Mohon tunggu...
BagusWic
BagusWic Mohon Tunggu... Menyalin pikiran ke dalam kata-kata. -

Menyusun larik-larik kata untuk membuat jalan baru. Yang mungkin asing dilalui saat tersedia arus kuat dan nyaman jika mengalir di dalamnya. Tapi jalur kecil ini akan selalu terbuka. Kapanpun. Saat engkau membutuhkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehilangan Mimpi

23 Juli 2017   14:10 Diperbarui: 23 Juli 2017   15:23 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: mewarnaigambar.web.id

Terik. Seolah melumat sejuk pagi ini. Dua sinar yang runcing, menyelinap dari lubang dinding. Menyebar sesaat kemudian. Lalu mengoyak ruang pengap yang sempit itu. Tekterkecuali, dua garis mata kecil itu. Cahaya fajar telah memaksanya untuk melihat dunia lagi. 

Dia kehilangan mimpinya, yang indah; dan tak pernah ia temukan di hari-hari nya. Dua sosok yang sejuk, dirasakan sebagai ibu-bapaknya, dalam mimpi itu. Tangan-tangan mereka besar, lembut dan hangat. Berulang-ulang mengusap rambut rapuh bocah itu. Sesekali kedua orang itu mendaratkan kecupan di kening anak itu. Dan seolah embun pagi yang membasahi rerumputan, sejuk.

Mereka berada dalam sebuah pondok. Kecil. Dengan warna yang seindah savana. Berpagar awan. Dan ditopang sebuah pohon pinus yang kokoh, besar nan menjulang. Udara sejuk menyapa tanpa henti. Bahkan mereka berebut, saling mengisi kedalam jiwa penghuni pondok itu. 

Ada sejengkal taman air. Tepat di seberang kamar tidur bocah itu. Jernihnya seperti kristal. Hangat. Dan segar, jika kapanpun kau ingin meminumnya. Sesekali bocah itu melompat kedalam genangan. Bermain dengan ikan-ikan koi yang terlihat segar. Lincah untuk selalu berkejaran dengannya. Sesaat kemudian, ketika dia muncul dari dalam air yang segar itu; dengan bugil dan perutnya yang licin tak terbungkus menyembul seperti buah apel, sosok perempuan menghampiri. Menyodorkan sutera berwarna marron. Lembut. Seperti bulu-bulu angsa yang selalu memanjakan kulit si bocah itu. 

Sesaat kemudian, sang ayah datang. Menyambarnya. Mengalungkan sutera untuk membalut tubuhnya. Lalu membawanya berlompatan di atas awan. Bocah itu masih terlihat kagum. Pikirannya tak henti bergerak, 'sejak kapan seseorang yang dianggap ayahnya itu mempunyai sayap-sayap yang kokoh'. 'Menjulur dengan indah dari kedua pundaknya. Dan bulu-bulu kristal saling terjalin dengan sangat indah. Tumbuh sangat rapi, tak ada bedanya dengan bordir emas bergambar garuda di gaun raja-raja'. Dalam sekejap pikiran itu berubah. 

Mata anak itu tak lepas menyelidik pada tumpukan mendung di bawahnya. Putih. Saling bertumpuk. Mengait satu sama lain. Seperti jemari yang saling bergandeng, menguntai menjadi rantai raksasa. 

Sesekali tangannya meraih sepotong awan. Yang jatuh karena terbawa angin. Lalu digenggamnya. 'Lembut' pikirnya. Dengan serta mengantonginya dalam lengan bajunya yang sempit.  

Mereka masih saja menggantung di angkasa. Satu-persatu dihitungnya pohon-pohon raksasa di bawahnya. Berwarna-warni seperti pelangi. Serta ada ribuan burung indah menempati pohon-pohon itu. Sesekali Ayahnya membawanya turun. Tepat di antara sekumpulan burung syurga. Dengan bulu-bulu seperti lukisan Monet; sangat impresive. Juga berwarna berani dan indah seolah karya Basuki Abdullah. Gerombolan burung-burung itu menyapa hangat pada nya. Meski sangat terkejut, bocah kecil itu hanya bisa melempar secuil senyum kecilnya yang lucu.

Di atas punggung ayahnya itu, dia merasa bahagia. Abadi. Dan berharap situasi itu tak akan berubah selamanya. 

Sesaat kemudian, dua potong cahaya kecil, yang runcing, dengan sangat cepat memantul kepada nya. Tepat menusuk kedua matanya. Yang membuat semua itu tak lagi tersisa.

Bocah itu tang ingin membuka matanya. Karena takut kehilangan mimpi indahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun