Mohon tunggu...
Anindya Pithaloka
Anindya Pithaloka Mohon Tunggu... -

Menulis sebagai sarana menjaga kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perahu Kertas, Berlabuh di Layar Perak

4 September 2012   15:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:55 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesetiaan dengan bukunya terbawa sampai ke poster film ini

Tulisan ini hanyalah satu dari sekian banyak tulisan yang membahas atau mereview film Perahu Kertas. Saya janji, setidaknya mencoba, untuk tidak membocorkan jalan cerita film ini.

Untuk cerita dengan rentang waktu yang cukup panjang, tentu waktu dua jam terasa sempit. Dilibatkannya Dee sebagai penulis skenario juga menjamin film ini cukup setia pada bukunya. Jika mengatakan bahwa film ini dibagi menjadi dua bagian termasuk spoiler, maka saya mohon maaf. Saya janji ini jadi spoiler satu-satunya, terkait jalan cerita.

Salut untuk Maudy Ayunda yang bisa mewujudkan karakter Kugy yang kecil, lucu, kreatif, pecicilan, punya dunia sendiri. Semacam kontradiksi yang hidup dalam satu tubuh: rame tapi juga bisa jadi sangat tertutup bila berkaitan dengan masalah hati, pemimpi tingkat akut namun tetap rasional. Adipati Dolken sebagai Keenan masih terasa datar di beberapa adegan, namun cukup potensial sebagai aktor muda.

Reza Rahardian sebagai Remi tampil mengesankan. Prince charming dalam cerita ini. Tampil sebagai lelaki tampan, menarik, slick, semacam bos ideal yang kreatif, mapan dan dewasa, dengan CV yang mengesankan. Sosok yang bisa menyeimbangkan mimpi, cita-cita, dan realita. Elyzia Mulachela sebagai Luhde terasa terlampau ideal, terlalu dewasa, terlalu tulus. Elyzia punya mata yang indah. Kenapa Luhde tidak bicara lebih lewat matanya, bukan lewat petuah kebijaksaan semi teka-teki, ke Keenan.

Walau berpusat di Kugy dan Keenan, ditambah Remi dan Luhde, kehadiran beberapa karakter mewarnai film ini. Saya tidak tahu dimana Hanung Bramantyo menemukan Fauzan Smith. Yang jelas karakter Eko yang diperankannya berhasil menjadi scene stealer, menceriakan suasana kapanpun cerita mulai terasa membosankan. Sylvia Fully sebagai Noni juga turut mendukung karakter Eko, walaupun karakter Noni yang di buku diceritakan seperti kakak bagi Kugy jadi lebih terkesan sebagai "cewek hore" disini. Karakter Wanda, sepupu Noni yang konon katanya kuliah History of Art justru terasa mengganggu, apalagi untuk sekadar hadir mewarnai cerita. Hadir pula Dion Wiyoko sebagai Ojos, pacar Kugy semasa SMA sampai awal kuliah, tipikal cowo keren pada umumnya. Ira Wibowo dan Agus Melasz sebagai orang tua Keenan terasa terlalu kaku. Karakter ibu penyayang dan ayah yang pebisnis-semi-tiran-sama-anak-padahal-peduli itu terlalu standar, semacam template untuk karakter anak tersiksa batin. Bagaimanapun itu peran yang diserahkan untuk mereka, dan mereka pun menjalaninya baik. Karakter Wayan seharusnya bisa lebih dieksplorasi, eman-eman Tyo Pakusadewo-nya. Ben Kasyafani numpang lewat sebagai Karel, kakak Kugy. Pierre Gruno, Titi DJ, Hanung Bramantyo, Agus Kuncoro, bahkan Dee muncul sebagai cameo.

Di film ini relatif tidak banyak kata-kata terbuang sia-sia. Gestur dan ekspresi minor dari para pemainnya seringkali berbicara lebih. Satu lagi kelebihan lain film ini adalah ilustrasi musiknya. Pilihan lagu dan liriknya sesuai dengan mood adegan tersebut, tidak memaksakan harus lagu ciptaan Dee, dinyayikan Dee, atau dinyanyikan Maudy Ayunda.

Diluar semua itu, dunia Perahu Kertas adalah dunia yang dipenuhi jejaring kebetulan. Serendipity. Pun jika bukan kebetulan, maka dunia Perahu Kertas adalah dunia yang dipenuhi saling keterkaitan dan pertanda. Dunia Perahu Kertas adalah dunia ideal dimana semua orang bisa dengan mudah nrimo, ikhlas, memaafkan, mengatasi gundah hati dengan meminimalisir emosi.

Di dunia Perahu Kertas, semua bisa jadi benar, atas nama hati dan pertanda. Dunia Perahu Kertas adalah dunia Kugy dan Keenan, dua orang dengan kesamaan dan kebetulan yang terlampau banyak, namun terlampau polos untuk menyadari. Dunia ini memberikan Kugy dan Keenan begitu banyak kesempatan untuk menjadi dewasa, menjadi matang. Dunia yang memberi mereka kesempatan untuk tahu apa yang mereka inginkan, mengalami apa yang tidak mereka rencanakan, untuk kemudian tahu bahwa untuk mewujudkan apa yang  benar-benar mereka inginkan membutuhkan jalan berliku. Dunia Perahu Kertas adalah dunia yang memberikan  kesempatan dan maaf tanpa batas. Di dunia nyata, terkadang waktu, keleluasaan, dan maaf sebanyak itu adalah privilege yang hanya bisa dimiliki segelintir orang.

Di dunia Perahu Kertas, Kugy dan Keenan adalah dua orang yang membuat banyak orang terluka hanya agar mereka menyadari bahwa yang mereka inginkan adalah satu sama lain. Masing-masing memiliki orang-orang yang menyayangi mereka dan mencoba mati-matian memahami, untuk pada akhirnya mengikhlaskan mereka. Luhde bagi Keenan, Remi bagi Kugy. Dan orang-orang lain yang terluka karena Luhde jatuh hati pada Keenan dan Kugy memberi hatinya ruang untuk Remi. Bli yang menatap Luhde dari kejauhan di sanggar Wayan, dan Siska, art director di AdVocado. Demikian juga Ojos dan Wanda, sepupu Noni yang di usia sebelia itu seolah siap memberikan apa saja demi Keenan.

Buat saya, film ini adalah film yang cukup personal (dalam artian saya mengidentifikasi diri dan kisah saya dengan salah satu karakter didalamnya). Karena itu  bisa jadi hal ini kemudian mempengaruhi penilaian saya. Namun, Perahu Kertas menjadi penyegaran ulang cerita roman untuk segmen young adult di Indonesia. Terasa seperti The Alchemist dalam versi romantis, namun jalinan cerita, karakter, dan semua elemen pendukungnya membuat Perahu Kertas cukup solid untuk berlayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun