buruh seperti egreg, bahkan di klinik perkebunan tidak jarang sarana pra sarana tidak disiapkan oleh pihak perusahaan perkebunan. 

Selain itu Praktik Upah Murah masih terjadi di perkebunan kelapa sawit hingga sampai saat ini Upah minimum tingkat Kabupaten apalagi Upah Minimum Sektoral Perkebunan belum di miliki secara baik karena hingga saat ini di Kabupaten lahat belum memiliki Dewan Pengupahan Kabupaten, sehingga upah tentu bukan dari hasil perundingan serikat buruh dengan pihak perusahaan tetapi secara otomatis menjadi wewenang bupati untuk di rekomendasikan kepada Gubernur propinsi Sumatera Selatan.

Selain itu yang paling tragis adalah upaya pemberangusan serikat buruh dengan cara PHK sepihak kepada para pimpinan serikat buruh, hal ini sebagaimana terjadi kepada pimpinan dan anggota SBPKS-GSBI PT. Sawit Mas Sejahtera yang telah melakukan PHK sepihak kepada para pimpinan serikat buruhnya hal ini sebagaimana terjadi kepada Sdr. Iskandar Dinata selaku sekretaris umum, Azwar selaku bendahara, Muhamad Sech wakil ketuanya dan terakhir adalah PHK sepihak kepada sdr. Fauzi Azwar ketua umum serikat buruh yang dilakukan pada awal tahun 2019 lalu, hanya karena yang bersangkutan menandatangi surat terbuka kepada presiden RI dan Presiden Uni Eropa agar memperbaiki kondisi buruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun