Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Persatu Tumbang, Masihkah Kita Enggan Berjuang?

23 Mei 2020   05:04 Diperbarui: 23 Mei 2020   05:05 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sebagai warga Pujon Kabupaten Malang, ngeri rasanya membaca berbagai berita online juga tulisan via WhatsApp yang tersebar ke seantero Indonesia saat itu.

Seketika daerah saya viral, banyak kawan kerabat dari penjuru daerah lain di Indonesia bahkan luar negeri konfirmasi. Menanyakan kebenaran berita, baik yang dari portal resmi pun tulisan chat yang seolah ditulis warga Pujon. Bahkan ada tengara Gubernur kami hingga menanggapi serius. Memerintahkan cek kebenaran, terkait kasus kematian satu warga tetangga desa saya beberapa waktu lalu. Dia Positif terjangkit Covid-19.

Padahal  sudah menjadi jenazah ketika hasil lab turun. Banyak orang sudah bersentuhan. Mengurus, memandikan lalu pihak keluarga juga bersalaman pada tamu yang datang. Kemudian petugas memberikan hasil lab, seketika sterilisasi dan isolasi dilakukan. Mendata, melakukan test, melakukan tindakan agar tidak membesar klaster persebaran. Itulah yang menyebabkan Pujon dituding menjadi  " Klaster" berikutnya persebaran Covid-19.

Kawan saya konfirmasi berita
Kawan saya konfirmasi berita
Mereka yang pernah datang takziyah menjadi orang dalam pengawasan. Ratusan orang di sebuah desa, di kecamatan saya juga di kota Batu harus menjalani isolasi mandiri. Diawasi tenaga kesehatan.

Untunglah sekira 2  minggu dari meninggalnya orang tersebut hasil pemeriksaan mengabarkan, menunjukkan negatif. Tidak satupun orang terpapar. Isue mulai reda, masyarakat lega. 

"Buruknya", mereka lupa baru saja melewati hal mengerikan, ada yang meninggal gegara Corona. Mulai lagi menyerbu pasar, bepergian tanpa mengindahkan aturan. Meski mengenakan masker namun tidak melaksanakan physical distancing, berdesakan dan berkerumun merupa kelumrahan. Belanja kebutuhan lebaran.


Ini miris sungguh, tenaga kesehatan hanya mengelus dada menyaksikan betapa masyarakat seolah meremehkan keberadaan Virus Covid -19 ini. 

Padahal satu saja diantara mereka terkena, banyak orang harus repot karenannya. Yang rentan tertular, disamping orang terdekat ya paramedis yang merawat. Simalakama, dirawat takut terpapar, tertular. Tidak ditangani berarti abai terhadap tugas dan tanggung jawab.

"Kami lelah bu, masyarakat seolah merasa sakti. Tidak peduli dengan kondisi pandemi."

Keluh salah satu tenaga kesehatan pada saya ketika saya utarakan simpati.

Telah ada diantara kawan mereka yang terpapar, pun di daerah saya. Karantina, isolasi, pengobatan. Beberapa mengalami. Sebagian besar tertular pasien.

Ovalya Makarova,doc.pri
Ovalya Makarova,doc.pri
 "Kami akan berjuang untuk kesembuhan pasien, tetapi kalau masyarakat terus berdatangan menjadi pasien sementara kemampuan kami terbatas, kami bisa apa? Makanya kami meminta betul kepada masyarakat untuk ikut berjuang mengatasi pandemi ini. Kami berjuang di Rumah sakit. Masyarakat berjuang di rumah. Itu yang mestinya terjadi."

Sangat wajar jika kemudian satu persatu paramedis tumbang. Tekanan fisik dan psikis memungkinkan itu semua terjadi. Tidak hanya menjadi penderita bahkan beberapa hingga meregang nyawa, ada dokter ada juga perawat. Terkini satu perawat yang sedang hamil Ari Puspitasari asal Surabaya meninggal.

Mereka gugur sebagai pahlawan, setelah tak mampu lagi berjuang. Penghormatan terakhir diberikan laiknya pahlawan, menimbulkan duka sangat dalam. Kami kehilangan, sesuatu yang tak hanya meruntuhkan psikis paramedis, juga kami masyarakat peduli yang empati.

Untuk hal ini Gubernur Khofifah,  tak ketinggalan menunjukkan empatinya. Seperti dilansir detic.com. 19/5/2020 lalu.


" Doa terbaik dari kami, semoga almarhumah dan janin yang dikandungnya syahid dan diganjar oleh Allah SWT dengan surga. Pun semoga Allah memberikan ketabahan dan keikhlasan bagi keluarga besar yang ditinggalkan," kata Khofifah.

"Almarhumah merupakan salah satu perempuan yang menjadi sosok kartini masa kini di tengah pandemi COVID-19. Jadi mohon jangan sia-siakan pengorbanannya, mari kita ikut menjaga kesehatan kita dengan disiplin mencegah penyebaran COVID-19," pinta Khofifah.

Melihat perjuangan tenaga medis itu, kebangetan rasanya kalau kita enggan ikut berjuang. Nyawa dipertaruhkan untuk kelangsungan hidup kita, masihkah kita menutup mata atas apa yang telah mereka lakukan?

Maka, meskipun lebaran di hadapan, walau mudik membuncahkan kerinduan, marilah kita tahan. Empati pada mereka yang tak bisa merayakan. Yang harus piket demi mewaspadai persebaran Covid-19.

Status paramedis di daerah saya
Status paramedis di daerah saya
"Kami juga ingin lebaran," tutur salah satu diantara perawat dengan suara memelas. 

Satu kemungkinan yang tipis dari perwujudan. Mereka harus piket, tetap waspada. Lebaran di area Puskesmas, atau Rumah Sakit saja.

Mereka berjuang untuk kita, hingga ada yang tumbang pula. Menyaksikan itu semua, tidak tersentuhkah seditkitpun hati kita untuk ikut berjuang? Seperti yang mereka himbaukan. Agar kita turut berjuang. #dirumahsaja.

Masih lebih berat perjuangan mereka bukan?  Ayolah kita dukung mereka dengan taat aturan. Menjadi pejuang. Dengan benteng pertahanan #dirumahsaja. Jangan biarkan mereka menyerah, meski merebak #Indonesiaterserah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun