Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidya_ Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Bernyali Mengatakan Tidak pada Narkoba

16 Mei 2019   22:07 Diperbarui: 17 Mei 2019   07:11 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Cinta di Meja Makan dan Ruang Keluarga

Selepas Magrib, Gagah sudah di meja makan bersama ayah, ibu, dan adiknya. Makan malam bersama selalu menyenangkan hatinya. 

Di meja makan mereka leluasa berseloroh, kadang saling meledek, dan bertukar kabar soal apa yang telah mereka lakukan sepanjang hari. Sekilas melintas di benaknya tentang teman-temannya yang mungkin tengah berpesta ganja. Andai ia ke sana, sekarang ia pasti kehilangan momen bahagia bersama keluarganya.

Gagah menyantap makanan dengan lahap. Ayahnya juga makan sangat lahap. Begitu pula dengan ibu dan adiknya. Ia merasa sangat bersyukur karena memiliki keluarga yang hangat dan menghangatkan. 

Sekalipun ayah dan ibunya sibuk, sebab ada saja urusan yang mereka kerjakan dan itu sangat menyita waktu, tetapi ayah dan ibunya tidak pernah abai memperhatikan anak-anaknya. Jika tidak menelepon, pasti mengirim pesan.

Keluarganya bukan keluarga kaya. Biasa saja. Ayahnya tukang permak pakaian yang setiap hari rutin mengitari gang demi gang untuk melayani pelanggan. Ibunya punya kedai soto yang sederhana di depan apotek di jalan utama. Adiknya, Swatantri, baru saja selesai mengikuti Ujian Nasional di sebuah SMA. Ia sendiri baru tahun kedua kuliah di sebuah perguruan tinggi ternama di kotanya.

Ada satu hal yang sangat disukai Gagah di keluarganya. Cinta. Ia ingat teman kuliahnya yang kaya raya, tetapi setiap hari mengeluh karena ruang keluarga di rumahnya kering tanpa kehadiran
cinta. 

Jika sedang disiksa sepi, temannya melarikan diri ke putaw. Temannya memang punya bekal jajan yang lebih dari cukup untuk membeli narkoba. Lagi pula, temannya itu mahir mengarang cerita untuk mengelabui orangtuanya. Temannya itu, Max, punya apa saja yang ia inginkan. Kecuali cinta keluarga.

Ada pula temannya, sebut saja Rus, kelimpungan setiap masa tagihan pembayaran uang kuliah. Akan tetapi, Rus selalu punya uang untuk membeli ganja. Padahal orangtua Rus tidak sekaya orangtua Max. 

Pernah satu ketika motor gede Max hilang ketika dipinjam oleh Rus. Kata Rus, dicuri di parkiran pasar. Max percaya begitu saja. Dua hari kemudian ia sudah mengendarai motor gede baru. Rus sendiri tidak kelihatan merasa bersalah. Tak lama berselang, mereka sudah berpesta "asap haram" di kosan Rus.

Pada mulanya Rus tidak kenal sabu-sabu, ganja, kokain, morfin, apalagi obat-obatan terlarang yang susah dicari. Kemudian Max, yang sudah lebih dulu mengenal narkotika, menawarinya rupa-
rupa pil. Semula Max juga tidak mengenal narkotika. Hingga Max melihat ayah dan ibunya bertengkar sengit hingga barang-barang terbang di udara dan pecah berserakan di lantai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun