Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sikep, Benda Keramat untuk Pertahanan Diri

16 Juni 2013   20:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:55 8335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13713906781864461176

Pernah lihat maling kelas teri, misalnya ngutil sandal japit, maling helm, atau penjambret yang tertangkap lalu digebugi massa hingga babak belur dan berdarah-darah bahkan sampai tewas? Ada satu fenomena yang mungkin pernah anda lihat. Maling tersebut tampaknya seperti tak merasa kesakitan bahkan mengeluh pun tidak. Padahal yang menggebugi sampai tangannya kesakitan dan malah terluka akibat memukul sang maling tersebut.Jika sudah demikian biasanya ada seseorang yang mencurigai bahwa maling tersebut mempunyai ‘sikep’ orang Jawa biasa menyebutnya jugasebagai ‘cekelan’ untuk perlindungan diri.Sang Maling pun lalu dilucuti celananya ( bukan bajunya ), digeladah saku, dompet, dan sabuknya. Kadang akan ditemukan sebuah bungkusan kecil terbuat dari kain ( putih ) dan berisi benda-benda ( maaf tidak saya sebutkan ) yang dianggapnya oleh sang pemilik sebagai ‘sikep atau cekelan’.

Dalam kearifan lokal pada kepercayaan tradisional Jawa, ada dua macam sikep. Pertama, sikep untuk menahan atau membentengi diri dari serangan kekuatan gaib yang dianggap akan mengganggunya. Sikep ini biasanya diambil dari ‘ragawi’ keluarga terutama ibu sang pemilik lalu dicampur dengan benda-benda tertentu, dibungkus kain putih, dan diberi mantra atau doa. Sikep ini disebut kanoman.

Ke dua, sikep untuk menahan diri agar perbuatannya tidak diketahui oleh orang lain dan jika diketahui tidak akan mencelakakan dirinya. Bahan sikep ini biasanya diambil dari tempat tertentu yang dianggapnya keramat, misalnya kuburan. Disimpan dalam bungkusan kain putih dan ditiup dengan mantra atau doa. Dimasukkan ke dompet dan tidak boleh terkena air kotor ( air kecil dan air mandi ). Sikep ini disebut sikep kajiman.

Sikep kajiman ini akan mengikat kita dalam kondisi tertentu dimana kadang amat sulit dilepaskan sekalipun menjelang kematian. Sehingga untuk melapangkan jalan menuju kematian harusdibantu dengansarana tertentu, misalnya: mengusapkan daun kelor atau merang bengawan ( jerami padi bengawan ). Perlu penelitian dan pengamatan lebih lanjut apa hubungannya daun kelor dan kekuatan sikep.

Ada juga yang berpendapat bahwa sikep artinya sama dengan jimat. Walau jimat sebenarnya lebih berarti benda yang dikeramat oleh seseorang ( pribadi ) bukan kelompok. Jadi jimat seseorang belum tentu jimat bagi orang lain. Misalnya cincin batu akik atau watu aji dan keris kecil. Namun ada juga sikep yang berbentuk sebuah tulisan ( ayat? ) dalam bahasa dan/ atau huruf Arab dan Jawa.

Benarkah sikep ini amat ampuh sebagai perlindungan diri dari perbuatan jahat? Sebenarnya ini masalah kepercayaan diri dan sugesti saja. Walaupun tak dipungkiri bahwa ada kekuatan lain di luar diri kita namun bukan yang adi kodrati serta bekerja dalam diri kita atas permintaan kita sendiri. Sikep ini memang cukup ampuh, namun bukan berarti tak ada titik kelemahannya, membentengi kita dari perbuatan yang dapat melukai raga kita.

Seperti maling yang tertangkap tadi, begitu merasa sikepnya telah diambil maka rasa kepercayaan diri akan kekuatannya atau perlindungan yang ia rasakan berkurang maka ia merasa kesakitan setelah digebugi secara beramai-ramai.

Bagaimana orang lain mengetahui bahwa maling tersebutmempunyai sikep? Pelempar batu pertama senantiasa orang yang bersalah. Maka sudah pasti orang yang pertama kali berani mengatakan pastilah dia pemakai sikep! Boleh jadi ia sebenarnya juga maling atau penjahat yang mendapat saingan!

Itu tentang sikep maling. Mungkinkah ada dari golongan berpendidikan dan sejahtera secara ekonomi menggunakan sikep? Budaya yang merupakan kearifan lokal ini masih banyak digunakan oleh masyarakat kita tanpa mengenal strata dan kelas. Walaupun mereka tidak melakukan secara terus terang, tetapi melalui perantara. Bahkan sikep yang mereka minta bukan hanya satu, bisa dua atau tiga. Satu dibawa, yang lain ditaruh di mobil, rumah, dan bahkan ruang kerjanya. Mereka yang sering menggunakan sikep biasanya pengusaha, birokrat atau pejabat, dan politisi.

Perlukah kita memakai sikep? Selama kita tak ada pikiran bahwa seseorang akan berbuat jahat kepada kita atau kita tak berniat untuk melakukan suatu yang melanggar hukum kenapa harus memakai sikep?

Silakan tunggu tulisan selanjutnya: Kesaktian Orang Jawa


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun