Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hiduplah dengan Filosofi Lebah

5 Agustus 2012   01:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:14 7784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Lebah atau tawon. Pasti kita semua tahu. Namun, tidak banyak diantara kita yang menyadari karakteristik filosofi dari kehidupan lebah itu. Sekedar mengingatkan diri saya dan juga para pembaca termasuk Kompasianer tentunya.

Ada 4 buah karakteristik filosofi hidup lebah.

Pertama, senantiasa memakan sari bunga.

Tentu filosofi ini maknanya sangat dalam dan esensial bagi kita umat manusia. Lebah mengajarkan kepada makhluk berakal - padahal lebah tidak punya akal, yang seharusnya kita malu sama lebah - untuk senantiasa memakan dari barang yang halalan tayyiban. Tidak mencuri, merampok, merampas, pengkorupsi, dan berbagai macam perbuatan jahat dan keji. Ini filosofi pertama lebah yang menjadi pedoman dan lentera hidup kita. Wajib seperti itu.

Kedua, senantiasa yang dikeluarkan adalah madu.

Dari pantat lebah saja yang dikeluarkan adalah madu. Sesuatu yang menyehatkan dan sangat berguna bagi kesembuhan. Padahal keluarnya dari pantat. Makna filosofinya juga, kita seharusnya malu kalau mulut kita justru yang keluar hal-hal yang kotor. Kalau yang keluar dari pantat manusia pasti sesuatu yang menjijikkan. Oleh karena itu, kita juga harus malu sama lebah, padahal dia gak punya akal. Moso yang berakal dari mulutnya yang baik, keluar hal-hal yang jahat dan keji (menjijikkan). Apalagi pantatnya.


Ketiga, selalu tidak merusak tempat pijak. Ketika berada di dahan, tidak patah.

Lebah, biar bagaimanapun dia menambatkan diri di dahan, dahan itu tidak rusak dan patah. Artinya, tidak merusak lingkungan hidupnya, padahal dia tidak punya akal. Manusia yang katanya punya akal justru berlomba-lomba merusak lingkungan hidupnya sendiri demi keserakahan diri sendiri dan keturunannya. Egoistis tidak memikirkan orang lain menderita nantinya atau tidak. Tentunya sebagai makhluk yang berakal kita malu sama lebah.

Keempat, ketika diganggu dia meradang dan menyerang.

Coba saja ganggu lebah itu. Kalau tidak diserang, dioyok-oyok dan dauber-uber, kata Orang Betawi, jewer kuping saya. Gak percaya coba saja. Dalam hal ini filosofinya adalah dalam soal akidah lebah akan meradang dan menyerang bila diusik dan diganggu. Soal ini saya ibaratkan sebagaimana dalam pemilihan caleg pemimpin kita, seperti yang saat ini ramai pada Pemilukada DKI putaran kedua yang jadi perdebatan diantara banyak orang, termasuk juga para Kompasianer. Moso, yang katanya berakal gak malu sama lebah, hehehe.Saya sih sudah malu sama lebah, maka saya tulis tautannya dibawah.

Maaf yah Kompasianer, bukannya ngenye. Cuma mentertawakan saja, gak malu sama lebah yang gak punya akal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun