Mohon tunggu...
Zyqsal Muhammad Qadran. S
Zyqsal Muhammad Qadran. S Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa FISIP UHAMKA (Broadcasting)

Mahasiswa FISIP UHAMKA (Broadcasting)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Asking for Help is The First Step to Save Your Life

24 Januari 2021   19:46 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:58 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2020 merupakan tahun dimana para remaja mulai mempertanyakan tentang mental illness. Karena di sosial media yang sering digunakan oleh para remaja yaitu tiktok dan instagram mulai banyak yang membagikan cerita tentang perasaan mereka yang merupakan tanda-tanda dari gangguan mental illness dan hal itu membuat mereka mendiagnosis dirinya sendiri tanpa berkonsultasi dengan ahlinya. Jadi sebenarnya mental illness itu apa sih?

Mental illness adalah penyakit-penyakit gangguan kejiwaan yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini membuat si penderita sulit untuk mengontrol prilaku yang dilakukannya. Sebagian besar gangguan kesehatan mental terjadi pada masa remaja yang berusia 17 sampai 20an.

Kita kan sudah tahu nih apa itu mental illness, nah sekarang apa sih faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya mental illness? Karena kalau mental illness tidak cepat diatasi dapat membahayakan seseorang yaitu dapat menyebabkan bunuh diri. Faktor-faktor terjadinya mental illness sebenarnya banyak sekali, bisa karena stres, depresi, mengalami banyak tekanan terhadap mental mulai dari lingkungan keluarga, teman, ataupun pacar, kurang mendapatkan perhatian atau kasih sayang, hingga mengalami trauma karena masa lalu,

Disini saya ingin berbagi kisah tentang mental illness yang dialami oleh pacar saya. Yang saya inisialkan namanya menjadi RS. Dari kecil, si RS memang dikenal sebagai orang yang pendiam dan sulit untuk bersosialisasi dengan orang-orang baru. Disamping itu ia sangat dikekang oleh orang tuanya dengan alasan agar tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Hal itu membuat dirinya merasa terkekang dan tidak berani untuk menceritakan apa yang ia rasakan kepada orang lain khususnya orang tuanya sendiri. Sejak RS mengenal saya, ia mulai berani untuk menceritakan hal-hal yang dipendam sejak kecil, mulai dari cerita tentang masalah keluarga, masalah pertemanan, masalah di perkuliahan, dan lain-lain.

Secara teori, RS mengekspresikan dirinya secara asertif. Karena menurut Rini (2001) asertif merupakan suata kemampuan pada diri seseorang untuk menahan apa yang ia inginkan, rasakan dan pikirkan kepada orang lain demi menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Selain itu, orang yang bersikap asertif selalu melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain tanpa banyak bertanya dan tanpa memikirkan mana yang terbaik untuk dirinya sendiri.

Saya sering memperhatikan sikap RS seperti sering bengong dengan pandangan yang banyak pikiran, tiba-tiba nangis sendiri, mood swing, tidak bisa mengendalikan diri sendiri, sering takut tanpa ada alasan, sering overthinking, hingga menyakiti diri sendiri kalau ada masalah. Jadi saya sebagai orang terdekatnya, saya berusaha untuk menenangkan dan menyemangatinya agar ia tidak merasa sendirian. Ia juga merasakan apa yang saya perhatikan dari dirinya dan ia merasa dirinya mengalami depresi serta ia sering mengeluh kepada saya tentang ia sudah capek untuk menjalani kehidupannya. Hal itu mendorong saya untuk mengatasi apa yang ia rasakan tanpa harus berkonsultasi ke psikolog.

Saya cerita tentang RS ke mama saya dan mama saya menyarakan agar saya mengajak RS untuk berkonsultasi ke psikolog, karena menurut mama saya keluhan-keluhan yang dialami RS sudah harus cepat diatasi oleh ahlinya. Tapi saya membantah apa yang disarankan oleh mama saya karena saya merasa yakin untuk bisa mengatasi keluhan-keluhan yang dirasakan RS tanpa harus ada campur tangan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, saya merasa tidak ada perubahan didiri RS walaupun setiap harinya sudah saya beri motivasi, perhatian, dan semangat pada dirinya. Saat saya sedang main ke rumahnya, RS cerita kepada saya bahwa ia baru saja berkonsultasi dengan psikolog melalui aplikasi pelayanan kesehatan dan ia menangis karna didiagnosa mengalami mental illness yaitu major stress. Selain itu, RS juga bercerita bahwa ia disarankan oleh psikolog untuk berani menceritakan tentang apa yang ia rasakan ke orang tuanya dan tidak boleh terlalu memikirkan hal-hal yang tidak penting. Hal itu membuat saya berfikir untuk membantu RS melakukan apa yang disarankan oleh psikolog itu.

Dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat penting terhadap kesehatan mental anak, orang tua juga harus mengajarkan kepada anaknya untuk terbuka kepada orang tua. Selain itu jika ada seseorang yang mengalami keluhan-keluhan yang sama dengan RS harus cepat ditangani oleh ahlinya agar orang tersebut tidak mendiagnosis dirinya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun