Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sensus dan Sistem Zonasi

20 Juni 2019   20:25 Diperbarui: 18 Februari 2020   21:21 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Badan Pusat Statistik 

Sistem PPDB dengan zonasi membuat gusar banyak emak-emak. Ada yang mengaku nilai anaknya tinggi tapi justru tidak kebagian kursi sekolah lanjutan. Malah kalah dari kawannya yang nilainya lebih rendah tapi jarak rumah dari sekolah lebih dekat.

Fenomena lainnya juga terjadi perpindahan penduduk. Anak-anak usia sekolah itu pindah ke rumah kolega mereka yang letaknya dekat dari sekolah kaporit. Eh, sekolah favorit maksudnya.

Kementerian Pendidikan dalam hal ini berdalih bahwa aturan sistem zonasi ini bertujuan mulia. Yakni pemerataan pendidikan. Yang selama ini dirasakan masih senjang.

Data BPS pun berkata demikian. Kesenjangan pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Lihat saja indeks pendidikan yang merupakan salah satu komponen penyusun IPM. Indeks Pembangunan Manusia. Boleh diunduh gratis di web BPS. Yang ini kawan : www.bps.go.id

Tentunya para orangtua punya niat baik. Tidak ingin memasukkan anaknya ke sekolah yang dicap bukan unggulan. Guru-gurunya bukan unggulan. Dan sarananya masih terbelakang.


Image sekolah unggulan atau favorit telah tercipta dengan sempurna. Para orangtua berlomba mendaftarkan anaknya di sana. Tentu saja demi masa depan mereka yang lebih cerah.

Dari sini dapat dilihat satu hal. Yakni masalah pendidikan yang belum merata. Sarana dan prasarana sekolah termasuk tenaga pengajar masih mengalami ketimpangan.

Padahal tujuan zonasi itu adalah untuk melakukan pemerataan pendidikan. Tapi para orangtua juga gelisah, memilih sekolah unggulan meski jaraknya terbilang jauh. Dan tidak berada dalam zonasi.

Jadi yang mana dahulu nih, Gaes?

Pemerintah melakukan pemerataan sarana dan prasarana serta tenaga pengajar terlebih dahulu, atau tetap memberlakukan aturan ini untuk mencapai pemerataan pendidikan itu?

Memang ada banyak temuan masalah zonasi ini. Tapi saya yakin ini bakal tertangani. Misalnya ini : Adanya sekolah yang berada di lokasi perkantoran. Di tengah kota. Yang letaknya jauh dari pemukiman. Nah lo.

Salah satu perencanaan yang dapat memecahkan masalah ini adalah data kependudukan yang kredibel. Untung saja, tahun depan BPS bakal menggelar Sensus Penduduk 2020.

Semua penduduk bakal didata. Bayangin aja, pemerintah dapat memetakan penduduk usia sekolah dari hasil sensus itu.

Misal nih:

Di Kota A itu ada berapa banyak anak usia sekolah?

Rumahnya di mana saja?

Berapa sekolah yang sudah terbangun di wilayah itu?

Apakah guru-gurunya sudah tersebar merata?

Dan lain sebagainya.

Kan data itu nantinya menjadi sampel frame. Bisa digunakan sebagai dasar untuk proyeksi data penduduk. Sehingga ketahuan tuh dua atau lima tahun ke depan, berapa anak usia sekolah lanjutan di suatu wilayah.

Tentu saja dengan melihat data ini, pemerintah bisa mengambil kebijakan tepat. Tentang berapa infrastruktur sekolah yang mesti dibangun. Dimana letaknya.

Jadi kita lihat saja bagaimana sistem zonasi ini mampu menghapus kesenjangan pendidikan yang begitu nyata. Sehingga sekolah sebagai layanan publik mampu menciptakan pendidikan yang non excludable, non rivarly, dan tidak diskriminatif.

Sistem PPDB itu memang melihat jalur ini : jalur zonasi atau jarak rumah, jalur prestasi, dan jalur perpindahan orangtua/wali. Biasanya dan kebanyakan memang jalur zonasi itu punya porsi besar. Minimal 50 persen.

Kita harapkan para guru juga terus meningkatkan kompetensinya. Dari hasil uji kompetensi guru secara nasional itu menghasilkan angka rata-rata mencapai 53,02. Masih di bawah standar minimal yang ditetapkan yakni 55,0.

Data BPS menyebutkan belum tercapainya program wajib belajar 9 tahun itu. Mengutip buku publikasi Potret Pendidikan Indonesia (Statistik Pendidikan) hasil Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 8,58 tahun atau setara kelas 2 SMP/Sederajat.

Jadi, mari kita sukseskan Sensus Penduduk 2020. Datanya sangat banyak manfaatnya bagi masa depan bangsa. Masa depan kita. Masa depan anak cucu kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun