Entah bagaimana cara penjual burung menentukan usia anak burung Kutilang itu, saya mendapat informasi dari penjualnya si Dara 1 bulan (adiknya) dan Deri (kakaknya) 1,5 bulan. Deri meskipun ukuran dan bentuknya mirip adiknya lebih agresif, sedangkan Dara sangat jinak.
Jika menghampiri kandangnya Dara mendekat dan membuka mulutnya (paruhnya) lebar-lebar minta disuapin makanan. Sedangkan kakaknya (Deri) sedikit berontak dan keras kepala, ia lebih senang terbang ke sana ke mari dalam sangkarnya.
Meskipun agresif, Deri tak pernah menyakiti atau melukai adiknya. Jika malam datang, mereka berdekatan, tidur berdampingan dan memasukkan kepalanya ke dalam sayap masing-masing pasangannya supaya hangat.
Sepasang burung itu telah seminggu menginap di rumah kami menemani Beo dan Murai Batu (di kandang masing-masing). Meskipun baru seminggu, mereka sudah saling mengenal dan tidak terlihat stres atau terganggu karena masing-masing mengeluarkan kicauannya.
Pada hari Minggu lalu, selesai membersihkan dan mengisi perbekalan untuk kedua Kutilang itu saya lupa menutup pintu sangkarnya. Saya baru tahu ketika terbangun dari tidur siang, menjelang pukul (16.00) langsung ke teras belakang ingin melihat kondisi mereka semua. Ternyata..? Oh my God... ternyata pintu sangkar Kutilang posisinya terbuka dan salah satunya (Deri) telah minggat meninggalkan adiknya yang masih bergelantungan di luar sangkar dengan polosnya.
Dara bukannya tidak bisa terbang, ia bisa terbang ke sana kemari dalam sangkarnya, tapi saya tidak tahu kenapa saat itu Dara hanya bertengger di atap sangkarnya? Terlalu indahkah sangkar itu buat Dara? Tidak juga, karena sangkar itu hanya terbuat dari kawat dan papan, tidak ada apa-apanya.
Tanpa pikir panjang, Dara saya tangkap dan memasukkan kembali dan saya turunkan sangkarnya. Terdengar kicauan Dara menjerit-jerit memanggil kakaknya.
Saat bersamaan dari celah-celah pepohonan di belakang rumah terdengar jawaban kakaknya. Entah apa yang mereka sampaikan tapi saya punya firasat bahwa si Deri pasti tak akan jauh-jauh melarikan diri, ia tak sampai hati meninggalkan adiknya yang masih lucu itu.
Benar, setelah maghrib, sekitar pukul 18.30 si Deri datang. Ia mendekati adiknya. Mereka bertukar kode alam dan memberi pesan. Saya mendekat, dia tak lari. Lebih dekat lagi ia tak terbang. Satu meter lagi mendekat pelan-pelan dia diam saja.
Kedua tangan terbuka lebar-lebar untuk menangkap Deri. Dia enjoy saja. No Problem kelihatannya hingga hanya tinggal meraupnya saja. Hhhaaaaaaaaaaappp....
Bleshhhh, si Deri secepat kilat tertangkap tangan saya. Tapi yang tertangkap hanya ekornya hingga terlepas beberapa helai bulunya. Ia terlepas dan terbang dalam kegelapan yang mulai turun hujan di malam itu. Dari kejauhan si Deri berkicau terus menerus hingga menjelang tengah malam.