Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sikap Positif #2 : Ketika Jodoh Belum Menjemput

10 Oktober 2015   06:10 Diperbarui: 10 Oktober 2015   06:10 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Layaknya hidup sebagai manusia pada umumnya, kita membutuhkan sosok pendamping yang kelak akan menjadi pasangan hidup kita. Pasangan yang menjadi suami atau istri kita di kemudian hari. Adakalanya kita menemukan sosok pendamping tersebut tanpa suatu kesengajaan dan tanpa niatan awal untuk mendapatkan calon pendamping. Misalnya ketika kita tengah bekerja di suatu tempat atau ketika tengah bepergian di daerah-daerah tertentu kita bersua dengan lawan jenis yang menarik hati kita lalu berlanjut dalam perkenalan, perbincangan, dan hubungan yang semakin akrab dari waktu ke waktu. Hubungan ini makin lama semakin dekat hingga terjalinlah komitmen bersama dalam hubungan yang lebih serius seperti pernikahan. Sedangkan pada situasi lain dimana kita memang dengan sengaja memiliki niatan untuk mendapatkan calon pendamping hidup seperti misalnya minta dicarikan oleh keluarga, kerabat, atau sahabat untuk mendapatkan calon yang diharapkan. Atau bisa juga dengan mengikuti suatu komunitas tertentu seperti biro jodoh atau sejenisnya. Pada intinya, banyak cara yang bisa ditempuh sebagai media perantara untuk mendapatkan pasangan hidup sesuai kriteria yang kita inginkan.

[caption caption="Ilustrasi Pasangan Hidup"][/caption]

Dalam realitas yang terjadi terkait dengan masa pencarian pasangan hidup ini ternyata tidak selalu sama dengan harapan setiap orang. Kita yang misalnya berharap sudah bisa mendapatkan calon pendamping hidup sejak masa-masa menempuh studi seperti ketika duduk di bangku SMA atau ketika tengah mencari ilmu di Perguruan Tinggi seringkali harus menghadapi kenyataan bahwa harapan tersebut tidak terlaksanaa. Entah karena tidak menemukan sosok-sosok yang sesuai kriteria kita atau mungkin juga karena pribadi yang menarik hati kita tersebut tidak memiliki perasaan yang sama dengan apa yang kita rasakan. Tidak menutup kemungkinan bahwa banyak diantara kita yang berpikiran pada masa-masa pendidikan seperti ketika sekolah atau kuliah adalah masa yang khusus untuk menempuh studi dan meraih ilmu sebanyak-banyaknya, sedangkan untuk urusan jodoh atau mencari pasangan hidup biarlah nanti saja setelah sudah mapan secara finansial dan memiliki pekerjaan yang baik. Ketika kita sukses maka dengan otomatis jodoh akan datang dengan sendirinya. Seperti itu kira-kira yang ada dalam benak sebagian orang.

Banyak hal yang menjadi penyebab seseorang belum mendapatkan pasangan hidup meski usianya tergolong matang, memiliki hidup yang baik (pekerjaan dan penghasilan yang baik), dan bisa dikatakan cukup layak untuk segera mengakhiri masa lajang. Alasan belum ketemu jodoh yang pas mungkin sering dijadikan terkait kondisi yang dialami oleh seseorang. Beberapa orang dekat kerap mendorong kita untuk segera menemukan pasangan hidup sedangkan dalam diri kita tidak jarang terjadi konflik batin terkait hal ini. Di satu sisi ada keinginan untuk segera menikah karena merasa sudah mampu dalam arti sudah matang secara pemikiran, usia, ataupun perekonomian. Namun di sisi lain ada kenyataan bahwa kita harus menikah dengan siapa? Pacar belum punya, teman lawan jenis yang sesuai kriteria sudah banyak yang memiliki pasangannya masing-masing. Tentu tidak sembarang lawan jenis yang hendak kita pilih untuk menjadi pasangan hidup mengingat bahwa kehidupan pernikahan adalah kehidupan yang diupayakan akan bertahan selama-lamanya. Jikalau kita asal menikah dengan orang lain tanpa dilandasi perasaan saling percaya dikhawatirkan kehidupan pernikahan tersebut akan penuh dengan konflik dan masalah. Sangat wajar kiranya ketika kita menginginkan pribadi-pribadi terbaik (menurut kita) untuk menjadi pasangan hidup dan menjadi suami atau istri kita di kemudian hari.

Diantara kita yang terkategori pribadi layak menikah karena faktor usia, kematangan, pubersitas, dan lain sebagainya tentu memiliki keinginan untuk mendapatkan pasangan terbaik sesuai kriteria masing-masing orang. Banyak upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal itu. Ada sebagian dari kita yang beruntung mendapatkan pasangan tanpa harus bersusah payah mencarinya. Namun banyak juga diantara kita yang harus menghadapi kenyataan bahwa belum ada pribadi-pribadi yang sesuai untuk menjadi pendamping hidup kita. Ketika situasi seperti ini masih terjadi beberapa kali saja mungkin dalam benak kita masih mampu menahan diri atau bersabar menghadapi kenyataan tersebut. Seiring waktu dimana ada tuntutan dalam diri terkait usia yang sudah semakin bertambah, dorongan biologis yang makin kuat, atau permintaan dari pihak keluarga untuk segera menikah semakin gencar maka akan timbul rasa tidak nyaman dalam hati ketika jodoh yang kita harapkan tidak kunjung datang. Kegagalan dalam hubungan yang sudah terjadi, peluang mendapatkan pasangan hidup yang tidak sebesar dulu karena sudah terjebak dalam kesibukan pekerjaan, dan harus dihadapkan pada kenyataan pada masa kini sudah banyak insan-insan yang memadu kasih semenjak masa sekolah sehingga “populasi” mereka yang berstatus single dan memiliki kriteria sesuai keinginan kita menjadi lebih sedikit ditemukan. Jikalau kita adalah sosok yang sangat pemalu terutama ketika berkomunikasi dengan lawan jenis secara langsung maka hal itu akan menjadi beban mental tambahan terkait situasi yang kita alami. Jika demikian halnya yang terjadi, maka sikap kita dalam menghadapi situasi ini berpotensi menjadi apatis. Kita mungkin akan cenderung menjadi orang yang cuek terhadap realitas bahwa dalam usia yang seperti sekarang (baca : dewasa) ini masih belum mendapatkan pasangan hidup.

Sikap positif seharusnya tetap kita miliki tatkala dihadapkan pada kondisi demikian, yaitu ketika jodoh yang kita harapkan tak jua hadir di kehidupan kita. Sikap positif untuk tetap menjaga asa dalam hati akan hadirnya sosok indah pendamping hidup dan keyakinan penuh kepada Sang Maha Cinta akan dianugerahkannya sosok indah tersebut kepada kita suatu hari nanti. Seperti yang disampaikan oleh Mario Teguh, bahwa untuk mendapatkan pribadi-pribadi terbaik untuk menjadi pasangan hidup kita maka kita terlebih dahulu harus memantaskan diri kita untuk menjadi manusia yang baik juga. Karena mereka dengan kepribadian terbaik hanya layak untuk insan-insan berlawanan jenis dengan kepribadian terbaik pula. Hukum aksi sama dengan reaksi tidak hanya berlaku dalam dunia fisika atau matematis saja, akan tetapi hukum aksi sama dengan reaksi juga berlaku dalam kehidupan kita, apapun wujudnya. Keyakinan kita, sikap positif kita dalam memandang kehadiran sosok-sosok pendamping hidup akan menentukan seberapa lama kita akan berada dalam kesendirian. Apakah kita akan segera bertemu dengan pribadi impian tersebut atau masih harus menunggu lagi kehadiran mereka untuk menghiasai hari-hari yang kita jalani.

Harapan akan segera hadirnya laki-laki atau perempuan yang di suatu hari nanti menjadi suami atau istri kita merupakan sebuah harapan yang mulia. Menikah adalah ibadah yang kita lakukan sebagai penyempurna agama kita. Menikah dapat menghindarkan kita dari perbuatan-perbuatan asusila dan bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan. Menikah itu juga membuka pintu-pintu rezeki. Singkat kata, menikah adalah sesuatu yang bernilai positif dan mampu memberikan dampak positif juga terhadap kehidupan setiap orang yang menjalankannya dalam niatan yang baik dan tulus. Menikah melibatkan dua insan berbeda jenis yang dilandasi oleh rasa saling percaya, sehingga untuk mewujudkan hal tersebut kita perlu menemukan pribadi yang memiliki “frekuensi” yang sama dengan diri kita. Disinilah tantangan utamanya, yaitu menemukan pribadi-pribadi yang tepat. Keyakinan kita harus tetap terjaga bahwa suatu saat kita akan dipertemukan oleh Sang Maha Cinta dengan pribadi-pribadi terbaik untuk menjadi pasangan hidup kita selamanya. Kuncinya, yaitu dengan tetap memiliki prasangka baik terhadap Pencipta kita, menjadikan diri sebagi pribadi terbaik, dan senantiasa berdoa agar dianugerahkan insan terbaik sebagai bidadari yang melengkapi kehidupan kita. Ippo Santosa menuliskan dalam bukunya, 7 Keajaiban Rezeki, bahwa pasangan kita adalah salah satu sayap bidadari selain orang tua kita. Dengannya kita akan mampu terbang menggapai impian tertinggi kita, bersamanya kita bisa menghabiskan hari-hari yang penuh dengan keceriaan. Namun untuk itu semua kita harus tetap bertahan tatkala ia tak kunjung datang sebagai jodoh kita. Ketika setiap pribadi yang datang silih berganti dalam kehidupan kita dan belum ada yang menjadi pasangan hidup kita, yakinlah bahwa dia yang terbaik sedang menunggu disana. Disuatu tempat yang Sang Maha Cinta muliakan. Dia menunggu kita menjemputnya dengan kebaikan diri kita, keindahan sikap kita. So, tetaplah bersikap positif.

Get married!      

Ditulis oleh : Agil S Habib

Sumber gambar : http://tukangteori.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun