Mohon tunggu...
Aluzar Azhar
Aluzar Azhar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuluh Agama Honorer

Berbuat baik kok malu, jadi weh ...

Selanjutnya

Tutup

Money

Baitul Maal dan Baitul Mall

21 Desember 2016   19:07 Diperbarui: 24 Desember 2016   16:31 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang Jangan Parkir; sumber image: https://id.wikipedia.org/wiki/Rambu_parkir, akses: 21/12/2016

Konon di zaman Sahabat Nabi Muhammad SAW, zakat dikelola oleh Negara. Kewajiban zakat ini berlaku juga bagi non-muslim; Negara dan non-muslim saling bargaining position. Justru kepada muslim yang tidak bayar zakat, Negara memerangi mereka. Karena zakat, selain kewajiban beragama, juga kewajiban bernegara. Artinya, operasionalisasi bernegara tidak akan berjalan tanpa zakat.

Badan Negara pengelola zakat itu disebut ‘Baitul Maal’ (rumah harta). Badan ini semacam solisitor, layaknya bank, yakni penghimpun dan penyalur zakat. Tupoksi Baitul Maal seperti solisitor APBN/APBD. Kita masygul dengan istilah ‘bantuan dari Pemerintah’; kita ingatkan menjadi ‘kewajiban dari Pemerintah’. Kemudian ‘bansos’ atau ‘hibah’ dari Pemerintah semacam peruntukan zakat bagi ‘delapan kelompok’ (mustahiqq, yang berhak, lihat QS 9: 60).

Di kita, Indonesia, ada dikotomi bahwa ‘zakat’ itu kewajiban beragama, sedangkan ‘pajak’ kewajiban bernegara. Untunglah, doktrin Islam ‘meringankan’ umatnya bahwa pembayaran zakat setelah pembayaran pajak; bahkan zakat tidak diwajibkan jika benar punya utang dan tanggungan (nafkah) yang tidak terpenuhi seperti kebutuhan makan sehari-hari dengan ukuran minimalis alias tidak makan, malah ia kandidat mustahiqq.

Sungguh banyak amanat dari konstitusi Negara dan dari doktrin agama yang bisa ‘diemban-selesaikan’ oleh pajak dan zakat.

Esai ini sebenarnya kiriman ulangan (reposting), bahkan rewind, dengan maksud usulan/imbauan kepada yang berwenang agar zakat dikelola oleh Negara. Mengapa? Karena zakat memang kewajiban beragama dan umat beragama tentu care dengan keberlangsungan negaranya alias hubbul wathan (cinta Negara), apalagi atas nama Sila Pertama yang mendasari keempat Sila lainnya.

Tesis kini: pajak dikelola Negara, zakat dikelola Baznas (Negara) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat, swasta). Studi kasus, misalnya: di UUD 1945 Pasal 34 ayat 1, tidak dibedakan ‘fakir’ dengan ‘miskin’, sedangkan di QS 9: 60 dibedakan, jelas akan beda penanganannya; contoh: koruptor itu ‘fakir’ (patah arang), maka sita asetnya oleh Negara, beri zakat! Kemudian kasus aplikasi semangat reformasi (transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas): mana cash-flow pajak atau apakah hanya amil (1/8) yang reguler per bulan mendapat zakat, bagaimana dengan yang 7/8 mustahiqq lainnya?


Versi saya, mestinya cash-flow Nol Rupiah (Rp 0,-) ketika amil zakat mendapat hak per bulannya karena ini berarti telah dibagikan kepada hak 7/8 lainnya. Hitungan sederhananya, jika per bulan Baznas/LAZ mendapat Rp 8 juta, maka yang 8/8 mendapat Rp 1 jt, sehingga laporan di akhir bulan adalah Rp 0,-. Jika ada istilah ‘organisasi’ Baznas/LAZ harus selalu ada ‘dana segar’ itulah risiko amil alias diambil dari jatah/hak amil. Nanti, pengelola Baitul Maal ini diangkat jadi PNS atau honorer.

Kepada amil zakat, jangan khawatir jika 7/8 berbohong sebagai mustahiqq, selain mendapat dosa karena berbohong, juga mendapat sanksi pidana dari Negara; amil sekadar solisitor (penghimpun & penyalur zakat dari muzakki). Titik!

Mengapa saya reposting dan rewind materi esai ini? Serius, cobalah blusukan (jangan nunggu ‘bola’) dan self-question: mengapa BPR/Kosipa semakin menggurita dan rentenir semakin menggila?

Baitul Mall

Nah, ini lagi ‘mall’ yang semakin trendy. Di dalamnya, saya yakini—sebenarnya—seperti Baitul Maal juga. Karena ada pajak, ada CSR (Corporate Social Responsibility, baca: zakat), bahkan bansos/hibah seperti voucher gratis atau door-prize.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun