Gara – gara membantu seorang sahabat yang mengelola majalah seni, budaya dan pariwisata, Sabtu (18/6) saya “dipaksa” pontang panting untuk mengunjungi tiga lokasi di Kabupaten Purworejo. Alhamdulillah, artikel yang dideadlinesesudah berbuka, akhirnya tuntas tanpa kendala yang berarti.
Berawal dari artikel yang tayang di Kompasiana tentang kerajinan mebel bambu wulung, Goa Seplawan dan Bedug terbesar di dunia yang semuanya berada di Kabupaten Purworejo, Jumat (17/6) malam saya dikontak rekan di Jakarta. Ia tertarik dengan liputan tersebut, celakanya saya diminta untuk kembali menulisnya dengan dukungan gambar yang berbeda. Satu hal lagi, untuk kerajinan bambu saya diharapkan bisa menggantinya. “ Yang kerajinan bambu tidak usah, diganti saja dengan stasiun Purworejo,” jelasnya.
Permintaan tersebut jelas masalah besar, sebab, saya harus napak tilas kembali ke lokasi yang bulan lalu saya kunjungi. Apa lagi, gambar pendukung stasiun Purworejo saya juga belum punya. Akhirnya, demi seorang sahabat, saya pun mengiyakannya. Kendati sebenarnya ada problem vital yang muncul, namun saya tak enak hati menyampaikannya.
Persoalan yang ada pada diri saya, yakni soal penulisan naskah. Saya tidak mampu menulis tanpa menggunakan laptop yang memang bertahun- tahun setia menemani. Sementara, bila laptop saya bawa, pasti menimbulkan kerepotan tersendiri. Apa lagi cuaca tak begitu ramah, semisal diguyur hujan di perjalanan, alamat “kiamat kecil” terjadi pada diri saya. Ketika berada pada posisi sangat dilematis, mendadak anak kost sebelah rumah muncul.
Demi melihat tampang saya yang terlihat suntuk, ia menanyakan persoalannya. Begitu mendengar penjelasan singkat, dirinya langsung bergegas kembali ke kamarnya dan mengambil Smartfren Andromax R2 miliknya. “ Pakai ini saja Om, dengan dukungan 4G LTE (Long Term Evolution) mau ngirim naskah apa pun dijamin tanpa masalah,” ungkapnya seakan berpromosi.
Masalah mungkin teratasi, tetapi, ada persoalan lain. Saya tipikal orang yang gagap teknologi (Gaptek) yang kadarnya sangat akut. Selama ini tak mengenal istilah Smartphone, kalau menulis artikel yang dilaptop. Belum pernah menggunakan perangkat teknologi lainnya. Sembari menahan geli, anak kost tersebut menjelaskan bahwa operasional Smartfren Andromax R2 relatif mudah dipelajari. Bahkan, ia mengajari cara membuka berbagai fitur yang ada. Setelah agak paham, saya dimintanya mengirim naskah artikel Goa Seplawan dan Bedug terbesar ke email, tentunya menggunakan laptop.
Usai mengirim, hanya jeda 15 detik, Smartfren Andromax R2 itu dibuka. Saya dimintanya membuka email saya sendiri, hasilnya dua naskah lama sudah siap. Teknologi 4G LTE memang keren. “ Dengan begitu, Om Bambang tak usah menulis ulang. Tinggal edit terus kirim. Selesai kan ? “ ujarnya seakan menjadi pemenang.
Selesai mengambil gambar pendukung dengan menggunakan Smartfren Andromax pinjaman, saya bergeser ke stasiun Purworejo. Cukup lama saya di lokasi ini, pasalnya, kendati pintunya terbuka, namun karyawan PT Kereta Api Indonesia yang bertugas tak terlihat. Setelah sekitar 1 jam, barulah yang saya tunggu datang. Tanpa menunggu lebih lama, saya segera meminta keterangan perihal sejarah stasiun yang dibangun di jaman kolonial Belanda itu.
Tuntas berbincang, saya langsung berpamitan dan meluncur ke Goa Seplawan yang berjarak 20 kilometer. Sayang, memasuki wilayah Kecamatan Kaligesing, cuaca enggan kompromi. Hujan mengguyur, meski tak begitu deras, namun cukup menghambat perjalanan. Pasalnya, saya tak membawa perlengkapan jas hujan. Hampir dua jam menunggu, akhirnya hujan menyerah. Saya pun meneruskan perjalanan yang tersisa sekitar 8 kilometer lagi.