Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Skandal Besar Trader Singapura, Akankah Menyeret Mafia Migas Indonesia?

19 Mei 2020   16:16 Diperbarui: 19 Mei 2020   16:09 35322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Skandal Besar Trader Singapura, Akankah Menyeret Mafia Migas Indonesia?*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Lagi-lagi virus Corona ikut andil membongkar praktek bisnis kotor ala mafia migas kelas dunia. Kali ini skandal di Hin Leong, trader minyak terbesar di Singapura/Asia dengan 130 armada tankernya. Dari trader inilah ternyata (dulu?) Pertamina/Petral kerap mengimpor minyak.

Gegara harga minyak jatuh, bisnis model Hin Leong jadi terbalik, besar pasak dari tiang. Rugi besar sampai sekitar 800 juta dolar. Dan mereka berupaya menutupinya dengan tidak mencantumkannya dalam laporan keuangannya. Skandal akuntansi lagi.

Seperti dipaparkan Nikkei Asian Review, Bos Hin Leong, Lim Oon Kuin (O.K. Lim) mengakui, "I had given instructions to the finance department to prepare the accounts without showing the losses and told them that I would be responsible if anything went wrong." Nah!

Ulahnya ini bukan cuma bikin kolaps Hin Leong Trading, tapi juga mencoreng reputasi Singapura sebagai negara dagang terpercaya kelas dunia. Dan tentu saja publik ikut mempertanyakan auditornya Deloitte & Touche, apa-apan ini? Padahal firma ini terbilang satu yang terbaik di dunia, auditor kelas butik katanya.

Ketika ditanya oleh Reuters, jubir Deloitte & Touche di Singapura hanya merespon lewat email, katanya, "We stand behind the quality of our work. Our audit was performed with the highest standards of audit and compliance with the information made known to us at the time." Tak ada komentar lebih lanjut, menjaga rahasia klien adalah kewajibannya, begitu pungkasnya. Jawaban klise.

Yah, praktek kosmetik laporan keuangan dengan sedikit kasih bedak tipis-tipis sih memang dimaklumi. Bukan barang baru lah kerjaan seperti itu, bahkan oleh auditor kelas butik sekali pun. Tapi kalau bopengnya segede 800 juta dolar mau ditutupin pakai apa doong??

Ibarat bangkai gajah busuk mau disimpan di dapur apartemen model studio. Ampun deh! Itu para tetangga yang super kepo pastilah udah lapor satpam untuk diperiksa ada apa gerangan? Baunya kok menyengat sekali!

Hin Leong Trading akhirnya toh mendaftarkan diri ke pasal perlindungan kebangkrutan. Eng... ing... eng... otoritas mulai dong periksa-periksa, bongkar-bongkar laci. Banyak yang berdebar-debar kalau sudah begini.

Bagi pemerintah Singapura sendiri, menurut Nikkei Asian Review, skandal ini adalah persoalan besar dan serius lantaran andalan negeri pulau kecil ini hanyalah reputasi, khususnya dalam dunia trading dan finansial. Dan skandal Hin Leong Trading telah merusak keduanya.

Reputasi yang dibangun sejak Lee Kuan Yew memisahkan negara pulau itu dari federasi Malaysia tahun 1965 untuk membangun Singapura sebagai republik independen.

Modal sosialnya adalah integritas dan kejujuran finansial (probity) dalam pengadaan barang dan jasa supaya Singapura bisa jadi pusat keuangan perdagangan komoditi (financial and commodities trading capital) di kawasan Asia Tenggara.

Untuk itu PM Lee Kuan Yew mengupayakan sedemikian rupa supaya Singapura bisa menonjol di antara negara tetangganya (Filipina, Indonesia, Thailand dan Myanmar) yang saat itu masih di bawah pemerintahan berciri diktator sekaligus korup.

Sekarang saat PM Lee Hsien Loong (putra Lee Kuan Yew) sedang mempersiapkan transformasi kepemimpinan generasi keempat, justru terjadi skandal finansial dan trading yang sangat memalukan. Dan ini problem gawat bagi Singapura.

Apa yang menyebabkan malapetaka seperti ini bisa terjadi?

Tentu selain persoalan moral/ akhlak/ etika-bisnis, menurut Prof. Mak Yuen Teen, dari jurusan akuntansi NUS Business School ada persoalan organisasional. "As we see here, they could be huge but yet subject to little checks and balances." Tidak adanya mekanisme kontrol dan penyeimbang dalam manajemen perusahaan.

Tatkala pendiri Hin Leong Trading Group, O.K. Lim bermigrasi dari Fujian Tiongkok ke Singapura tahun 1963 dan memulai bisnis sederhananya sebagai dealer minyak bermodelkan 'one-man-one-truck'. Perlahan O.K. Lim berhasil membangun kerajaan dagangnya, bukan cuma jual-beli minyak, tapi meluas ke pabrik pelumas, distribusi dan tanki timbun sampai ke penyewaan kapal. Singkat cerita, bisnisnya pun terus menggurita, Forbes pun mengestimasi kekayaan bersih (net-worth) O.K.Lim mencapai 1,3 milyar dolar.

Namun problematika klasik dari para pendiri kerajaan bisnis Asia,  ketika sudah jadi sangat besar mereka tidak bisa melepasnya kepada profesional untuk mengoperasikan bisnis dalam rambu-rambu 'good corporate governance'.

Seperti kejatuhan Noble sebelumnya, Hong Leong Trading pun mirip, keduanya masih disetir langsung oleh sang pendiri. "In terms of similarities (between Hin Leong and Noble), it both goes down to dominant founders who continue to operate with little checks and balances as the business grows," begitu pendapat dari Prof. Mak Yuen Teen dari NUS Business School.

Seperti diketahui, dalam tiga tahun terakhir ini, Singapura telah melihat jatuhnya dua nama besar lain di industri trading ini, yaitu Noble Group dan Agritrade. Keduanya juga ditengarai bermain nakal yang mengakibatkan kerugian sampai amat sangat besar bahkan kolaps.

Akibat pandemi Covid-19 telah membuat stagnasi gerak perekonomian. Harga jual minyak di level pedagang besar seperti Hin Leong pun ikut ambruk. Gerak ekonomi yang berhenti secara mendadak telah membuat timbunan minyak Hin Leong mandeg tak terjual. Kapal-kapal tankernya pun mangkrak. Perusahaan merugi besar. Dan malapetaka Hin Leong Trading pun terkuak ke publik.

Neraca yang mencatat utang sekitar 4 milyar dolar tak terjamin oleh aset yang 'cuma' 714 juta dolar. Masalah besar! Saat Hin Leong mendaftarkan diri ke pasal perlindungan kebangkrutan maka gegerlah dunia persilatan.

Para bankir pun kaget. Siapa saja mereka? Kabarnya HSBC masih ada tagihan sekitar 600 juta dolar, DBS kena 290 juta dolar, OCBC 250 juta dolar, dan UOB 140 juta dolar.

Otoritas Singapura pun turun tangan demi meminimalisir petaka akibat skandal ini. Tiga lembaga pemerintahan sekaligus, Enterprise Singapore, the Maritime and Port Authority of Singapore and the Monetary Authority of Singapore.

Mereka mesti otak-atik otak (plus otot) untuk memitigasi dampak kolapsnya Hin Leong.  Dikhawatirkan implikasinya meluas pada dunia trading Singapura yang merupakan 'hub' dari hampir 80% korporasi terbesar dunia di sektor komoditi migas, baja, pertambangan dan agrikultur.

Bagaimana tidak, tahun lalu saja, sektor perdagangan komoditas menyumbang 4,5% PDB Singapura (atau SGD 20,3 milyar) mempekerjakan sekitar 15 ribu karyawan.

Semasa kejayaannya dulu, kabarnya Hin Leong Trading inilah yang jadi bohirnya Petral (perusahaan trading-nya Pertamina sebelum dibubarkan Jokowi). Katanya bermodal dengkul Petral dapat fee dari Hin Leong Trading selama mengimpor (dagang) minyak via mereka.

Juga gara-gara Petral dibubarkan oleh administrasi Jokowi, plus gonjang-ganjingnya harga minyak dunia sejak 2018 membuat Hin Leong Trading merugi terus. Lalu kalah pula dalam future-trading sampai 800 juta dolar. Ditimpa lagi dengan stagnasi gerak ekonomi yang membuat stok minyaknya menyusut sampai 50%, itu pun terpaksa dijual dengan diskon besar supaya ada aliran kas. Kabarnya Cuma dijual 30% dari harga beli, terjungkallah bisnis modelnya.

Beban yang sangat berat memang. Dan itu, disamping soal akhlak, telah membuat Hin Leong Trading akhirnya terjerumus dalam kejahatan akuntansi (accounting fraud) yang telah disinggung di depan tadi.

Dulu di awal tahun 2015, dalam laporan ekonominya, Okezone.com pernah mengatakan, bahwa hubungan Ari Sumarno (Saat menjabat Dirut Petral) dan Daniel Purba, wakilnya yang katanya cukup dikenal di kalangan mafia migas, semua solar impor dibeli dari Hin Leong Ltd.

Daniel kabarnya adalah kolega Hin Leong yang menuntun Ari, melalui Petral, berbisnis dengan pemain minyak terbesar Singapura itu. Disebut juga bahwa, "...dalam menjalankan usahanya, Hin Leong tak mengharamkan pembelian solar selundupan dari Indonesia dengan harga murah, bahkan kerap menaikkan harga Mean of Plats Singapore (MOPS) sehingga merugikan Indonesia." Duh!

Lantaran nama Petral terkait dengan kebangkrutan raksasa sekelas Hin Leong Trading, kita pun jadi bertanya-tanya, selama ini sudah berapa besar duit yang disikat para mafia migas lewat selundupan maupun importasi migas?

Sekarang, tatkala berkas-berkas Hin Leong Trading jadi dibongkar-bongkar oleh otoritas, apakah catatan-catatan tentang aliran barang dan duit haram itu bakal terbongkar pula?

Kita tunggu saja episode berikutnya.

19/05/2020

*Andreas Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia' -- Komunitas Anak Bangsa

Sumber: [1] [2] [3] [4]

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun