Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Warisan Leluhur Melalui Batik Kawasan Borobudur

16 Juni 2014   21:18 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:29 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_311364" align="aligncenter" width="569" caption="Pengrajin Batik Kawasan Borobudur, pengrajin pembuat sarung batik Candi Borobudur "][/caption]

Jika diamati lebih rinci, ada yang menarik saat kita hendak menaiki Candi Borobudur. Menjelang tangga naik zona I Candi Borobudur, semua wisatawan akan diberi fasilitas sarung untuk menghormati dan agar wisatawan mau peduli dengan keberadaan Candi Borobudur. Rupanya sarung tersebut bukan sarung biasa, melainkan kain sarung batik dengan motif Borobudur.

Saya penasaran tentang siapa, bagaimana, dan di mana kain sarung batik ini dibuat.

Setelah bertanya kepada petugas yang ada di Kompleks Candi Borobudur, ternyata sarung batik dengan motif Borobudur tersebut secara mandiri dibuat oleh warga Borobudur, bukan buatan pabrik.

Ide awal pembuatan kain batik tersebut salah satunya adalah memanfaatkan peluang saat PT TWC-Taman Wisata Candi (BUMN Pengelola zona II Candi Borobudur) akan menerapkan pemakaian sarung bagi pengunjung. Isu tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif dari masyarakat dengan menawarkan proses produksi sarung dengan motif batik Borobudur kepada PT TWC.

Menurut cerita Pak Win (salah satu pengelola Batik Kawasan Borobudur), kegiatan Batik Kawasan Borobudur dimulai sekitar tahun 2011, saat itu kira-kira ada 67 orang yang terlibat. Lokasi pembatikan tersebar di beberapa titik di Kecamatan Borobudur; Dusun Tingal-Wanurejo, Dusun Gendingan, Dusun Gejagan, dan beberapa dusun lainnya. “Makanya dinamakan Batik Kawasan Borobudur, Mas. Soalnya meliputi sekawasan, bukan satu titik saja”, ujar Pak Win.

Pengelola yang lain, Pak Jack Priyana, mengungkapkan, selain untuk memenuhi kebutuhan sarung di PT Taman Wisata Candi Borobudur, kegiatan pelestarian batik ini juga sebagai aksi nyata geliat ekonomi kreatif di kawasan Borobudur.

Dampak sosial yang diakibatkan dengan adanya batik kawasan Borobudur cukup dirasakan warga sekitar Candi Borobudur. “Kita pernah gelisah dengan ramainya pedagang di dalam Candi Borobudur. Kemudian terpikirkan untuk mengaktifkan potensi-potensi di sekitar Candi Borobudur, batik kawasan Borobudur ini salah satunya. Semoga para pedagang pelan-pelan mulai tertarik untuk beraktivitas di luar Candi Borobudur dan mau bergabung di kelompok batik atau aktivitas lainnya”, seru Pak Jack.

Saat saya berbincang dengan pengrajin, beberapa di antara mereka memang ‘alumni’ pedagang yang dulunya berdagang di dalam kompleks Candi Borobudur. “Kalau mbatik begini, ada penghasilan tetap yang masuk tiap bulannya, Mas. Terus ndak usah pepanas ngoyak-ngoyak (kepanasan mengejar-ngejar) pengunjung. Pokoke gelem tlalen mbatik, insyaAllah diparingi rejeki (pokoknya mau tekun membatik, insyaAllah diberi rejeki)”, begitu curhatan seorang ibu pengrajin.

[caption id="attachment_311367" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik Borobudur (dok. pribadi) "]

14029008041002782078
14029008041002782078
[/caption]

[caption id="attachment_311368" align="aligncenter" width="640" caption="Seorang ibu "]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun