Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Menggugat Pararaton] Ken Arok Bukan Pembunuh Tunggul Ametung

13 Juli 2019   22:20 Diperbarui: 14 Juli 2019   02:16 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.akarasa.com 

SEJAK pemerintahan Mapanji Jayabaya hingga Kertajaya, Tumapel merupakan bawahan Kadiri. Menurut para ahli sejarah, Tumapel waktu itu hanya berupa wilayah keakuwuan yang setingkat dengan Kecamatan. Sehingga kedudukan Tunggul Ametung tidak setingkat bupati atau raja yang selama ini dipahami masyarakat awam sejarah.

Merunut  sejarahnya, semula Tunggul Ametung merupakan panglima perang Kadiri yang berhasil menundukkan Kerajaan Parwa. Karena prestasinya itu, Kertajaya mengangkat Tunggul Ametung sebagai akuwu di Tumapel. Dari sini bisa dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa Mpu Parwa dan Ken Dedes putrinya yang dikisahkan di dalam Serat Pararaton sekadar sebagai tokoh simbolik. Di mana Mpu Parwa adalah kerajaan yang ditundukkan Tunggul Ametung. Sementara, Ken Dedes adalah hasil prestasi Tunggul Ametung yang mengantarkannya menjadi akuwu di Tumapel.

Sesudah sekian lama menjadi akuwu di Tumapel, Tunggul Ametung membangun benteng yang mengelilingi pusat pemerintahannya. Melihat fakta tgersebut, Kertajaya mencurigai bahwa Tungguhl Ametung akan melakukan kudeta terhadap kekuasaannya. Sebab itu, Kertajaya memerintahan Kebo Hijo untuk membunuh Tunggul Ametung. Sesudah berhasil, Kebo Hijo ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Mengacu pada analisa di muka, maka teori Ki J. Padmapuspito bahwa  Kebo Hijo adalah pembunuh Tunggul Ametung yang dicurigai oleh Kertajaya akan melakukan kudeta terhadap Kadiri lebih logis ketimbang teori Nugroho Noto Susanto yang berpedoman pada Serat Pararaton. 

Bila dikaitkan dengan praktik makar para pendeta Hindu dan Buddha terhadap Kadiri, maka hasrat Tunggul Ametung untuk melakukan makar terhadap Kertajaya sangat logis. Mengingat Kertajaya adalah raja yang sombong, sehingga tidak mendapatkan simpati dari para pendeta Hindu dan Buddha. Terlebih ketika para pendeta  itu diperintahkan untuk menyembah Kertajaya yang mengaku sebagai Bhatara Siwa. 

Apa yang telah dipaparkan di muka sekadar sebagai pendukung teori Ki J. Padmapuspito yang lebih logis ketimbang teori Nugroho Noto Susanto. Di mana ditandaskan bahwa teori Padmapuspito menyebutkan bahwa pembunuh Tunggul Amectung adalah Kebo Hijo. Bukan Ken Arok (Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi), raja pertama Tumapel sesudah berhasil merebut kekuasaan Kadiri dari tvangan Kertjaya pada tahun 1222. [Sri Wintala Achmad]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun