Mohon tunggu...
Boyke Pribadi
Boyke Pribadi Mohon Tunggu... Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten -

menulis berbagai hal dalam kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

The Ruling Elite

4 Mei 2014   15:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:53 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penggunaan kata elite menjadi hal biasa manakala kita berbicara dalam topik kehidupan politik sehari hari. Padahal sesungguhnya makna elite dapat dibagi menjadi dua ketegori yakni kategori khusus dan kategori umum. Dalam kategori umum dalam kamus kata Elite dapat diartikan sebagai orang-orang terbaik / pilihan dalam suatu kelompok atau kelompok kecil orang-orang terpandang atau berderajat tinggi (kaum bangsawan, cendekiawan, dsb). Sedangkan dalam arti khusus elite dapat dipahami sebagai suatu kelompok yang memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk mengambil keputusan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Sehingga bila mengamati arti kata elite secara khusus tersebut, maka yang terbayang dalam benak kita adalah sekelompok elite politik dan elite birokrasi, karena terkait dengan kata kekuasaan dan keputusan /kebijakan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Bukankah di negara demokrasi seperti Indonesia peran peran strategis tersebut sebagian besar ditentukan oleh mereka?

Berkaca dari kalimat diatas, mengingatkan sebuah tulisan Anies Baswedan, Ph.D yang berjudul ”siapakah ruling elite Indonesia?”. Tulisan ini dimuat pada salah satu media masa nasional pada tahun 2006. Dalam tulisan tersebut Anies berpendapat bahwa Ruling elite adalah sekelompok elite—di antara kaum elite-elite yang lain—yang berkuasa menentukan arah kehidupan bangsa dan negara. Tesis yang diajukan di sini adalah pembentukan ruling elite ditentukan oleh (1) perekrutan anak-anak muda, dan (2) tren utama bangsa.. Trend utama bangsa ini berubah dari satu masa ke masa berikutnya seiring dengan perjalanan sejarah. Anak-anak muda yang pada masa mudanya terlibat dalam tren utama yang mewarnai bangsa ini kelak akan menjadi aktor-aktor di dalam ruling elite.

Para personal yang pada awal awal reformasi masih dalam usia muda, dikemudian hari menjadi tokoh tokoh elite baik di parpol maupun di birokrasi yang menentukan arah perjalanan bangsa ini. Sebuat saja Fahri Hamzah yang pada tahun 1998 berusia 27 tahun sebagai ketua umum KAMMI, dan sekarang menjadi salah satu pembuat opini yang terkemuka di media masa, disamping jabatan startegis yang dipegangnya sebagai anggota DPR RI, atau Andi Arif yang dalam usia 24 tahun meng-interupsi pelantikan wakil rektor UGM pada tahun 1994 dengan memimpin demontrasi para mahasiswa UGM, dan sekarang menjadi staff khusus orang nomor 1 di republik ini.

Yang lebih menarik adalah mengamati analisa Anies bahwa ruling elite sejak awal pergerakan nasional mengalami pergeseran atau perubahan, yang menurutnya akhir abad ke-19 elite intelektual yang berperan sebagai ruling elite karena ketika itu masih jarang kaum terdidik yang lahir di bumi nusantara. Sehingga dikatakan oleh Anis Pada periode ini pendidikan menjadi tren utama bangsa ini dan kunci utama untuk meraih sukses. Dari pendidikan modern ini terbentuklah elite intelektual yang jadi motor pergerakan nasional, seperti Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Ketika Indonesia meraih kemerdekaan, kaum intelektual ini menjadi ruling elite pertama di negeri ini.

Kedudukan elite intelektual sebagi ruling elite digeser oleh elite militer sejak dimulainya masa penjajahan Jepang dan dalam era penjajahan fisik tahun 1940 hingga 1960 dan elite militer mengalami masa kematangan pada periode 1970 – 1990-an. Bila jalur rekruitmen elite intelektual melalui jalur pendidikan modern, maka elite militer di rekruit melalui jalur perjuangan fisik pada tahun 1940-an.

Setelah elite militer memegang sebagai ruling elite, maka melalui jalur rekruitmen organisasi massa dan partai politik, kalangan elite aktifis yang merintis eksistensi mulai antara tahun 1960 – 1990an mulai memasuki kedudukan ruling elite sejak kurun waktu tahun 2000an hingga saat ini. Dan menurut Anis setelah tahun 2020 akan lahir ruling elite baru yang eksis sejak tahun 1990-an hingga hari ini untuk memegang tampuk kekuasaan pada tahun 2020-an.

Namun demikian urutan masing masing ruling elite yang digambarkan Anis, mulai tampak kebenarannya setelah pemilu 2014 dan menjelang pemiihan presiden tahun 2014 ini. Dimana tidak sedikit orang yang menjadi anggota legislatif dengan latar belakang pengusaha, karena semakn kesini setiap kontestasi wakil rakyat semakin membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan biasanya yang dapat memenuhi kebutuhan biaya tersebut adalah kalangan pengusaha atau legislatif incumben yang menguasai sumber daya ekonomi.

Bahkan jika melihat komposisi Anggota DPR RI periode tahun 1999 – 2004, menurut Leo Suryadinata dalam ”elections and politics in indonesia” yang diterbitkan ISEAS pada tahun 2002 tercatat sebanyak 31,3% anggota DPR RI yang berlatar belakang pengusaha. Dan menurut H.Sumaryoto dalam  www.suaramerdeka.com tanggal 13 februari 2013 komposisi DPR RI untuk periode 2009 – 2014 disebutkan Dari 560 anggota itu, 148 orang atau 26,4% adalah anggota periode sebelumnya, 60 orang atau 10,71% pengusaha, 21 artis, dan lebih dari 200 wiraswasta (di dalamnya ada pengusaha).

Selain itu, melihat  calon presiden yang sudah muncul, Aburizal Bakrie, Prabowo dan Jokowi yang sama sama memiliki latar belakang pernah menjadi pengusaha. Atau nama nama cawapres yang cukup ramai dibicarakan oleh publik seperti Chairul Tanjung, Jusuf Kala, Hatta Rajasa dan Hary Tanoe. Semua dari mereka adalah orang orang yang pernah dan sedang menjalani aktifitas sebagai pengusaha.

Apakah hal ini ada kaitannya dengan pengaruh besar akibat terjangan globalisasi yang membawa penumpang utama bernama kapitalisme, sehingga semua hal harus terkait dengan modal materi? Atau hanya kebetulan saja trend yang diduga oleh Anies memang merupakan faktor ’given’ yang melanda Indonesia seiring dengan meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia.

Karena jika trend ini merupakan fakta yang harus dijalani, maka dapat dipastikan bahwa salah satu syarat menjadi elite di Indonesia adalah kemampuan finansial yang dimiliki guna meraih tahta dan kedudukan untuk berkuasa. Artinya, kekuasaan harus diraih dengan cara membelanjakan banyak uang, sehingga bisa dianggap sebagai investasi. Karena, meski bagaimanapun bila terkait dengan investasi maka akan diharapkan pengembalian modal investasi tersebut berikut keuntungan yang diperoleh.

Inilah hal yang menjelaskan bahwa carut marut kondisi Indonesia adalah diakibatkan munculnya dua jenis predator baru yaitu power seeking politician dan rent seeking bureaucratic. Politisi pemburu kekuasaan yang menggunakan modal materi untuk meraih kursi, sehingga akan mencari materi pula untuk mengembalikan modalnya. Dan birokrasi pemburu rente yang juga harus bermodalkan materi guna meningkatkan jenjang jabatan dan karirnya di pemerintahan, sehingga tujuan mencari materi menjadi sangat dominan dalam kegiatan pekerjaannya.

Sehingga disatu sisi, munculnya ruling elite dari kalangan pengusaha merupakan hal yang positif untuk merubah wajah birokrasi kita supaya sesuai dengan yang dikatakan osborne dan gabler dalan buku re-inventing government, namun disisi  lain jiwa dagang pengusaha tersebut sangat mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa dengan kekayaan alam yang sangat melimpah seperti Indonesia ini.

Pola kepemimpinan transaksional tersebut pernah diulas oleh Akbar Tanjung dalam catatan kaki dari disertasinya pada program doktoral UGM. Dia menyatakan bahwa ada dua jenis kepemimpinan yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformatif. Kepemimpinan transaksional bekerja berdasarkan prinsip dagang yaitu untung-rugi sehingga pelakunya cenderung memanfaatkan partai politik untuk tujuan pemenuhan kepentingan dan keuntungan pribadi. Sedangkan yang sedang kita butuhkan saat ini adalah kepemimpinan tranformasional yang mampu membawa Indonesia melewati gempuran perubahan global.

Dampak dari kecenderungan pihak pengusaha yang menjadi ruling elite di tingkat Nasional akan ber-imbas dengan banyaknya Bupati/walikota dan gubernur yang juga berasal dari kalangan pengusaha. Karena realita yang terjadi adalah kebutuhan dana dalam jumlah besar sebagai syarat mutlak untuk memenangkan pemilihan kepala daerah yang diwarnai perilaku transaksional pada semua tingkatan.

Meskipun demikian, sebenarnya tidak ada masalah dengan pengusaha berpolitik, dalam arti seorang pengusaha yang terjun ke dunia politik dengan maksud mengabdikan dirinya agar lebih memiliki makna hidup dengan memanfaatkan pundi pundi kekayaan yang dimilikinya, sebagai mana perilaku kaum filantropi yang gemar membelanjkan uangnya untuk kepentingan sosial kemanusiaan. Justru yang harus diwaspadai adalah politik pengusaha, dimana politik sebagai alat bagi pengusaha guna mencari kepuasan hidup bagi diri pribadinya belaka. Terlebih ditengah pelaksanaan demokrasi yang hanya menekankan kepada persoalan prosedural belaka, sebagaimana kekhawatiran Almarhum Nurcholis Madjid yang pernah berkata bahwa dalam demokrasi prosedural, ’setan gundul’pun dapat terpilih menjadi seorang pemimpin.

Kesimpulan dari opini ini adalah, sudah siapkah kita menyongsong trend baru seperti yang di prediksikan oleh Anies Baswedan, Ph.D bahwa ruling elite pada masa kini adalah dari kalangan pengusaha??? Jawabannya ada pada diri kita masing masing

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun