Mohon tunggu...
Anthony Dio Martin
Anthony Dio Martin Mohon Tunggu... Human Resources - WISE (Writer, Inspirator, Speaker, Entepreneur), CEO HR Excellency - MWS Indonesia, Penulis 18 Buku, Ahli Psikologi, Profesional Coach

Anthony Dio Martin, WISE (writer, inspirator, speaker dan entepreneur) dan juga ICF certified executive coach, yang dijuluki "The Best EQ Trainer Indonesia". Beliau penulis 18 buku dan lebih dari 25 CDAudio. Salah satu bukunya menerima penghargaan MURI. Beliau pernah memandu beberapa program motivasi di TV kabel, saat ini punya siaran rutin program radio “Smart Emotion” di SmartFM. Youtube: anthony dio martin official IG: anthonydiomartin Kontak & info: 021-3518505 atau 3862521 atau email: info@hrexcellency.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Psikologi Pelecehan Seksual, "Mulanya Saya Diraba-raba, Lalu..."

3 Maret 2018   14:28 Diperbarui: 4 Desember 2018   12:51 4210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pelecehan seksual (thodonal)

Sumber Photo: kabar24.bisnis.com
Sumber Photo: kabar24.bisnis.com
"Cuma Dicolek Aja Kok Marah.."?

Saya teringat, kasus seorang hakim yang mengomentari dan bercanda soal seorang wanita korban pelecehan dan pemerkosaan, dengan kalimat, "Makanya jangan ikut goyang dong!"

Pelecehan memang kadang sulit dipahami, khususnya bagi pelaku. Atau, bahkan kadang bagi kaum adam yang merasa pelecehan itu cuma "pegang pegang yang nggak berdampak". Tapi percayalah, bagi beberapa yang menjadi korban. Ini bukanlah sesuatu yang menyenangkan bahkan bisa menjadi traumatis.

Saya pernah bertemu dengan peserta program Kecerdasan Emosi (EQ) kami, yang berkisah bagaimana hubungan dengan suaminya bermasalah, gara-gara dulu ia sering menjadi korban pelecehan seksual oleh Omnya. 

Begitu juga ada seorang wanita lain yang setiap kali sulit berpacaran dan merasa seks itu jijik karna pernah nyaris diperkosa oleh seorang yang harusnya menjadi "pembina spiritual"nya. Semua berawal dari pelecehan seksual. Lama-lama, ia pun mau diperkosa. Untungnya saat itu, teriakannya terdengar dan ia tertolong. Tapi pengalaman traumatis itu membuatnya sulit membangun hubungan harmonis.

Pelaku Itu Ditegasi, Bukan Dipahami

Biasanya pelaku-pelaku itu punya berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Mulai dari kepingin tahu, iseng, terpengaruh, ketidakharmonisan keluarga ataupun kelainan seksual. Tapi, apapun alasannya, tetap tidak bisa dibenarkan. Kalau sekedar memahami pelaku, bagaimana dengan korbannya?

Baru-baru ini pun, saya bertemu dengan seorang wanita yang mengalami gangguan jantung dan insomnia berat gara-gara pernah dipeluk seorang laki-laki tak dikenal. Pengalaman ini menjadi pengalaman traumatis berat untuknya. Sampai-sampai setahun ia harus konsultasi dan berobat ke dokter jantung di luar negeri. Kalau sudah demikian, bagaimana kita mempertanggungjawabkan untuk para korbannya?

Pelecehan, Mengapa Bukan Untuk Ditertawakan?

Pertama-tama, awalnya seringkali pelecehan, berikutnya bisa menjadi pemerkosaan. Banyak pelaku pelecehan yang merasa mendapat angin, yang lantas berani bertindak makin berani hingga memperkosa. Jika sudah demikian, dampak dan bahayanya menjadi serius. Jadi, semua berawal dari hal yang sederhana.

Kedua, banyak pelaku pelecehan yang merasa dirinya bisa bebas karna bukti yang minim. Akibatnya, dimanapun mereka berada, mereka kan terus mencari korban sampai akhirnya usaha mereka betul-betul ketahuan. Percayalah, biasanya pada saat ketahuan, sudah ada minimal 5-7 orang yang sudah menjadi korban mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun