Mohon tunggu...
Rafa Bumantara
Rafa Bumantara Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

Rahasia Percepatan Infrastruktur di Era Jokowi

7 November 2017   16:20 Diperbarui: 16 Desember 2019   14:09 2526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama 3 tahun pemerintahannya, setidaknya melalui media massa, kita menyaksikan kesibukan Presiden Joko Widodo keliling Indonesia meresmikan berbagai proyek infrastruktur. Terakhir pada 3 November 2017 kemarin, Presiden Jokowi meresmikan jalan Tol Becakayu (Bekasi, Cawang, Kampung Melayu) setelah 22 tahun mangkrak pembangunannya. Beberapa proyek infrastruktur mangkrak juga diselesaikan cepat oleh Presiden "Ndeso" ini. Bendungan Jatigede di Jawa Barat, Bendungan Nipah di Jawa Timur, SPAM Umbulan di Jawa Timur, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Nusa Tenggara Barat, merupakan beberapa contoh proyek infrastruktur mangkrak yang akhirnya bisa selesai juga.

Boleh saja orang ramai (meskipun orangnya itu-itu saja) mengatakan bahwa persoalan mangkrak disebabkan kondisi ekonomi negara maupun global yang sedang krisis pada saat itu. Tapi ketika dihadapkan pada kondisi ekonomi yang tidak krisis pun, pembangunan infrastruktur juga biasa aja dan bahkan ada juga yang mangkrak. So why?

Persoalan sebenarnya menurut saya terletak pada fokus kebijakan. Jika kebijakan yang diambil lebih menekankan pada stabilitas ekonomi rakyat dan juga politik, maka kebijakan yang ditempuh cenderung populis seperti subsidi energi dan pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat. Walhasil anggaran akan banyak tersedot kesana, dan masyarakat pun senang karena daya beli terjaga. Everyone happy, cheers....

Tapi bukan presiden jaman now namanya kalau Jokowi ikut-ikutan seperti itu. Jokowi ingin Indonesia maju, kesejahteraan merata, dan kita bisa setara dengan negara lain. Disitulah dasar fokus kebijakan pembangunan infrastruktur yang dipilih. Subsidi energi dialihkan untuk membangun infrastruktur yang menjadi dasar bagi kemajuan suatu negara. Dengan adanya infrastruktur yang baik niscaya arus perdagangan dan distribusi barang akan meningkat. Biaya logistik pun akan menurun.

Di tangan Jokowi tampaknya pembangunan infrastruktur terasa mudah dan cepat. Hingga Juni 2017, dari  245 Proyek Strategis Nasional (PSN) terdapat 10 proyek yang telah beroperasi, 120 proyek dalam tahap konstruksi, 15 proyek dalam tahap transaksi, dan 100 proyek dalam tahap persiapan (sumber: www.kppip.go.id). Mayoritas proyek tersebut ditargetkan dapat beroperasi di tahun 2019.

Salah satu terobosan presiden Jokowi dalam percepatan pembangunan infrastruktur tersebut adalah pembentukan lembaga sentral bernama Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). Lembaga ini memang belum setenar Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) atau Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang sama-sama dibentuk dengan dasar Perpres. Tapi peran KPPIP sangat sentral dalam membantu percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

KPPIP dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) no.75/2014 jo Perpres no.122/2016. Lembaga ini merupakan gabungan dari beberapa menteri seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku ketua KPPIP, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, dan Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan.

Sesuai mandat Perpres No. 75/2014, KPPIP memberikan dukungan kepada proyek yang dipilih sebagai prioritas sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh KPPIP. Untuk proyek prioritas tersebut, KPPIP memastikan penyiapan proyek dilakukan sesuai standar kualitas KPPIP dan mengendalikan langkah-langkah penyelesaian masalah. Selanjutnya, KPPIP menerapkan skema insentif/disinsentif sebagai tindak lanjut hasil pemantauan proyek sehingga mendorong seluruh pihak terkait untuk mempercepat penyediaan proyek prioritas. Selain itu, KPPIP juga bertugas melakukan pengembangan kapasitas untuk memastikan kemampuan Penanggung Jawab Proyek dalam menyediakan proyek dan mengoordinasikan penerbitan peraturan-peraturan dan kebijakan terkait infrastruktur.

Hal yang menarik adalah bahwa kerja-kerja KPPIP dijalankan dengan konsep Project Management Office (PMO) yang diisi para profesional yang memiliki pengalaman di perusahaan multinasional. Mereka lah yang menetapkan standar kualitas pra studi kelayakan (Outline Business Case/OBC) berstandar internasional, menentukan skema dan sumber pendanaan, serta menggodok berbagai kajian untuk menemukan solusi atas permasalahan (debottlenecking) pembangunan infrastruktur.

Melalui sentralisasi penanganan persoalan infrastruktur di KPPIP, maka koordinasi antar Kementerian/Lembaga yang selama ini buruk dan menjadi salah satu penyebab lambatnya pembangunan infrastruktur dan akhirnya mangkrak, tidak terjadi lagi. Kualitas sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kredibilitas dan integritas dalam PMO KPPIP terus dipertahankan. Sistem kerja kontrak tahunan di KPPIP membuat siapapun yang bekerja tidak profesional maupun nir-integritas, sudah dipastikan tidak akan dilanjutkan kontraknya tahun berikutnya.

Signifikansi KPPIP sebagai lembaga koordinasi pembangunan infrastruktur mendapat apresiasi oleh dunia internasional. Laporan G20 tahun 2016 menyatakan bahwa pembentukan suatu Badan Koordinasi Infrastruktur dapat memperbaiki koordinasi antara perencanaan, prioritisasi, dan pendanaan infrastruktur. Hal ini akan mendorong efisiensi dan efektivitas kebijakan infrastruktur dan mendorong keterlibatan pihak swasta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun