Mohon tunggu...
Adelia Firda Fransisca
Adelia Firda Fransisca Mohon Tunggu... Perawat - Mahasiswa Keperawatan Universitas Airlangga

Hai semuaaaaa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fatherless, Pentingnya Kehadiran Sosok Ayah dalam Keluarga

17 Mei 2024   00:10 Diperbarui: 17 Mei 2024   00:17 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wardah Roudhotina S.Psi, M.Psi dalam webinar Airlangga Safe Space mengatakan fatherless yang dikenal juga sebagai father hunger, merupakan situasi dimana peran kehadiran sosok ayah dalam proses pengasuhan anak yang dinilai minin atau bahkan tidak ada sama sekali, tidak hanya secara fisik namun secara psikologis.(Arista, 2023)

Fenomena fatherless di Indonesia kembali menjadi perbincangan hangat ketika Indonesia ditetapkan sebagai negara ketiga dengan tingkat fatherless tertinggi di dunia. Namun hal ini masih belum terbukti kebenarannya, sebab tidak ada hasil riset terbaru terkait tingkat fatherless di Indonesia sendiri. Fenomena fatherless di Indonesia menyebabkan tidak semua anak mendapatkan kehangatan dari seorang ayah. Fenomena ini disebabkan oleh banyak faktor, yaitu perceraian, permasalahan internal pada orang tua, kematian ayah, atau ayah yang bekerja di luar daerah tempat tinggal. (Zarkasyi & Badri, 2023)

Keterlibatan peran sosok ayah dalam perkembangan dan pola asuh anak sangat penting. Peran ayah sebagai penyedia fasilitas, pelindung, membantu dalam pengambilan keputusan, membimbing anak dan keluarga, serta mendampingi ibu dalam pola pengasuhan anak. 

Apabila dilihat lebih lanjut dari perspektif anak dengan pengalaman fatherless, fenomena fatherless ini sendiri tidak jauh dari pengaruh budaya patriarki yang sangat kental di Indonesia. 

Patriarki sendiri didefinisikan sebagai sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuatasan utama serta mendominasi dalam sebuah tatanan keluarga. 

Maka dari itu beberapa orang berpendapat bahwa fenomena fatherless merupakan dampak atau efek dari adanya sistem patriarki yang sangat kental di budaya Indonesia, terlebih di daerah dengan tingkat pendidikan rendah ataupun daerah terpencil yang mendefinisikan peran ayah hanya sebagai pemberi nafkah berupa materi saja, sebagian besar dari mereka menganggap tanggung jawab perkembangan sosial dan psikologi anak ada pada ibu. 


Dampak dari fenomena ini, yaitu anak dengan minimnya kehadiran sosok figur ayah umumnya akan mengalami permasalahan psikologis hingga perilaku. Sebagai contohnya, kepercayaan diri rendah, kebingungan, dan kemampuan pengambilan keputusan yang rendah. Hal ini akan semakin diperburuk apabila anak telah kehilangan sosok ayah sejak usia dini.

Secara lebih lanjut, Psikolog bernama Wardah Roudhotina juga telah memberikan tips untuk mengatasi hilangnya sosok peran ayah. Dengan ketidakhadiran ayah dalam keluarga secara fisik, hal yang dapat dilakukan oleh ibu kepada anak adalah dengan cara mengenalkan konsep keluarga selain ayah, ibu, dan anak. Selanjutnya, melibatkan keluarga atau orang terdekat sebagai pengganti sosok ayah, menciptakan lingkungan positif, serta pola asuh yang tepat.

Anak yang tidak mendapatkan kehadiran peran seorang sosok ayah secara psikologis dapat diawali dengan membangun koneksi dengan diri sendiri, selain itu anak dapat dilatih untuk memperkuat hubungan dengan anggota keluarga lain dan mencari sumber pendukung lainnya.

Kehadiran peran sosok ayah sangat penting bagi perkembangan fisik maupun psikologis bagi anak, anak yang tidak memiliki cukup perhatian dari seorang sosok ayah akan cenderung memiliki sifat dan sikap yang kurang baik dibandingkan dengan anak dengan perhatian cukup. 

Tidak ada yang dapat disalahkan dari fenomena fatherless ini, banyak faktor predisposisi yang mendukung terbentuknya fenomena ini, dibutuhkan perhatian lebih dari berbagai hal yang terkait, tidak terkecuali faktor lingkungan budaya masyarakat sekitar yang masih menganut sistem patriaki sehingga membentuk pribadi laki-laki lebih dominan dan berkuasa atas perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun