Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Meneguhkan Semangat Deradikalisasi pada Diri

20 Juni 2017   10:59 Diperbarui: 20 Juni 2017   11:12 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Radikalisme - damailahindonesiaku.com

Mungkin kita bertanya, bukankah deradikalisasi itu biasanya ditujukan kepada mantan napi terorisme? Esensi dari deradikalisasi adalah agar para mantan napi teroris, tidak lagi melakukan tindakan terorisme setelah selesai menjalani masa hukumannya. Deradikalisasi ini penting karena bertujuan untuk meluruskan pemahaman yang salah. 

Banyak diantara pelaku tindak pidana terorisme, memahami ajaran agama secara salah dan dianggap sebagai pembenaran. Misalnya, mereka memaknai jihad sebagai perang melawan barat, atau orang-orang yang dianggap bertentangan. Bentuk jihad yang sering dilakukan dengan cara bom bunuh diri. Padahal, dalam ajaran agama manapun, tidak dibenarkan mengakhiri nyawa dengan cara bunuh diri, apalagi dengan cara meledakkan diri.

Lalu, kenapa semangat deradikalisasi penting juga untuk kita yang tidak terlibat terorisme? Karena bibit terorisme saat ini sudah menyebar kemana-mana melalui media sosial. Bibit terorisme telah menjangkiti semua orang, baik dari level anak-anak hingga manusia dewasa. Dari level pendidikan anak usian dini (PAUD) sampai perguruan tinggi. Mulai dari profesi biasa hingga pegawai negeri. Suka tidak suka, itulah fakta yang terjadi saat ini. Apa artinya? Radikalisme telah menyusup ke semua orang, dan mereka bisa berpotensi menjadi teroris, jika terus menerus didoktrin dan mendepatkan kesempatan untuk melakukan pengeboman.

Mari kita lihat apa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Setelah era Jamaah Islamiyah berakhir, para pelaku terorisme didominasi oleh generasi muda. Apalagi kelompok teroris ISIS begitu gencar sekali menarik simpati anak muda, untuk ditarik bergabung dengan mereka. Tidak hanya anak muda yang menjadi target sasaran, melainkan juga anak-anak. Awal tahun 2016 lalu, sempat ditemukan buku bacaan untuk anak PAUD di Depok, Jawa Barat mengandung muatan jihad dengan cara bom bunuh diri. Mungkin kita berpikir tidak masuk akal, tapi begitulah fakta yang ada. Anak-anak pun sudah menjadi sasaran dari radikalisasi. Pada titik inilah perlunya deradikalisasi untuk semua elemen masyarakat.

Lalu, bagaimana meneguhkan semangat deradikalisasi pada diri sendiri? Deradikalisasi sebenarnya bukanlah hal yang rumit jika kita tidak membuatnya rumit. Menebar kebencian, memaksakan kehendak, menghakimi orang yang berbeda, bahkan pada tingkat ekstrim ingin mengubah Pancasila menjadi khilafah, itu adalah contoh dari paham radikalisme. Tinggal kita buang saja bibit-bibit itu mulai saat ini. Jika sebelumnya kita dengan mudah membenci orang lain hanya karena perbedaan agama, mulai introspeksi dan berpikir bahwa Indonesia sudah beragam sejak dulu. Buat apa mempermasalahkan perbedaan agama? Islam, Kristen dan agama yang ada di Indonesia saja tidak pernah mengajarkan untuk saling memaksakan.

Perilaku intoleransi, juga merupakan bibit dari radikalisme. Bagi seseorang yang sudah terpapar virus intoleran ini, mereka mulai merasa benar sendiri, tidak ramah terhadap orang lain apalagi yang berbeda keyakinan, dan tidak ada rasa saling menghargai. Karena ini, tidak ada istilah kerukunan antar umat beragam bagi seseorang yang sudah terkena virus ini. Mereka akan mudah sekali menyatakan orang lain kafir, menyatakan orang lain bersalah, dan wajib mendapatkan hukuman.

Tentu, kita tidak ingin anak-anak dan lingkungan terdekat kita terpapar virus ini. Jika kita bisa menghilangkan dan tidak menanamkan perilaku tersebut kepada anak-anak, secara tidak langsung kita telah mendukung program deradikalisasi tersebut. Secara tidak langsung kita telah aktif mencegah masuknya paham radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun