Mohon tunggu...
khoirulhuda
khoirulhuda Mohon Tunggu... Guru - Saarreehhh

Senang mengunjungi tempat-tempat bersejarah, kadang kadang giat menulis dan bagian kecil dari warga Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Belajar Menjadi Manusia yang Tahu Diri dari Kisah "Pengakuan Pariyem"

22 Januari 2020   20:24 Diperbarui: 22 Januari 2020   20:52 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengakuan Pariyem - Linus Suryadi AG (dok. pribadi)

Pengakuan Pariyem adalah salah satu karya dari Linus Suryani AG, yang menceritakan tentang pergulatan batin seorang wanita jawa dalam menjalani nasibnya menjadi seorang babu di dalam sebuah ndalem Monarki.

Pariyem sendiri adalah seorang perempuan yang sangat ikhlas menerima nasibnya. Walaupun terkadang di dalam benak hatinya yang paling dalam ia terus bertanya-tanya mengapa ia terlahir menjadi seorang babu dan harus mengabdikan dirinya kepada orang lain.

Pariyem menceritakan tentang siapapun yang dia temui, apapun yang dia lakukan, apapun yang pernah terjadi di dalam kehidupannya.  Bahkan hal yang tidak pernah ia bayangkan juga dengan tulus ia ceritakan.

Pengakuan pariyem adalah sebuah sajak prosa yang menggambarkan bagaimana kondisi batin perempuan berdarah merah yang mengabdi di sebuah monarki biru. Pak Linus dengan baik menceritakan Pariyem begitu sempurnanya, batin yang ada di dalam perempuan perlahan Pak linus ceritakan dengan sebegitu nyatanya.

Kenyataan lahir mengubah persepsi hidupnya, yang semula pariyem adalah babu namun dalam batin yang baru ia adalah seorang putri mantu, namun percampuran warna tidak akan menjadikan pariyem mendapatkan posisi yang seharusnya ia dapatkan. Mengapa? Bagaimana bisa terjadi? jadi begini kisahnya.

Pariyem adalah babu yang mengabdikan dirinya di sebuah ndalem Monarki. Seiring berjalannya waktu Pariyem sadar bahwa hidupnya semakin hari semakin enak. Enak dalam artian ia tidak terlalu memikirkan lelahnya bekerja, ada hal yang menjadikannya lebih dari itu.

Seorang putra den bagus dengan pintar menggaulinya setiap hari ketika rumah sedang sepi. Pariyem adalah seorang babu, ia tidak bisa melakukan apa-apa ketika hal yang enak itu datang kepadanya, hanya merenung diam dan pasrah yang harus ia lakukan. Tapi dalam jiwanya ia sadar bahwa itu dosa, dosa dan tidak boleh dilakukan. 

"Lha, Den Bagus betapa sering dia kumat manjanya wah,wah, kalau sudah begini saya dibikin setengah mati lha, sudah gede kok suka merengek kayak bocah kehilangan bonekanya apalagi kalau saya goda:  "Besok saja ah, besok saja saya sedang capek, kok" tapi saya juga pasang gaya: melepas setagen bergantian kain copot kebaya gantian yang lain"

"Apabila seorang pria naik berahi tingkah lakuya penuh emosi sama dengan binatang piaraanya Otaknya macet Nalarnya buntet Dan perasaanya terbakar"

Pariyem menceritakan dengan baik bagaimana ia dijelajahi oleh Den bagus. Sampai suatu ketika ia menyadari bahwasanya ada seorang thuyul yang tumbuh di dalam perutnya. Saat ia menyadari hal itu, pariyem terus percaya diri. Ia yakin derajatnya akan naik dan ia berharap seperti itu.

Namun seiring berjalannya waktu saat thuyul itu sudah lahir dan tumbuh, akhir dari cerita ini menyajikan bahwa ia harus tetap menjadi babu yang setia. Nasib tidak akan berubah walau darah Den bagus telah mengalir di tubuhnya dan menjadikannya seorang bocah. Walaupun status anak Pariyem diakui sebagai cucu atau bagian dari keluarga monarki. Namun tidak dengan Pariyem, ia harus tetap menjadi babu dan bekerja

Pariyem tidak menyadari bahwa ia terlahir berdarah merah dan Den Bagus berdarah bangsawan biru. Apa jadinya jika darah merah dan biru bersatu? Ungu. Ungu melambangkan warna seorang janda, dan Pariyem tidak menyadari hal itu. nasib pasrah akhirnya yang kembali lagi ia terima, kembali bahagia dengan kenyataan yang harus ia telan serta merta.

Jika dilihat dalam entitas masyarakat klasik, Pariyem bukan seorang warga yang berciri mempunyai identitas dan bisa menentukan pemimpin. Pariyem adalah seorang perempuan jawa yang jauh dari pengakuan, karena pada masa itu babu memang tidak akan sebanding dengan seorang Den Bagus walaupun kisah hamil-menghamili kadang terjadi. Pariyem adalah seorang rakyat yang tidak mempunyai identitas jelas. Tidak bisa memilih pemimpin, dan ia diatur oleh oligarki.

Kehidupan memang begitu, kadang tidak pernah dibayangkan akan sulit dan tidak bisa diterima. Kisah dari pengakuan Pariyem bisa kita adaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum kita terjatuh dalam ketidaksadaran percampuran spektrum warna, kita harus jeli dalam melihat apapun yang terjadi di dalam kehidupan modern.

Satu contoh misal, ketika kamu mencintai orang lain dan dia tidak mencintaimu, satu hal yang harus kamu pandang, mungkin warna darah kalian berbeda. Sebelum kamu terlalu terjebak dalam istilah "jodoh harus diperjuangkan" tetapi hal itu akan menyakitkan jika nyatanya nasib tidak bisa dipaksakan, seperti Pariyem. Jadi pintar-pintarlah kita dalam menyeleksi kehidupan yang terlalu susah ditebak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun