Mohon tunggu...
Ardi Yansyah
Ardi Yansyah Mohon Tunggu...

Menggali nalar mengasah pikiran | Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

NU dan NKRI

8 September 2014   16:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:19 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Munculnya fenomena ISIS (Islamic State of  Iraq and Sham) yang berasal dari Irak dan Suriah telah membuat masyarakat dunia cemas. Mereka bagaikan rayap yang mampu menghancurkan sendi-sendi negara atas nama agama. Mereka berhasil menguasai sebagian Irak dan Suriah. Tak hanya itu, mereka ingin membuat khilafah Islamiyah seperti khilafah yang dipimpin dinasti Umayah, mulai dari Andalusia (Spanyol) sampai Cina. Target mereka juga telah mengarah ke negeri kita tercinta Indonesia. Muncul dukungan terhadap ISIS di Indonesia sebenarnya sudah lama, sebelum mereka mendeklarasikan khilafah. Ketika mereka meneror rakyat Irak kemudian mereka meluaskan wilayahnya sampai ke Suriah, masyarakat Indonesia khususnya dari Salafi sangat mendukung ISIS. Karena pada waktu itu ISIS menyerang Suriah menuntut turunnya Bashar al-Asad presiden Suriah yang beraliran Alawy. Alawy dimasukan dalam kelompok Syiah, tak hayal para kaum Salafi mendukung ISIS karena berjuang demi menurunkan presiden yang dianggap Thagut (baca;Syiah). Pemerintah lengah dalam mengawasi gerakan ISIS di Indonesia, ibarat kanker yang makin hari makin menyebar, dukungan terhadap ISIS kian merebak. Bahkan masyarakat Indonesia rela pergi ke Irak dan Suriah untuk mendukung ISIS dengan mengayunkan senjata dengan alasan Jihad Fi Sabilillah. Hal ini bisa dibuktikan dengan beredarnya video dari salah satu WNI yang mengaku Abu Muhammad Al-Indunisi, dalam video itu terlihat semangat yang membara untuk mengajak warga Indonesia berjihad bersama-sama dan mendukung ISIS dalam setiap perjuangannya.

Pemerintah dan Ulama menyelidiki tentang ISIS dan akhirnya Ulama dan pemerintah yang diwakilkan MUI mengeluarkan fatwa haram untuk mendukung ISIS. ISIS diharamkan di Indonesia karena paham ISIS bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia. ISIS menolak pembagian wilayah, ideologi selain al-Quran dan Sunnah (mereka menyindir ideologi seperti pancasila, demokrasi, sosialisme, liberalisme, kapitalisme, dan lain-lain). Hal ini berarti sama saja ingin menghancurkan NKRI.

Ormas Islam salah satunya NU (Nahdlatul Ulama) mengutuk keras ISIS seperti dilansir http://news.okezone.com/read/2014/08/08/337/1021959/pbnu-ajak-seluruh-masyarakat-tolak-isis bahwa ISIS ialah suatu organisasi yang bertentangan dengan ideologi negara. Maka muncul pertanyaan, mengapa NU menolak setiap gerakan yang mengancam NKRI? ada hubungan apakah antara NU dan NKRI? sebetulnya jika kita menelaah sejarah, kita bisa mengetahui jawaban tersebut.

Dalam perjuangan untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah, NU terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Para santri dan Kyai terjun langsung untuk mengusir penjajah di tanah air. Hal ini tertera dalam sejarah, ketika Soekarno meminta fatwa kepada Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari mengenai membela negara yang notabanenya bukan negara Islam. Soekarno meminta fatwa itu, karena kekhawatiran Soekarno terhadap kedatangan sekutu yang di pimpin oleh Kapten Mallaby yang berkekuatan 15 ribu personil ke Tanjung Perak, Surabaya. Maka Hasyim Asy'ari segera mengadakan rapat dengan para ulama Jawa dan Madura. Pada tanggal 25 Oktober 1945, 15 hari sebelum meletusnya perang di Surabaya, mengeluarkan fatwa yang lebih dikenal resolusi Jihad NU. Adapun isinya: 1. Membela bangsa dan negara dari para penjajah hukumnya Fardhu 'ain bagi setiap muslim dan muallaf. 2. Siapa yang mati dalam membela tanah air dianggap Syuhada. 3. Siapa saja yang memberontak dan mengancam memecah belah bangsa wajib di hukum mati.

Setelah munculnya fatwa ini, menggeloralah semangat para santri dan Ulama untuk membela bangsa dan negara demi tegaknya suatu negara yang mandiri. Sampai akhirnya pada 10 November meletus perang di Surabaya, resolusi Jihad NU yang difatwakan KH. Hasyim Asy'ari didengungkan kembali oleh Soetomo yang akrab di panggil Bung Tomo. Dengan pekikkan takbir "Allahu Akbar" Bung Tomo membakar semangat para pejuang bangsa untuk merebut martabat bangsa yang telah di injak-injak oleh sekutu. Awalnya pihak sekutu berjanji akan menguasai surabaya dalam 3 hari, tapi naas mereka harus gigit jari, pasalnya para pejuang berhasil mempertahankan Surabaya dari sekutu meskipun harus menyerahkan jiwa dan darahnya sendiri.

Inilah salah satu NU lakukan untuk bangsa Indonesia. NU merasakan perjuangan memperjuangkan dan mempertahankan Indonesia ketika bangsa ini masih di jajah, sehingga NU tidak akan rela jika NKRI di koyak-koyak oleh sekelompok ormas yang tidak bisa menghargai perjuangan dalam merebut kemerdekaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun