Manusia hidup di era perkembangan pesat khususnya di bidang pengetahuan, teknologi maupun mesin. Perkembangan yang sangat pesat tersebut memberikan dampak terhadap kehidupan manusia baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan diantaranya yaitu kemudahan dalam mengakses informasi maupun komunikasi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, serta otomatisasi industri. Di sisi lain dampak negatif mulai bermunculan seperti masalah sosial dan kesehatan mental, masalah lingkungan, serta ketergantungan. Dampak negatif yang muncul tersebut menjadi permasalahan penting untuk diselesaikan yang tentunya melibatkan sumber daya manusia yang profesional. Dalam rangka mencetak quality human resources yang siap mengambil andil dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, salah satu peran vital di dalamnya adalah pendidikan.
Pendidikan sebagai lembaga formal senantiasa mempersiapkan diri untuk bermetamorfosa dalam rangka mentransformasikan peserta didik menjadi generasi yang siap berkontribusi  dan siap hadapi tantangan abad 21 dengan segala bentuk problematikanya. Pendidikan yang dilaksanakan merupakan upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alenia IV yang berbunyi "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial". Pendidikan yang diselenggarakan selain sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia juga memiliki tujuan sebagaimana tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 mengenai Sistem Pendidikan Nasional menguraikan tujuan dari Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.  Tujuan ini menjadi tolok ukur keberhasilan dan berkualitasnya sebuah pendidikan yang nantinya akan mentransformasikan peserta didik menjadi generasi emas (golden generation). Agar peserta didik mampu survive serta berkontribusi dalam kompleksitas abad 21, diperlukan pembekalan berupa pendekatan STEM.
Merrill (dalam Brow et al., 2011) menguraikan STEM merupakan metodologi tingkat sekolah di mana pendidik, sains, teknologi, teknik, dan matematika mengajarkan metode komprehensif secara dinamis dalam memproses setiap materi. Honey et al., (2014) menguraikan empat aspek STEM yaitu: a) sains berkaitan dengan alam yang didalamnya terdapat kajian kimia, fisika, biologi pada penerapan konsep, prinsip, dan fakta, b) teknologi terdiri dari seluruh nilai, sistem, pengetahuan serta perangkat untuk mengoperasikan, c) teknik berkaitan dengan tubuh dari sebuah pengetahuan mengenai desain karya manusia atau produk kreasi serta proses memecahkan suatu permasalahan yang bersifat sederhana dan kompleks, d) matematika berkaitan dengan studi mengenai relasi dan pola yang memiliki arti antara besaran, bilangan, dan ruang. Dari pernyataan tersebut menegaskan bahwa STEM merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang mengkolaborasikan 4 aspek yaitu sains, teknologi, mesin dan matematika yang saling bersinggungan yang berguna untuk mengkaji dan memberikan solusi nyata terhadap suatu permasalahan.
STEM sebagai pendekatan pembelajaran tidak mampu berjalan sendiri, perlu adanya integrasi agar hasil pembelajaran mampu mencapai tujuan. Integrasi ini diperlukan mengingat perkembangan yang pesat sehingga diperlukan adanya pendekatan yang mampu mengoptimalkan potensi peserta didik baik dari segi sains, matematika, teknologi maupun mesin. Penerapan STEM sebagaimana terangkum pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 terdapat empat elemen penting yang saling bersinggungan yaitu STEM, problem based learning, critical thinking skills dan scaffolding. Masing-masing elemen tersebut memiliki peran penting yaitu, a) STEM sebagai pendekatan pembelajaran  berperan dalam memberikan panduan umum dan strategis bagi guru untuk mengelola proses belajar mengajar secara efektif, b) problem based learning sebagai salah satu model pembelajaran berperan sebagai struktur yang lebih terperinci untuk mengimplementasikan pendekatan STEM, c) scaffolding berperan sebagai strategi bantuan belajar yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik pada tahap awal untuk membantu peserta didik mencapai kemandirian dalam belajar, d) critical thinking skill merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, menafsirkan informasi secara objektif dan rasional untuk membuat keputusan yang tepat dan menemukan solusi yang efektif.
Secara keseluruhan dari Gambar 1 diuraikan bahwa STEM merupakan pendekatan pembelajaran yang secara efektif dapat menggunakan salah satu model pembelajaran yaitu problem based learning. Pada dasarnya ada beragam model pembelajaran yang bisa digunakan yang diintegrasikan dengan pendekatan STEM. Model pembelajaran problem based learning dipilih karena model pembelajaran ini berbasis penyelidikan yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong, memproses, dan memecahkan suatu permasalahan sehingga dapat melatih peserta didik terbiasa dengan sebuah tantangan sehingga memunculkan jiwa problem solvier. Penerapan model problem based learning dalam penerapannya dilakukan dengan memvisualisasikan permasalahan realita yang diusung dalam kegiatan pembelajaran. Melalui pendekatan dan model tersebut akan memunculkan keterampilan salah satunya yaitu kemampuan menyelesaikan masalah dengan kemampuan utamanya critical thinking skills. Keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan pola pikir seseorang yang diperoleh dari berbagai tindakan bertujuan memberikan keputusan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Keterampilan ini menjadi tolok ukur pada kemampuan seseorang bersikap dan menyikapi kondisi. Kemampuan ini memiliki andil besar, akan tumbuh dalam dirinya rasa peka terhadap suatu persoalan atau permasalahan dilingkungan dan memiliki inisiatif untuk turut menyelesaikan persoalan tersebut. Proses tersebut dapat diperkuat dengan strategi scaffolding atau bantuan belajar bertahap untuk memastikan setiap peserta didik mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk berhasil.
Luaran atau capaian yang diharapkan dengan adanya pembelajaran berbasis pendekatan STEM dengan model pembelajaran problem based learning, diharapkan peserta didik tidak hanya sebatas menyelesaikan masalah secara kajian teori saja melainkan bisa sampai pada tahap mencipta (menghasilkan produk) sebagai buah dari keterampilan berpikir kritis dan scaffolding yang tentunya disesuaikan dengan tingkatan pendidikan. Â Produk yang dimaksud berupa prototype yang mencakup tangible product atau intangible product. Prototype berupa tangible product dimana prototype ini dibuat dari material nyata yang bisa dilihat dan dirasakan keberadaannya, sedangkan intangible product dimana prototype ini berupa model atau rancangan produk yang dibuat dalam bentuk digital maupun manual yang tidak memiliki wujud fisik.
Melihat peran penting pendekatan STEM yang diintegrasikan dengan model pembelajaran problem based learning dalam menumbuh kembangkan keterampilan berpikir kritis, maka sudah seharusnya diterapkan di satuan pendidikan agar mampu memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pembelajaran dan pendidikan bermutu guna menyongsong Indonesia maju.
Daftar Pustaka
Brow, R., Brown, J., Reardon, K., & Merrill, C. (2011). Understanding STEM: Current Perceptions. Jurnal Technology and Engineering Teacher, March, 5--10.
Honey, M., Pearson, G., & Schweingruber, H. (2014). STEM Integration in K-12 Education: Status , Prospects , and an Agenda for Research Engineering; National Research Council (C. on I. S. E. N. A. of E. N. R. Council (ed.)).