Mohon tunggu...
Zulfakriza Z.
Zulfakriza Z. Mohon Tunggu... Dosen - Dosen yang senang ngopi tanpa gula dan tanpa rokok

Belajar berbagi lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pre ISEDM 2017: Memahami Potensi Bahaya dan Risiko Gempa Bumi di Pulau Jawa

20 November 2017   06:09 Diperbarui: 20 November 2017   07:34 1942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulau Jawa merupakan kawasan yang padat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah peduduk di pulau Jawa pada tahun 2017 mencapai angka  149 juta jiwa. Angka ini memberikan arti bahwa 57 persen atau lebih dari setengah penduduk Indonesia ada di Pulau Jawa. Selain jumlah penduduk, Pulau Jawa juga memiliki beberapa kawasan strategis, termasuk salah satunya adalah Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia.

Jika dilihat dari sisi mitigasi bencana, kepadatan penduduk menjadi salah penentu meningkatnya indeks kerentanan. Jika indeks kerentanan tinggi, maka kemungkinan indeks risiko juga akan ikut tinggi. Akan tetapi, jika ideks kapasitasnya ditingkatkan maka indeks risiko bisa dikurangi. Salah satu peningkatan kapasitas adalah mengenali dan memahami potensi bahaya yang mungkin terjadi.

Pulau Jawa, secara tatanan geologi memiliki struktur yang rumit. Keberadaan zona pertemuaan dua lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo Australia dan Eurasia sangat mempengaruhi struktur geologi di Pulau Jawa. Kedua lempeng ini saling bergerak dengan kecepatan 6 cm pertahun. Adanya gugusan gunung api aktif dan kejadian gempabumi merupakan dampak dari keberadaan zona pertemuan lempeng tersebut.

Pada hari minggu (19 November 2017) di kampus ITB, Bandung, isu potensi gempa di Pulau Jawa dibahas dalam Pre-ISEDM ke-7 2017. International Symposium on Earthhazard and Disater Mitigation (ISEDM) merupakan event tahunan yang membahas tentang hasil-hasil penelitian dalam bidang kebumian, kebencaan dan mitigasinya. Untuk tahun 2017, ISEDM berlangsung dari tanggal 20-21 November.

Pada Pre ISEDM, ada 10 pembicara dari beberapa latar belakang keilmuan. Salah satunya adalah Prof. Kaneda (Kagawa Univ. Japan), yang berbagi pengalaman kesiap-siagaan Jepang dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami. Prof. Kagawa memaparkan bahwa kejadian gempa dan tsunami tahun 2011 yang terjadi di Tohoku menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan masyarakat Jepang. Mereka (para peneliti kegempaan) berusaha memahami prilaku gempa dan tsunami dengan sangat baik. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak risiko jika terjadi lagi di kemudian hari.

Pada siang hari, ada dua sesi diskusi. Untuk sesi pertama ada lima pembicara yang berasal dari lintas instasi yaitu Dr. Andri Dian Nugraha (ITB), Dr. Irwan Meilano (ITB), Purna S. Putra, M.Sc (LIPI), Dr. Wahyu Triyoso (ITB) dan Irina Rafliana, M.Si (LIPI). Sesi ini dipandu oleh Dr. Endra Gunawan (ITB). Selanjutnya dilanjutkan sesi kedua yang dipandu oleh Dr. Zulfakriza (ITB) dengan menghadirkan 4 pembicara. Keempat pembicara itu adalah Dr. Endra Gunawan (ITB), Dr. Astika Pamumpuni (ITB), Moh. Ramdhan,MT (BMKG) dan Dr. Akhmad Solihin (Badan Geologi).

Setidaknya ada beberapa hal penting dari diskusi ini yang menarik untuk dicermati, yaitu:

1- Dalam catatan sejarah, Pulau Jawa pernah diguncang gempa besar. Seperti gempa tahun 1780 dan 1834 yang pernah terjadi di dekat Jakarta.

2- Keberadaan zona seismic gap di selatan Jawa yang mengindikasikan adalah akumulasi energi gempa yang berpotensi kejadian gempa dan mungkin tsunami di kemudian hari.

3- Penelitian yang terpadu pada sesar-sesar aktif di pulau Jawa memberikan pemahaman baru tentang mekanisme dan potensi bahaya.

4- Peta bahaya gempa Indonesia sudah diterbitkan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PusGen). Peta ini menjadi panduan kita untuk melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang mungkin terjadi akibat gempabumi.

5- Indonesia khususnya wilayah Jawa memiliki potensi risiko dan bahaya gempabumi tinggi dari yang dipahami (Meilano, 2017). Untuk itu penelitian sebagai salah satu upaya untuk memahami dan mempelajari perilaku gempabumi perlu terus dilakuka. 

6- Kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat adalah hal yang juga tidak kalah penting. Penyampaian hasil riset dalam bahasa populer dan mudah dipahami adalah satu upaya memberikan pemahaman dan kesiapsiagaan di masyarakat. (ZFZ)

Bandung, 19 November 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun