Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

4 Alasan Mengapa Perilaku Agresi Pasif Tumbuh Subur Saat Kita Online

4 November 2015   10:08 Diperbarui: 23 Agustus 2017   10:35 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahwa smartphone menghubungkan pengguna aktifnya selama 24 jam penuh adalah fakta yang terlihat sederhana hari ini. Tidak peduli apakah anda seorang anak, remaja, dewasa atau bahkan manula, jika anda menggunakan smartphone secara aktif (online), otomatis telpon pintar tersebut akan selalu memberitahu anda bahwa anda terikat dan melekat dengan siapapun di dunia. Beberapa ahli psikologi komunikasi menyebut komunikasi online sebagai komunikasi round the clock, semacam komunikasi tanpa putus sepanjang waktu. Komunikasi ini mengakibatkan berkurangnya perilaku empatik manusia seperti tatapan mata, mendengarkan nada suara, jabat tangan, dan mengatakan apa yang mereka pikirkan dan inginkan secara langsung satu sama lain.

Kliping Kompas: Surat Edaran Polisi
Kliping Kompas: Surat Edaran Polisi
Hari ini ramai diberitakan bahwa polisi tidak akan segan lagi menindak penebar kebencian di media sosial. Yang disebut ujaran kebencian disini adalah segala statement dalam media sosial yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Baca lengkap di sini . Saya tidak akan melanjutkan perdebatan tentang fakta aturan tersebut, melainkan melihat mengapa seseorang cenderung memilih untuk melampiaskan kemarahan, kebencian dan emosi negatif lainnya menggunakan media internet. Apakah hal tersebut dalam perspektif psikologi dapat dikategorikan sebagai salah satu perilaku abnormal?

Apa yang terjadi jika semakin hari kita memiliki media dan ruang untuk sejenak bersembunyi ketika kita berkomunikasi? Anda bisa saja tidak langsung membalas pesan yang masuk di ponsel anda. Meluangkan waktu untuk tertawa, menertawai, berpikir, menyiapkan kata-kata siasat yang paling tepat, atau bahkan meminta pendapat teman sebelum menjawab. Inilah faktanya, dengan smartphone kita bebas menciptakan ruang dan waktu untuk menunda atau bahkan membatalkan interaksi yang tengah berjalan. Mudah bukan?

Fakta bahwa kita bisa menciptakan ruang dan waktu dalam komunikasi internet memberikan kesempatan pada kita untuk mengembangkan agresi pasif atau (Passive Aggressive Behavior). Secara definitif perilaku agresif pasif merupakan cara yang disengaja dan bertopeng dalam mengungkapkan perasaan marah yang terselubung (Long, Long dan Whitson, 2009). Artinya, setiapkali kita melakukan hal yang kita niatkan untuk menyakiti orang lain namun secara tidak langsung, inilah perilaku agresi pasif. Seorang dengan agresi pasif sengaja menyembunyikan permusuhan dengan orang yang tidak dia sukai dengan cara yang pasif. Biasanya perilaku ini dimunculkan untuk menolak pekerjaan dan tuntutan sosial. Selanjutnya Long, Long dan Whitson (2009) memilih kata “The Angry Smile” sebagai judul buku mereka untuk mewakili ungkapan paling dekat dengan perilaku agresi pasif.

Perilaku agresi pasif biasanya keluar dalam hubungan berjenjang, yaitu hubungan dimana ada satu pihak yang memiliki otoritas/wewenang dan pihak lain menjalankan perintah. Tujuan umum dari perilaku ini adalah untuk menggagalkan keinginan orang lain dan membuat orang lain marah. Kemarahan ini paling sering diarahkan pada bos, teman kos-kosan, pasangan, orang tua, guru, atau siapa saja yang memiliki kekuasaan atau wewenang.

Mengapa internet memperbesar potensi kita untuk melakukan agresi pasif? Berikut adalah 4 alasan mengapa kemarahan dan permusuhan keluar secara terselubung dalam budaya komunikasi round the clock:

1. Afirmasi kosong atau menunda pekerjaan

Seringkali kita lebih memilih untuk menunda pekerjaan atau menolak sesuatu dengan meng”iya”kannya. Tujuannya adalah jelas, untuk membuat seseorang yang memberikan perintah marah namun tidak dapat langsung mengungkapkan kemarahannya.

Sebagai contoh, kita akan dengan gampang menjawab “ok/iya” setiap kali seseorang mengajak kita untuk bergabung pada sebuah acara secara online. Padahal sebenarnya kita tidak menyukai bahkan jijik dengan acara tersebut. Tidak jarang fecebooker memberikan jempol justru hanya untuk menunjukkan ketidaksetujuan teradap hal tersebut. Atau dengan gampang kita mengataakan “siap” saat diperintah bos, guru, dosen atau orangtua, namun dengan sengaja kita menunda, bahkan tidak melaksanakan tugas. Saat ditanya bagaimana pekerjaan kita, kita dengan gampang mengatakan “maaf saya lupa”.

Perilaku sengaja menunda atau bahkan tidak melakukan pekerjaan tersebut merupakan bentuk perilaku agresi pasif yang paling sering ditemui disekitar kita. Tujuan utamanya adalah membuat seseorang merasa marah, benci dan kecewa namun tidak bisa mengungkapkannya karena kita punya alasan untuk menahan amarah tersebut.

2. Grup sebagai komunitas dan benteng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun