Mohon tunggu...
Edi Abdullah
Edi Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Bekerja Sebagai Widyaiswara Pada Lembaga Administrasi Negara RI

RIWAYAT PEKERJAAN.\r\n1. DOSEN PADA UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR TAHUN 2008-2011.\r\n2.DOSEN PADA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR. TAHUN 2008.\r\n3. DOSEN PADA STIH COKROAMINOTO TAHUN 2009-2012.\r\n4. DOSEN PADA STMIK DIPANEGARA TAHUN 2009-2012.DENGAN NOMOR INDUK DOSEN NASIONA(.NIDN ) 09101182O1. \r\n6.BEKERJA SEBAGAI ADVOKAT PADA TAHUN 2008-2011.\r\n7. BEKERJA SEBAGAI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI PKP2A II LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI. SEJAK TAHUN 2011-SEKARANG\r\n.\r\nPENGAMAT KEBIJAKAN PUBLIK,HUKUM, POLITIK LAN MAKASSAR, WIDYAISWARA BIDAnG HUKUM LAN MAKASSAR\r\n\r\nKARYA ILMIAH ;BUKU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA,merobek demokrasi\r\nFROM PINRANG TO MAKASSAR\r\n\r\

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Strategi Pencegahan Korupsi melalui Instrumen Anti Korupsi Kabinet Jokowi-JK

25 Oktober 2014   21:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:45 9157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BABI

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Korupsi di Indonesia sudah menjadi permasalahan mendasar bahkan telah mengakar sedemikian dalam sehingga sulit untuk diberantas. Hal ini terlihat semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin meluas. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui denganUndang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Korupsi tidak saja terjadi pada lingkungan pemerintahan dan pengusaha bahkan telah merambah sampai lembaga perwakilan rakyat dan lembaga peradilan.

Berdasarkan hasil penelitian Transparency International, ditemukan adanya keterkaitan antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan/ kriminalitas. Ketika korupsi meningkat, angka kejahatan yang terjadi meningkat pula (Global Corruption Report, 2005). Sebaliknya ketika korupsi berhasil dikurangi, kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum bertambah. Kepercayaan yang membaik dan dukungan masyarakat membuat penegakan hukum menjadi efektif. Penegakan hukum yang efektif dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi. Jadi kita bisa katakan bahwa dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain.

Idealnya, kejahatan berkurang karena kesadaran masyarakatnya sendiri, inilah yang disebut dengan Marginal Detterence (Lopa, 2001). Kondisi ini bisa terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat memadai. Memiliki kesadaran hukum yang dalam artian seseorang menyadari bahwa perbuatan yang ia lakukan dapat berakibat hukum bagi orang lain dan masyarakat luas. Dalam konteks yang demikian tidaklah berlebihan apa yang dikemukakan Soerjono Soekanto bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana prasarana, juga tergantung pada kesadaran hukum masyarakat. Kesejahteraan yang memadai dalam artian bahwa kejahatan tidak lagi timbul karena faktor kesulitan ekonomi.

Salah satu cara yang paling jitu supaya rakyat dapat hidup sejahtera adalah melalui penanggulangan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Rakyat harus mengubah cara berpikir dan merumuskan kembali siapa sebenarnya musuh rakyat. Koruptorlah musuh rakyat yang sesungguhnya. Jika koruptor ditangkap dan hartanya disita untuk negara maka kemungkinan besar masalah kemiskinan dapat teratasi. Kemudian masalah-masalah lain bisa dipecahkan satu per satu. Pemberantasan korupsi bisa menjadi awal penyelesaian krisis di Indonesia.

Kita (rakyat) perlu belajar mengenali korupsi. Salah satu sebab mengapa korupsi sukar diberantas karena baik pemerintah maupun anggota masyarakat kurang memahami dan mengenali secara baik, jenis-jenis korupsi yang sering terjadi dalam masyarakat dan pemerintahan. Jangan sampai kita berteriak “berantas korupsi” tapi tidak sadar bahwa kita sendiri sebetulnya sering melakukan korupsi, ibarat maling teriak maling.

Hak dan kewajiban kita di dalam hukum terutama yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi perlu diketahui dan dipahami. Kalau kita tahu aturan mainnya (proses hukum), kita tidak

mudah dibohongi oleh oknum-oknum yang terlibat korupsi, sebaliknya kita bisa melakukan pengawasan (kontrol sosial) dan berperan serta secara aktif menanggulangi maupun mencegah korupsi.

Berkaitan dengan gratifikasi dan suap, dalam praktek sehari-hari tidak jarang kita jumpai pegawai negeri/ pejabat/ penyelenggara negara/ pelayan bangsa yang berharap menerima hadiah dari pelayanan yang mereka berikan. Terkadang pelayanan baru diberikan bila ada uang pelicin atau uang jasa. Jangan harap pelayanan publik akan lancar bila tidak menyerahkan uang pelicin (Vincentia Hanny S, Kompas, 1 September 2005).

Menyikapi hal itu, seorang Plato (427 SM – 347 SM) mempunyai gagasan “para pelayan bangsa harus memberikan pelayanan mereka tanpa menerima hadiah-hadiah. Mereka yang membangkang harus, kalau terbukti bersalah, dibunuh tanpa upacara”.

Ada benarnya gagasan Plato itu, tidak sepantasnya pegawai negeri/ pejabat menerima hadiah dari pelayanan yang mereka berikanSegera lapor bila anda menerima gratifikasi, agar tidak dianggap melakukan tindak pidana suap. Ingat, pemberi dan penerima suap diancam dengan pidana!Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberantasan korupsi terbentuk dari tiga unsur pembentuk, yaitu pencegahan (antikorupsi/ preventif), penindakan (penanggulangan/ kontra korupsi/ represif) dan peran serta masyarakat.

Rumus:

Pemberantasan korupsi = pencegahan + penindakan + peran masyarakat

Berdasarkan hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia. Predikat negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10 dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Pada tahun 2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia. Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan PERC, yaitu India (8,9) dan Vietnam (8,67). Thailand, Malaysia dan China berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya, negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan.Rentang skor dari nol sampai 10, di mana skor nol adalah mewakili posisi terbaik, sedangkan skor 10 merupakan posisi skor terburuk. Ini merupakan survei tahunan yang dilakukan oleh PERC untuk menilai kecenderungan korupsi di Asia dari tahun ke tahun.

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya banyak dalam mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, di mana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal, ada juga

Korupsi di Indonesia sudah menjadi permasalahan mendasar bahkan telah mengakar sedemikian dalam sehingga sulit untuk diberantas. Hal ini terlihat semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin meluas. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui denganUndang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Korupsi tidak saja terjadi pada lingkungan pemerintahan dan pengusaha bahkan telah merambah sampai lembaga perwakilan rakyat dan lembaga peradilan.

Penanganan TPK Berdasarkan Jenis Perkara

Updated 31 Agustus 2014PenyuapanPengadaan Barang/JasaPenyalahgunaan

Ada 11 kasus Penyuapan. Per 31 Agustus 2014, KPK melakukan penanganan korupsi yang sebagiannya dari jenis perkara penyuapan yaitu sebesar 9 kasus, korupsi pengadaan barang/jasa sebanyak 10 kasus, TPPU sebanyak 4 kasus, pungutan sebanyak 4 kasus, perijinan sebanyak 4 kasus, penyalahgunaan anggaran sebanyak 2 kasus, dan merintangi proses KPK 2 kasus.

Tabulasi Data Penanganan Korupsi (oleh KPK) Berdasarkan Jenis Perkara Tahun2004-2014
(per 31 Agustus 2014)

Jabatan

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun