[caption id="attachment_274757" align="aligncenter" width="558" caption="Growing up too soon? @The Sydney Morning Herald"][/caption]
Kasus video mesum beberapa anak-anak SMPN 4 Jakarta Pusat yang terjadi bulan yang lalu (13/9/2013), hanyalah satu dari sekian banyak kasus yang sama yang muncul di media massa. Bahkan cukup banyak juga anak-anak SD yang diberitakan melakukan perbuatan-perbuatan yang sama.
Kasus-kasus yang sangat mengkhawatirkan ini pun menimbulkan pertanyaan, mengapa anak-anak?
Dari hasil penelusuran dan penelaahan, saya menemukan bahwa selain disebabkan oleh faktor pendidikan dan pengawasan orangtua dan sekolah yang kurang baik, salah satu faktor penyebabnya yang signifikan adalah masa puber seksualitas yang terjadi lebih awal (Precocious Puberty), yang tidak diimbangi atau diikuti dengan kematangan psikologis.
Oleh karena itu mereka rentan melakukan perbuatan yang bersifat mesum dan menjadi korban predator seksual atau pengidap pedofilia.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, masa puber adalah masa transisi perubahan fisik anak-anak menjadi dewasa secara seksual dan sekaligus sebagai masa transisi perubahan psikologis, yang umumnya terjadi dalam rentang usia 9-17 tahun.
Saya tidak menemukan adanya penelitian mengenai hal ini di Indonesia, namun kita bisa memperoleh gambarannya dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan di Eropa dan Amerika terhadap ribuan anak-anak (laki-laki dan perempuan).
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa mereka memasuki masa puber secara rata-rata lebih cepat sekitar dua tahun dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu, dan sekitar lima tahun lebih cepat berdasarkan penelitian yang dilakukan di Australia.
Fakta ini kembali menimbulkan pertanyaan, apa penyebabnya?
Sampai saat ini faktor-faktor penyebabnya belum diketahui sepenuhnya, masih dibutuhkan penelitian-penelitian yang lebih mendalam. Namun, berdasarkan hasil dari berbagai penelitian, secara garis besar terdapat tiga faktor yang saling mempengaruhi, yaitu faktor sosial, nutrisi dan zat kontaminan.
Faktor Sosial
- Anak-anak yang berasal dari keluarga yang bermasalah (broken home), anak-anak ini akan "memberontak", kondisi yang memaksa dirinya mengeksplorasi dirinya sendiri tanpa bimbingan orangtua.
- Lingkungan sosial atau keluarga yang permisif terhadap hal-hal yang bersifat seksual, seperti aktivitas seksual orang tua yang kurang hati-hati atau terlalu terbuka, dan membiarkan anak-anaknya bergaul dengan bebas terutama dengan lawan jenisnya.
- Media massa (tv, majalah, internet, dll.) yang mengekspos seksualitas (ciuman, pelukan, dst). Media tersebut akan memicu keluarnya hormon seksual anak-anak yang melihat adegan seksual, dengan mekanisme yang analog dengan mekanisme keluarnya ludah saat melihat makanan yang terlihat lezat.