Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kontroversi Film Banda atas Jejak Sejarah Indonesia

4 Agustus 2017   11:11 Diperbarui: 6 Agustus 2017   12:25 5220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada masa lalu yang terlupa karena matinya sejarah bangsa dihadapan generasi-generasi masa depan Indonesia. Sebuah tempat dinamakan Banda Naira yang kaya akan pemikiran, kepedihan, semangat, dan ironi yang justru harus menjadi cermin untuk hari ini.

Kolonialisme bermula di Pulau Banda. Perbudakan pertama terhadap bangsa Indonesia yang katanya zamrud khatulistiwa justru didasari atas sejarah jalur rempah. Bahkan, konflik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) pun pernah terjadi disini. Itulah benang merah yang saling terkait antara kepulauan Banda dan jalur rempah yang cukup berpengaruh bagi peradaban dunia.

Kisah tentang kepulauan Banda yang dahulu berjaya karena pala (Myristica Fragans) menjadi tema yang diangkat ke dalam bentuk film dokumenter produksi LifeLike Pictures. Dengan tajuk "Banda, The Dark Forgotten Trail", film ini menceritakan kembali sejarah Kepulauan Banda dan pala yang hampir terlupakan. Tak ketinggalan, terselip sederet kisah tentang sejumlah pahlawan bangsa yang pernah diasingkan ke Banda pada masa penjajahan. Kehadiran film ini diharapkan mampu membangkitkan kembali semangat kebangsaan dan persatuan bangsa Indonesia yang mulai bergejolak.

Film Banda juga menjadi film panjang pertama karya Jay Subiakto. Sutradara yang nyentrik ini mencoba berinovasi dari kebiasaan lama memproduksi video klip, kini berhasil membuat film dokumenter yang mampu menggugah jiwa bagi siapa saja yang menontonnya. Keterlibatan Jay menduduki kursi sutradara dalam film ini bermula dari adanya tawaran Sheila Timothy sebagai produser film yang juga berhasil menembus jaringan bioskop di Indonesia untuk memasarkan film dokumenter ini.

Ide awal dari film ini memang berasal dari produsernya sendiri. Suatu hari, ia bersama sang suami pergi ke pameran tentang jalur rempah dan mendapat fakta jika jalur rempah tersebut menjadi cikal bakal dari jalur sutra. Tercetus ide bahwa sejarah penting yang masih gelap ini tidak begitu banyak diketahui oleh orang-orang Indonesia. Ia pun mulai mempersiapkan film ini sejak tahun lalu hingga bisa dinikmati tahun ini.

Korelasi cerita yang ditulis Irfan Ramli dalam film ini amat mengesankan. Dari naskah hasil riset yang dikembangkannya, Irfan berusaha menegaskan hubungan antara masa lampau dengan persoalan-persoalan kekinian. Masa lalu dan masa kini dari pulau Banda terdeskripsi dengan jelajah representatif yang nasionalis.

Cerita tentang Banda itu sendiri tervisualkan oleh berbagai sudut pandang para narasumber yang bercerita dalam film ini. Sebut saja Usman Thalib sebagai sejarahwan, pemilik perkebunan pala, petani pala, hingga persepsi khalayak umum.

Tuturan sejarah panjang tentang Banda yang begitu tertumpuk, terlupa, dan tertinggal begitu saja di mata bangsa Indonesia mampu disampaikan tanpa terbengkalai. Alur pun berlangsung dinamis dengan dukungan grafis yang memberi impresi historis. Didukung pula dengan narasi yang dibacakan oleh Reza Rahardian untuk memberi penekanan tegas.

Opening scene dibuka dengan gumpalan awan dan establish shot yang menawan. Banyak simbol yang bermakna menghiasi visual film yang memanjakan mata yang digarap oleh sinematografer Ipung Rachmat Syaiful. Penata kamera lain seperti Davy Linggar, Oscar Motuloh, dan Dodon Ramadhan juga berhasil membuat imajinasi penonton seolah hidup pada masa-masa sejarah itu. 

Untuk sebuah film non cerita (dokumenter) yang mana juru kamera bekerja sendiri, maka pengambilan sudut pandang kamera menjadi tanggung jawab yang sangat besar bagi juru kamera. Dalam konteks ini, pengalaman dan  pengetahuan akan suatu permasalahan yang didukung imajinasi visual dari Juru Kamera akan sangat mempengaruhi pengambilan sudut padang kamera yang didominasi pada teknik top level.

Tidak hanya faktor alam Banda Naira yang divisualisasikan dengan baik. Faktor fisik pun juga diperhatikan karena dalam film Banda, juru kamera harus mengambil visual apa adanya dengan memanfaatkan teknik change focus seperti ruangan yang berantakan, puing-puing rumah yang terbakar, warna yang natural, dan semua situasi yang tidak mungkin dirubah atau diperindah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun