Setelah buku ini selesai dan aku sempat baca ulang lagi, aku jadi mikir, ternyata aku bisa juga ya nulis cerita dari nol sampai jadi satu buku utuh. Dulu aku kira cuma orang-orang yang udah profesional aja yang bisa. Tapi ternyata, semua orang juga bisa, asal berani mulai. Kadang yang susah itu bukan idenya, tapi niat dan konsistensi buat nyelesainnya.
Aku juga jadi sadar, menulis itu bukan cuma soal kemampuan menuangkan cerita, tapi juga soal mental. Gimana kita harus tetap nulis meski capek, meski males, meski ngerasa "kayaknya jelek deh tulisan aku." Tapi justru dari proses itu, aku belajar buat lebih percaya sama diriku sendiri. Bahwa karya yang bagus itu bukan yang langsung sempurna dari awal, tapi yang dikerjain sampai selesai.
Setelah Kinanthi, aku jadi punya mimpi buat nulis buku-buku lain. Entah itu novel, cerita pendek, atau mungkin kumpulan tulisan reflektif. Tapi sekarang aku nggak buru-buru. Aku pengen ngasih waktu yang cukup buat tiap cerita tumbuh. Karena sekarang aku tahu, nggak ada cerita yang sia-sia. Sekecil apapun tulisan kita, kalau itu lahir dari hati, pasti punya arti.
Buat teman-teman yang juga lagi nulis atau punya keinginan bikin buku, coba deh mulai aja dulu. Nggak usah mikirin langsung bagus atau langsung panjang. Kadang cerita yang pendek tapi tulus bisa lebih berkesan daripada yang panjang tapi kosong. Nulis itu perjalanan dan setiap langkahnya patut dihargai.
Dan terakhir, makasih banyak buat semua orang yang udah baca, dukung, atau sekadar dengerin aku cerita soal Kinanthi. Ini bukan akhir, tapi awal dari langkah-langkah kecil berikutnya. Semoga kalian juga bisa nemuin cerita kalian sendiri dan berani buat nulisnya!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI