Apabila merujuk dari sumber perolehan, barang publik bisa berasal dari Pemerintah (APBN) tetapi bisa juga berasal dari swasta. BMN pun sebenarnya dapat diperoleh dari sektor swasta, tetapi barang tersebut diklasifikasikan sebagai BMN setelah dihibahkan oleh swasta kepada Negara. Di sisi yang lain dengan melihat sifat barang, BMN tidak selalu bersifat non-rival dan non-excludable. BMN bisa saja hanya memiliki salah satu sifat tersebut.
Terkait dengan irisan antara BMN dan barang publik, kategori BMN dan barang public dibagi dalam tiga jenis.Â
Kategori pertama adalah BMN yang bukan barang publik. Contohnya gedung kantor pemerintahan, bersifat non-rival dan excludable. Masyarakat dapat berkunjung ke kantor pemerintahan untuk mendapatkan pelayanan tetapi hanya sampai di area publik karena area kerja terbatas untuk pegawai.Â
Kategori kedua adalah barang publik yang bukan BMN. Sebagai contoh adalah taman di mall. Barang ini bisa dinikmati semua orang dan tidak ada yang menghalangi seseorang untuk memanfaatkannya. Namun, taman di mall bukan merupakan BMN karena disediakan oleh pemilik mall (individu atau swasta).Â
Kategori ketiga yaitu BMN yang merupakan barang publik. Contohnya lampu lalu lintas, jembatan yang didanai oleh APBN, kemudian digunakan di jalan sehingga dapat dimanfaatkan oleh semua masyarakat pada waktu bersamaan dan tanpa halangan dari pihak mana pun.Â
Di luar tiga kategori tersebut disebut dengan barang privat, disediakan oleh swasta, misalnya seperti handphone dan tas. Untuk mendapatkannya, masyarakat harus menyiapkan kompensasi kepada penjual.
Kondisi terkini terkait penyediaan barang publik di Indonesia contohnya adalah penyalahgunaan trotoar. Sering sekali dilakukan oleh masyarakat Indonesia khususnya para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang selalu menguasai pedestrian sehingga menghilangkan fungi dan hak masyarakat terhadap barang publik tersebut.
 Fenomena seperti ini harusnya menggugah kesadaran publik mengenai pentingnya fasilitas ini. Perlu juga menanamkan pemahaman kepada semua pihak, bahwa fasilitas pedestrian khususnya di perkotaan adalah barang publik yang sangat diperlukan bagi mobilitas masyarakat.Â
Namun, kenyataanya ditempati PKL, dijadikan tempat parkir, dilintasi pengendara, dan kejanggalan lainnya. Kondisi ini menyiratkan pentingnya mengedukasi publik mengenai kedudukan fasilitas pedestrian dilihat dari sudut pandang pelayanan publik.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) huruf a UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik yang menyatakan bahwa pelayanan barang publik meliputi pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersuber dari APBN dan/atau APBD.Â
Dengan demikian, ketersediaan fasilitas pedestrian menjadi kewajiban Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah selaku Penyelenggara Pelayanan Publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.