Mohon tunggu...
Deddy Daryan
Deddy Daryan Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, menulis fiksi

HIdup ini singkat, wariskan yang terbaik demi anak-cucu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebutir Mutiara (11)

1 Juni 2017   13:27 Diperbarui: 1 Juni 2017   13:35 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

11.Dengan Cara Matematika

Pagi merekah. Sinar ultra violet matahari menyapa daun-daun Ceri, mengalir lembut memasuki kamar depan rumah Pak Bahri lewat jendela dan celah-celah dinding geribik. Pak Bahri sedang mengeluarkan gerobak dorongnya dari pintu belakang diiringi putrinya Dian. Masa liburan semesternya tinggal tiga hari lagi. Dian berhasil membujuk ayahnya agar ia diizinkan ikut berkeliling mencari barang bekas atau rongsokan. Meskipun ayahnya keberatan, tapi akhirnya Dian diizinkannya pagi itu. Dian tampak gembira dapat membantu ayahnya.

Kawan-kawan Dian yang lain mengisi masa liburannya dengan bermacam-macam program kegiatan. Ada yang di rumah saja seperti dia, menolong ibu mengerjakan bermacam-macam pekerjaan rumah. Tapi kebanyakan dari kawan-kawan Dian bersama keluarga mereka mengunjungi tempet-tempat menarik. Mereka pergi ke pantai, ke kebun binatang, dan ke tempat-tempat lainnya seperti museum. Di museum banyak hal yang dapat  mereka  pelajari.

Seorang anak seperti Dian yang duduk di kelas tiga SD dan mendapat rangking pertama pula di kelasnya, tentu ia ingin seperti kawan-kawannya bersama keluarga pergi  ke tempat-tempat menarik. Tapi keinginannya tak pernah ia ungkapkan, baik kepada ibunya lebih-lebih kepada ayahnya. Dian tahu kondisi kehidupan keluarganya. Dian paham seperti apa pekerjaan ayahnya. Dan Dian mengerti pula berapa jumlah uang yang didapat dari seorang tukang rongsokan seperti ayahnya.

Satu-satu keinginannya adalah pagi ini ia ingin ikut bersama ayahnya berkeliling mengais rezeki. Sudah hampir satu jam mereka meninggalkan rumah. Dua orang anak beranak itu melewati jalan utama di tengah lalu-lalang kendaraan yang padat.

Sang ayah, Pak Bahri berada di depan, kedua tangannya merengkuh dua lengan gerobaknya. Sementara posisi Dian di belakang sisi kiri mendorong gerobak ayahnya itu. Sesekali klakson kendaraan dari belakang melengking membuat mereka terkejut karena suara klakson itu begitu nyaringnya dan mendadak.

Pak Bahri membelokkan gerobaknya ke arah kiri memasuki komplek perumahan yang cukup padat penghuninya. Sudah hampir dua minggu komplek perumahan ini tidak dilewatinya. Biasanya dari komplek ini ia memperoleh barang-barang rongsokan seperti; alat-alat dapur dari plastik, aluminium, dan berupa besi dari payung, kompor, dan lain sebagainya, termasuk kardus dan koran bekas. Semua itu dibeli oleh Pak Bahri secara kiloan.

Ada kalanya pula penghuni komplek perumahan itu memberikan barang rongsokan secara cuma-cuma kepada Pak Bahri. Komplek perumahan ini dihuni oleh berbagai lapisan masyarakat; orang kaya, golongan menengah, dan tak sedikit pula orang-orang seperti Pak Bahri sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun