Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pandemi Covid-19 di Indonesia Berakhir April 2020, dengan Syarat...

20 Maret 2020   08:11 Diperbarui: 20 Maret 2020   11:12 18881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah yang Dilakukan Indonesia
Kita tentu tidak bisa berharap pandemi ini berakhir dengan sendirinya tanpa kita melakukan upaya apapun. Kita harus melakukan sesuatu untuk menanggulangi pandemi ini. 

Paling tidak gambaran dari sesuatu yang harus dilakukan itu telah dicontohkan oleh Korsel. Kita bisa mengadopsinya atau membuat yang lebih baik dari "versi" itu. Mari kita tengok sejenak perihal langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menangani wabah ini.

Terkait uji tes virus corona kepada masyarakat, sudah berapa banyak pengujian itu dilakukan? Per 16 Maret 2020 lalu baru sekitar 1.138 orang "saja" yang sudah dites corona. Terhitung sejak 2 Maret 2020 saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pasien pertama yang positif coronavirus di Indonesia. 

Bandingkan dengan Korsel yang sudah mampu melakukan pengujian terhadap 15.000 warganya hanya pada satu hari saja. Mungkin keterbatasan alat merupakan salah satu kendala yang membatasi tes corona dilakukan dalam jumlah besar ke warga Indonesia. 

Biarpun alat tes dari China diberitakan sudah masuk mulai kemarin (19/03), hal itu sebenarnya bisa dibilang terlambat. Mengapa tidak dipersiapkan sejak jauh-jauh hari ketika pandemi ini belum masuk ke Indonesia? Barangkali ada yang beranggapan buat apa punya alat tes kalau tidak ada yang terinfeksi? 

Logikanya terbaik. Bagaimana akan tahu yang terinfeksi kalau alat tesnya saja terbatas? Tapi nasi sudah menjadi bubur. Percuma menggerutu terhadap kesalahan masa lalu. 

Pemerintah harus membayar waktu yang terbuang guna menangani virus ini. Gerak cepat. Kerja cepat. Jangan hanya saat membangun infrastruktur saja cepat, tetapi menangani pandemi virus mematikan malah justru sebaliknya.

Sedangkan mengenai transparansi, pemerintah sejauh ini masih dianggap menutupi beberapa hal yang seharusnya diketahui publik. Entah apa itu. 

Kesigapan untuk mencegah persebaran semakin meluas harus benar-benar dilakukan secara masif dan kreatif. Seperti halnya Korsel yang menginformasikan lokasi GPS untuk orang-orang yang teridentifikasi terpapar virus corona. 

Mungkin pemerintah harus memberdayakan teknologi dan turut melibatkan masyarakat secara proaktif menginformasikan situasi terkait coronavirus di dekat tempat tinggalnya. 

Sekarang bukan saatnya lagi saling menahan informasi satu sama lain. Kita mesti transparan untuk mengetuk kewaspadaan orang lain sehingga tidak mendekat terhadap lokasi-lokasi yang ditengarai sebagai sumber virus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun