Mohon tunggu...
Della Anna
Della Anna Mohon Tunggu... Blogger,Photographer,Kolumnis -

Indonesia tanah air beta. Domisili Belanda. Blogger,Photographer, Kolumnis. Berbagi dalam bentuk tulisan dan foto.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kelahi dengan Tetangga? Gak Perlu!

21 Juni 2017   18:15 Diperbarui: 22 Juni 2017   06:17 1936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

''He, lo punya anjing gonggong terus pagi, siang, malam, empet kita, gak bisa istirahat!''

''Ya, lo juga, kalau cuci bak sampah jangan di depan rumah orang, bau kotoran sampah lo bikin muntah gak bisa makan!''

Nah, inilah kelahi dua tetangga dekat rumah saya. Orang lain bangun tidur pagi hari minum kopi atau teh sambil baca koran. Nah, kedua tetangga kami membuka pagi yang cerah dengan suara saling memaki.

Pernahkah anda juga menyaksikan bagaimana kelahi tetangga Anda? Atau Anda sendiri pernah mengalami situasi seperti ini. 

Saya berbagi kisah, menurut penyelidikan kasus kelahi para tetangga di Belanda tiap tahunnya naik terus, tahun 2012 saja tercatat sampai 10.000 kasus. Nah, sekarang 2017, entah sudah mencapai berapa statistiknya. Pokoknya tiap tahun meningkat terus. Topik perkelahian antar tetangga sangat variasi; dari ribut soal cuci bak sampah, soal bangun pagar rumah, tanaman, hewan peliharaan rumah, soal anak-anak sampai kasus perselingkuhan. 

Bahkan Nasional Ombudsman Alex Brenninkmeijer membuat laporan tingkat perkelahian antara tetangga dengan aneka kasusnya setiap tahun demikian tajam meningkatnya sampai kepada gedung pemerintahan seperti wali kota dan kepolisian. Dan yang paling ramai adalah sampai tingkat pengadilan.

Bahkan saya lihat, sampai program televisi melihat bahwa sudah saatnya mereka menampilkan kasus kelahi tetangga ini yang lengkap dengan pelerainya yaitu tingkat pengadilan untuk televisi. Agar kita para penonton atau para tetangga bisa mendapat masukan, bagaimana rugi dan untungnya berkelahi dengan tetangga. Oleh karena bukan hanya menguras energi saja, tetapi juga finansial. Sebab, kalau sampai ke tingkat pengadilan maka yang kalah dalam pertikaian harus membayar biaya perkara dan juga mematuhi peraturan yang ditetapkan sebagai salah satu cara yang adil, seperti pagar yang dibangun tidak memenuhi persyaratan harus dibongkar dan sebagainya.

Bukan itu saja, malah sampai instansi pelerai kelahi digelar untuk menolong mereka yang terjerumus karena perkelahian. Beberapa selebritas melihat acara perkelahian ini sebagai ide bagus untuk membuat program seperti mempertemukan kembali kedua orang yang sedang berseteru dengan memakai acara makan bersama, atau pertemuan yang akrab. Jadi memang perkelahian antar tetangga ternyata bisa memberi inspirasi acara televisi atau buka usaha untuk melerai pertikaian. 

Di Belanda, kehidupan antara tetangga itu bukan seperti di Indonesia yang lebih ke arah kontak sosial yang bermusyawarah dengan mufakat. Kehidupan pada masyarakat Eropa itu lebih individuil, dengan kata lain, kita mencoba untuk tidak merugikan kenyamanan kehidupan orang lain. Kita harus menghormati kenyamanan orang lain, tingkat toleransi harus tinggi dalam hal apa saja. 

Terjadi pemahaman yang keliru, misalnya acap terjadi bagi penduduk yang baru saja datang dari negara lain dengan kultur yang berbeda. Maka kekeliruan ini akan sampai ke tingkat instansi yang memiliki perumahan. Bahkan sampai ke tingkat wali kota dan paling tinggi sampai ke tingkat pengadilan untuk menyatukan pandangan hidup yang berbeda. Dan itu memang makan waktu. Terkadang pemahaman diikuti dengan berpindahnya salah satu tetangga ke tempat yang lain. Bila tetangga yang pindah itu adalah tetangga yang tidak bisa menerima suasana kehidupan masyarakat Eropa, maka di mana pun ia akan pindah selalu akan bertemu dengan masalah yang sama. 

Ketentuan Tidak Tertulis dan Tertulis
Agar hidup kita harmonis antar tetangga, memang di samping kita menggunakan ketentuan tertulis, juga memahami ketentuan tidak tertulis. Seperti salah contoh tetangga satu jalan ke seberang dekat rumah saya sedang membuat pagar rumah di depan pekarangannya. Menurut ketentuan tertulis pemerintah kota setempat, maka pagar di depan rumah tidak boleh tinggi dari 1 meter. Penghuninya ingin membuat pagar lebih dari 1 meter? Maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan izin, pertama kepada instansi perumahan, kedua kepada pemerintah kota setempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun