Anggota Sub Komisi Mediasi Komnas HAM, Roichatul Aswidah, turut menyampaikan pandangannya sebagai ahli dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam sidang judicial review tiga pasal kesusilaan KUHP, Kamis (22/09) lalu di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Dalam paparannya, Roichatul menggarisbawahi pentingnya menghormati hak-hak privat seseorang.
Salah satu bagian dari hak-hak privat yang dimaksud adalah aktivitas seksual seseorang. “Hal ini berlaku bagi perilaku seksual dari seseorang dalam ranah privat atau konsumsi pornografi dalam ranah privat,” ujarnya.
Karena itu Roichatul memperingatkan agar negara tidak melakukan intervensi apa pun terhadapnya.
“Regulasi yang mengatur perilaku seksual dalam hal ini harus secara hati-hati. Apabila tidak, maka kemudian dapat merupakan sebuah intervensi yang sewenang-wenang atas hak privasi,” ujarnya lagi.
Pandangan ini mendapat kecaman dari Nurul Hidayati, Sekjen Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia. Menurutnya, pornografi tidak bisa dibilang sebagai hak pribadi, meski dilakukan di ruang privat.
“Kejahatan seksual yang marak akhir-akhir ini adalah akibat maraknya pornografi. Jika kita telusuri, rata-rata pelakunya mengkonsumsi pornografi,” ungkapnya.
“Apa jadinya bangsa ini kalau rakyatnya banyak kecanduan pornografi? Orang baik-baik pun dengan mudah bisa berubah menjadi predator seksual jika mereka kecanduan pornografi,” tandas Nurul lagi.
Karena membahayakan masyarakat, maka Nurul menganggap bahwa pornografi itu tidak boleh dibiarkan, dan tidak boleh dianggap sebagai hak privat seseorang.
“Pornografi menimbulkan banyak masalah, merugikan orang lain. Karena itu, jangan dipandang sebagai hak privat, dong!” pungkasnya.