Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

4 Fakta Miris di Perguruan Tinggi

11 April 2013   10:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:23 5171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1367214113825567365

INI makna memublikasi aib institusi sendiri, memamerkan 'kecelakaan-kecelakaan' di hadapan dunia. Saya tak sanggup lagi mendiamkannya. Gamang saya. Saya mencermatinya berpuluh tahun, terasa saya sesak, menyesal dan nyaris asa terputus.

Dan inilah  4 (empat) fakta stagnannya perguruan tinggi di Indonesia:

Pertama: Orientasi Dosen

Student Centre Learning (SCL) pernah ditabuh sekeras-kerasnya, proyek milyaran dari APBN ini, spartan dihelat di tanah air. Seluruh staf pengajar di PTN di- high recommended- kan untuk mengikuti 'kursus' ini secara terpadu, sepenuhnya, integrated. Tugas memformulasi deskriptor per matakuliahpun menjadi titik baliknya pembelajaran dari teknik klasik (Socratik) menjadi metode student centre. Revolusi pembelajaran ini mendaulat peserta didik (mahasiswa/i) di atas segalanya. Mahasiswa yang dimohonkan untuk super aktif dalam/luar ruangan kuliah. Dosen 'hanyalah' fasilitator.

Faktanya:

Dosen masih seperti yang dulu, lebih banyak bicaranya, cuap-cuapnya, jualan kecap, berorasi, pidato, ceramah, kuliah tanpa kesimpulan, tanpa bonus motivasi dan tanpa pengungkapan dunia ilmu pengetahuan dan fakta lapangan. Mahasiswa masihlah marginal, tetap pada posisi pasif dan kuliah hanyalah persyaratan administrtatif, formalitas dan yang penting sarjana.

Kedua: Research is money

Sejak saya masih jadi dosen muda, fakta ini terlentang telanjang, bahwa dosen berlomba dan berkompetisi dalam penelitian hanya karena orientasi uang, kompetisi ini tidak ilmiah. Ia 'alamiah' dan motif materialism sangat kental di ajang ini. Proposal riset tak lebih dari sebuah persyaratan administratif, selanjutnya teknik yang dioptimalkan bagaimana lobi-lobi di tingkat Lembaga Penelitian, pun LPPM (Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat). Saya sanggup bertaruh dengan siapa saja, jika kegiatan ini murni 'lolos proposal' disebabkan keaslian konsep dari calon peneliti. Maka, pantaslah jika 'bank proposal' perguruan tinggi tak dilirik dunia internasional.

Ketiga: Profesor tak berdaya

Benar juga satire ini, konon profesor itu GBHN (Guru Besar Hanya Nama), sangat jarang saya temukan profesor memiliki 'kader' dalam keilmuan, sungguh langka saya temukan seorang profesor dengan uletnya memindahkan ilmunya kepada juniornya, ia hanya mampu mengungkapkan jibunan teori orang lain dan dipaparkan kepada anak didiknya. Bahkan seorang Habibie pun, tiada pernah saya melihat kekayaan ilmunya telah diwariskan kepada generasi pelanjut. Generasi pelanjut, tinggallah terkagum-kagum atas kecerdasan seorang Habibie. Sementara Habibie belum pernah merasa bangga kepada seseorang yang telah mengambil seluruh ilmunya. Malah yang kerap saya cermati, orang-orang ingin mengadopsi romatisnya Habibie-Ainun, bukan dari sisi keluasan ilmu dan konsep-konsep teknologinya.

Ke-empat: Benchmarking

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun