Socrates filsuf terkenal pada masa yunani kuno pernah berpendapat bahwa tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin.
Yang dimaksud jiwa disini ialah intisari kepribadian dari manusia. adapun tujuan membuat jiwa sebaik mungkin adalah untuk mendapatkan kebahagiaan. untuk memperoleh kebahagiaan, manusia dituntut mempunyai keutamaan (arete). keutamaan disini bisa dimaknai sebagai kebajikan.
Oleh sebab itu, keutamaan yang dimaksud bukan hanya keutamaan sebagai tukang atau negarawan, melainkan keutamaan sebagai manusia itu sendiri.
Jadi, keutamaan termasuk moralitas, bukan hanya sebuah keahlian tertentu.
sebagai akibat dari pendirian tersebut Socrates mempunyai 3 kesimpulan:
1. manusia yang berbuat salah dengan sengaja berarti dia tidak mempunyai pengetahuan tentang keutamaan. karena, seandainya dia memiliki pengetahuan yang benar, dia tidak akan berbuat salah.
2. keutamaan itu menyeluruh. sebagai contoh, orang memiliki keutamaan tidak bersifat sombong, maka di saat yang sama, dia juga memiliki keutamaan-keutamaan yang lain, seperti kebaikan, keadilan, dan lain sebagainya. mustahil dia memiliki satu keutamaan dan tidak memilki keutamaan di bidang lain.
3. karena keutamaan adalah pengetahuan, maka keutamaan, sebagaimana pengetahuan yang lain, bisa diajarkan kepada orang lain.
Perlu untuk diketahui bahwa pengetahuan yang dimaksud oleh Socrates itu bukanlah pengetahuan teoritis, melainkan pengetahuan eksistensial atau pengetahuan yang mendarah daging di dalam jiwa manusia.
Karena, orang yang mempunyai pengetahuan teoritis belum tentu bisa mempraktikan pengetahuannya tersebut. contohnya, orang yang mengerti secara teoritis bahwa narkoba itu merugikan untuk kesehatan bisa jadi akan tetap mengkonsumsi narkoba. namun, jika pengetahuannya itu bersifat eksistensial, maka ia tidak akan pernah mengkonsumsi narkoba.
Jadi, pengetahuan dalam keutamaan itu ialah pengetahuan eksistensial, bukan hanya pengetahuan yang bersifat teoritis.