"Maafkan Solihin, Bu. Saya bukan anak yang berbakti, justru malah membuat Ibu menderita dan tersiksa lahir batin," isak Solihin sambil mencium kedua kaki Bu Maryam. Pemandangan yang sangat mengharukan karena pertemuan anak dan ibu.
Rina hanya diam, tidak  sanggup melihat adegan yang sangat menyedihkan itu. Beberapa kali tangannya terlihat mengusap kedua matanya.
"Ibu sudah tua, Hin. Ibu hanya ingin kamu dan adikmu menjadi anak yang salih dan salihah. Hanya itu permintaan Ibu pada kalian. Ibu tidak pernah menuntut apa-apa. Apa uang yang kauberikan pada Ibu selama ini juga merupakan hasil kerjamu yang haram ini?"
Solihin diam membisu karena tidak kuasa untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Betul begitu, Hin?"
Solihin mengangguk pelan.
"Astagfirullah! Jadi selama ini Ibumu kau beri rezeki dari barang haram? Edan kowe ki, Hin!"
"Maafkan Solihin, Bu. Solihin telah tergoda materi yang menyilaukan."
"Ibu lebih senang jika kamu bekerja semampumu, mendapatkan  rezeki yang halal meski hanya  sedikit. Ini lebih menenteramkan hidupmu, Hin, daripada hasilnya banyak, tetapi menantang bahaya dan maut. Kamu harus taubat."
Waktu yang diberikan untuk menjenguk telah habis. Petugas memberikan isyarat bahwa pertemuan harus segera diakhiri. Rina dan Bu Maryam pun pamit pada Solihin. Keduanya kembali harus mengurai air mata.
***