Mohon tunggu...
Azhari Qa
Azhari Qa Mohon Tunggu... -

Seorang muslim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ciri-ciri Mukmin

10 Februari 2010   06:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_105206" align="alignleft" width="214" caption="Muslimstory"][/caption]

Seorang yang mengaku Muslim belum otomatis menjadi Mukmin, karena mukmin mempunyai ciri-ciri khusus. Disamping itu, banyak ayat dalam Al-Quran yang menghimbau orang-orang Mukmin; Yaa ayyuhallaziina aamanuu, artinya ada perhatian khusus Allah swt terhadap orang-orang mukmin. Karena predikat mukmin ini yang akan menghantarkan seseorang ke dalam syurga.

 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (Al-Bayyinah 7-8).

 

Ciri-ciri mukmin dijelaskan al-Quran dalam surah At-Taubah 112:

 

Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang berpuasa, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.

 

1. Bertaubat (at-taaibuuna)

Tidak ada satupun manusia yang terlepas dari kesalahan dan dosa, hanya malaikat yang bebas dari kesalahan. Orang mukmin selalu minta ampun setiap kali melakukan kesalahan, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.

 

Jadi taubat itu sejalan antara perkataan dan perbuatan, tidak cukup berjanji tidak akan mengulangi lagi tetapi dikemudian hari diulangi lagi, ini di sebut “Tomat”, TObat kemudian kuMAT lagi.

 

2. Beribadah (al-‘aabiduuna)

Beribadah kepada Allah swt dengan ikhlas untuk mencapai ridha-Nya, bukan karena ingin pujian, malu di lihat orang lain atau takut di cela. Juga beribadah sesuai dengan tuntunan Allah swt dan rasul-Nya, Ini di sebut amal saleh. Ibadah yang di buat-buat sendiri berdasarkan hasil improvisasi dan inovasi di luar tuntunan assunnah maka tertolak (bid’ah).

 

3. Memuji Allah swt (al-haamiduuna)

Selalu memuji Allah swt (berzikir) baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.

 

Bagi orang mukmin tidak ada yang buruk dan semuanya baik. Ketika mendapat nikmat dia bersyukur, dengan syukurnya itu Allah swt akan menambah nikmatnya lagi; Lain syakartum laaziidannakum (Ibrahim 7), sementara sangat sedikit manusia yang bersyukur Qaliilammaatasykuruun (Al-Mukminun 78). Ketika mendapat musibah dia bersabar, maka dengan sabarnya itu menghapus dosa-dosa kecilnya. 

 

Dengan sifat syukur dan sabar dia selalu memuji Allah swt. Subhanallah!

 

4. Berpuasa (as-saaihuuna)

Berpuasa di bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan. Berpuasa sebagai pembuktian diri seorang mukmin, jika yang halal saja dia mampu hindari apalagi yang haram.

 

Ada makna lain dari as-saihuuna, disamping berpuasa juga dimaknai mengembara untuk menutut ilmu Allah swt atau berjihad di jalan Allah swt.

 

5. Ruku’ dan Sujud (ar-raaki’uuna)

Maksud ruku’ dan sujud adalah orang yang mendirikan shalat. Shalat amalan utama dan yang pertama sekali di hisab di akhirat nanti. Inilah pembeda antara muslim dan kafir (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

 

6. Menyuruh Perbuatan Ma’ruf dan Mencegah Perbuatan Mungkar (al-amiruuna bilma’rufi wannahuuna ‘anilmungkari)

Hal ini diwujudkan dengan da’wah, baik melalui forum kajian maupun secara personal, baik melalui lisan maupun tulisan. Dengan da’wah Rasulullah saw merubah peradaban jahiliyah (kebodohan) menjadi peradaban Islam yang gemilang.

 

Pahala da’wah juga akan tetap mengalir meskipun mereka telah meninggal, selama yang diberikan nasehat menjalankannya.

 

7. Memelihara Hukum-hukum Allah swt (al-haafizuuna lihuduudillaah)

Hukum (syari’at) Allah swt tidak hanya terkait dengan ibadah pribadi (mahdhah) saja, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi juga mencakup urusan mu’amalah (sosial kemasyarakatan) seperti: politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan peradilan.

 

Sebagai pribadi kita bisa saja menjadi mukmin dengan menjalankan ibadah mahdhah. Bagi seorang penguasa tidak cukup menjalankan ibadah mahdhah saja, ketika memegang kekuasaan dan mempunyai kewenangan untuk memelihara/menjalankan syari’at Allah swt tetapi tidak menjalankannya maka penguasa seperti ini tidak termasuk orang yang mukmin.

 

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (al-Maidah 44).

 

Kemaksiaatan yang merajalela saat ini akibat tidak diterapkannya syari’at Allah swt oleh penguasa dalam pemerintahannya. Bongkar pasang sistem (demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila) dan pergantian Presiden berkali-kali tidak mampu merubah negara ini menjadi makmur. Pasti ada yang salah, hal ini karena sistemnya yang itu-itu juga (demokrasi), Presidennya gonta-ganti tetapi bukan orang mukmin, serta tidak menjadikan Al-Quran dan assunnah (syari’at) sebagai dasar dalam menetapkan hukum.

 

Wallahua’lam

 

Maraji’:

1. Tafsir Ibnu Katsir

2. Tafsir UII

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun