Malam Minggu terakhir di bulan Ramadhan 1436 H tadi, tepatnya malam ke-24, tanggal 11 Juli 2015, saya dan Bang Yusran Pare, Pemred Banjarmasin Post, menghadiri undangan ‘Tadarus Puisi dan Silaturahmi Sastra 2015’ (TPSS) di Banjarbaru. Acara tahunan yang digelar oleh Dewan Kesenian dan Disbudparpora Kota Banjarbaru ini adalah untuk kali yang ke-12. Tentu bukan sebuah pengalaman yang sebentar dalam memproduksi acara semacam ini.
Saya lupa, ini TPSS yang ke berapa yang sempat saya hadiri dalam kurun 12 tahun ini, karena memang sempat bolos sekali atau dua kali. Namun, seperti biasa, acara semacam ini tetap menarik untuk dihadiri. Selain bisa menyimak dan unjuk kebolehan membaca puisi di hadapan banyak orang, acara ini juga ajang silaturahmi sastrawan, seniman, dan penikmat seni se-Kalimantan Selatan.
Acara TPSS ini memang semacam reuni tahunan bagi mereka di bulan Ramadhan. Kehadiran mereka, baik perseorangan maupun grup, ke Banjarbaru, bagai terhipnotis untuk bisa berpartisipasi di panggung seni tersebut. Bahkan, sebelumnya, mereka berlatih di daerah masing masing agar bisa menampilkan yang terbaik. Uniknya, partisipan itu datang sukarela, tanpa honor.
Di sinilah nilai lebih sebuah acara Tadarus Puisi di Banjarbaru. Sejak digelar pertama kali dengan gaya lesehan di atas aspal menghadap taman air mancur Van Der Vill Tahun 2004, kegiatan ini sudah berciri bakal hidup terus. Apalagi digalang oleh para militan sastra Banjarbaru secara regenerasi dan mendapat dukungan penuh sastrawan dan seniman di Banua. TPSS memang panjang umur dan menjadi salah satu acara sastra bergengsi.
Istilah ‘Tadarus Puisi’ mengadaptasi dari ‘Tadarus Al Quran’ yang identik dengan kegiatan bulan Ramadhan. Kata tadarus berasal dari asal kata darosa atau yadrusu yang artinya ‘mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran’. Mendapat tambahan hurup ta di depannya hingga menjadi tadaarosa atau yatadaarosu, yang bermakna ‘saling belajar, atau mempelajari secara lebih mendalam’.
Barangkali taksepenuhnya bisa kita muat makna itu ke dalam istilah ‘Tadarus Puisi’. Namun, mengingat puisi juga sebuah kalam, maka paling tidak acara Tadarus Puisi bisa menjadi bukan sekadar ajang parade baca atau teatrikal, melainkan juga pengkajian terhadap sastra dan puisi, khususnya puisi-puisi islami dan provetik. Minimal, ada durasi 10-15 menit panggung diisi dengan talkshow, seperti yang diusulkan penyair Imam Bukhori dari Balangan.
Mengingat panggung acara TPSS ini diminati banyak peserta untuk tampil, maka tentu panitia juga perlu menerapkan manajemen pertunjukkan yang profesional, meliputi manajemen pertunjukkan dan manajemen waktu. Berikan kriteria yang jelas, materi dan bentuk apa yang bisa ditampilkan terkait dengan misi Tadarus Puisi dan bulan Ramadhan. Begitu juga durasi yang ketat untuk setiap tampilan agar semua bisa tampil sesuai rundown acara.
Barangkali selain rutin dilaksanakan di Banjarbaru, acara Tadarus Puisi ini juga bisa diadakan secara bergiliran di Kabupaten – Kota di Kalimantan Selatan. Ya, seperti gelaran Aruh Sastra. Hanya pelaksanaannya di bulan Ramadhan. Dengan demikian, akan ada dinamika dan suasana tadarus yang beragam. Dan tentu, silaturahmi sastrawan dan seniman Banua makin sering terjalin sambil menjemput keberkahan bulan suci Ramadhan. ***