Semua kebijakan dan eksekusinya pada akhirnya bermuara kepada orang-orang yang berkuasa di lini bagian bawah. Mulai dari Ketua RT/RW, Lurah, Camat, Bupati/Walikota, hingga Gubernur.
Mahasiswa, sebagai kontrol sosial sebaiknya lebih peka terhadap beberapa permasalahan yang sedang terjadi di dekatnya.
Jika mahasiswa UI melakukan demo di depan istana kepresidenan, hal ini terlihat wajar. Kenapa? Ini terkait soal tempat. Namun, akan terlihat konyol ketika mahasiswa dari kampus yang ada di kota lain tiba-tiba ikutan demo di depan istana. Sedangkan, agenda demonstrasi saat itu hanya sekadar untuk memperingati lamanya rezim berkuasa.
Berbeda halnya saat demo tahun 1998, ketika itu suasana di berbagai daerah di Indonesia sudah tidak lagi kondusif. Oleh karenanya, mahasiswa dari berbagai kota pun berbondong-bondong pergi ke pusat Ibukota. Sebab, di situlah letak permasalahan utamanya (Soeharto berkuasa terlalu lama), di situlah kanker kekuasaan itu bercokol. Serta harus dicabut hingga ke akarnya. Sayangnya, hanya batangnya saja yang mampu ditebang.
Kini, zaman telah berubah. Saya rasa demonstrasi tak akan mampu lagi menggoyahkan kekuasaan. Tidakkah beberapa mahasiswa itu berpikir seperti ini?
Jika pun ingin melakukan demonstrasi, lebih baik untuk bisa mengangkat hal-hal yang konkret. Khususnya di daerah.
Tidakkah para intelejensia itu sadar bahwa ada yang tidak beres dengan kota ini (Banjarmasin)?
Banjarmasin, Kota Seribu Sungai
Tidak perlu muluk-muluk tentang permasalahan di Kalsel pada umumnya. Lihatlah Banjarmasin, kota itu dulu berjuluk "Seribu Sungai", julukan tersebut mulai terkikis substansinya.Â
Mungkin di masa depan hanya akan menjadi kata legenda untuk anak cucu kita kelak, dan mereka akan bertanya kepada ayahnya, "mana sungainya?"
Fungsi sungai di Banjarmasin tidak sepenuhnya berjalan. Pembangunan yang terfokus kepada infrastruktur di darat, kini mengabaikan sungai. Kenyataannya, sungai di Banjarmasin oleh pemerintah kotanya hanya diperlakukan sebagai objek wisata belaka.
10 tahun yang lalu, saya mendambakan sungai di Banjarmasin bisa seperti sungai di Venezuela. Terjaga, asri, dan berfungsi. Ternyata itu cuma mimpi. Saya sadar para pejabat kota lebih sibuk membangun di darat ketimbang di sungai. Dinas terkait sepertinya hanya sibuk mengurusi yang ada di darat saja.