Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tak Ada Kebencian di Hari Raya Idul Fitri

23 Juni 2017   06:04 Diperbarui: 23 Juni 2017   08:48 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersalaman - http://www.koranmuria.com

Di hari raya Idul Fitri, Anda tidak bisa keluar rumah dengan kebencian. Sekalipun Anda sedang marah. Karena ini adalah Idul Fitri, festivalnya masyarakat Islam. Bahkan, oleh belahan dunia di luar dunia Islam, Idul Fitri dipahami dengan gambaran yang sangat manis: kedamaian. "Muslim berbagi kemeriahan dan kebahagiaan untuk menandai berakhirnya bulan puasa, dan saling bersalaman satu sama lain dengan mengucapkan 'Eid Mubarak' -- yang kalau diterjemahkan secara kasar bisa berarti 'selamat Idul Fitri' atau "Idul yang diberkahi,'" tulis media asal Inggris, Mirror.

Mereka juga menyebut Idul Fitri sebagai festival makanan masyarakat muslim. Dan tradisi membagi-bagikan makanan di hari itu, mereka identifikasikan dengan thanksgiving di Amerika Serikat di mana masyarakat juga saling berbagi makanan. Namun, pada kenyataannya, kebahagiaan dan kemeriahan itu telah pula menghadapi situasi yang membuat kita harus terus mengingatkan bahwa Idul Fitri adalah suasana yang damai. Seakan-akan, kita harus menunggu Idul Fitri untuk kembali menjadi damai.

Sekali lagi, ini fakta. Status sebagai negara muslim terbesar di dunia membuat kita harus mengambil peran untuk menunjukkan wajah Islam yang toleran. Sementara itu, kita masih tetap merasakan suasana seperti peristiwa ledakan bom bunuh diri yang terjadi di Kampung Melayu, beberapa hari sebelum Ramadhan 2017. Di titik ini, kita perlu mengedepankan filosofi dan momentum untuk melunakkan radikalisme yang bisa menghancurkan kedamaian. Momentumnya adalah Idul Fitri dan filosofinya adalah perdamaian, kebahagiaan, dan berbagi.

Kita beruntung, karena secara politik, filosofi Idul Fitri itu terus diutamakan oleh ulama dan pemimpin mesjid. Imam Besar Mesjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, adalah salah satu yang berpendapat demikian.

"Dengan Idul Fitri ini kita tingkatkan rasa cinta Tanah Air dan bangsa demi keutuhan NKRI," ujar Nasaruddin dalam siaran persnya, 20 Juni 2017.

Sucinya idul fitri, kata Nasaruddin, bisa dijakan momentum untuk membersihkan diri dari paham radikalisme-terorisme. Dan sang imam benar, karena perayaan terbesar umat Islam pada Idul Fitri sama sekali bukan tempat untuk saling menggemeretakkan gigi, menaikkan bulu mata, atau membusungkan dada. Idul Fitri adalah kembali menjadi bersih, dan kebersihan itu tak menyisakan tempat untuk kebencian. Karena kebencian adalah penyakit hati dan pikiran, yang tak lain adalah racun yang bisa merusak falsafah Idul Fitri itu sendiri. Mari bersalam-salaman!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun