Mohon tunggu...
zulaika kayla damopolii
zulaika kayla damopolii Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya Zulaika

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari TikTok ke Rak Buku: Bagaimana TikTok Mengubah Dunia Literasi

7 Oktober 2025   23:47 Diperbarui: 7 Oktober 2025   23:47 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membaca dulu sering dianggap suatu kegiatan tenang dan bersendiri. Namun di era digital sekarang, buku menemukan panggung terbarunya: media sosial. Di TikTok, sebuah komunitas global bernama BookTok telah menjadikan membaca menjadi tren viral, sekaligus merubah cara orang menemukan, membicarakan, bahkan membeli buku.

BookTok, singkatan dari "Book TikTok," adalah tempat di mana jutaan pembaca berbagi reaksi mereka terhadap novel melalui video pendek kreatif. Gantikan ulasan resmi, sebagian besar isinya sebenarnya bersifat emosional, humor, atau estetik---dari pembaca yang menangis karena kehancuran karakter, merekomendasikan "romansa wajib baca," sampai pembuatan playlist yang sesuai dengan mood alur ceritanya. Cara berbagi semacam itu membuat aktivitas membaca itu merasa lebih dekat dan mudah untuk dijangkau, terutama bagi masyarakat muda yang memang sudah terbiasa menikmati konten melalui TikTok.

Salah satu pengaruh yang sangat nyata BookTok adalah terhadapnya pada industri penerbitan. Buku-buku yang diterbitkan beberapa tahun yang lalu datang tiba-tiba kembali berada di daftar buku bestseller setelah menderita virus di platform ini. Nama-nama penulis seperti Colleen Hoover dan Madeline Miller meluncur karena trend BookTok, membuktikan bagaimana kuat komunitas maya dalam meningkatkan penjualan. Tidak heran, banyak toko buku sekarang menawarkan rak khusus bertuliskan "BookTok" untuk mempromosikan judul-judul yang bercitranya seldorf sekarang di dunia maya.

Namun, BookTok tidak hanya soal penjualan. Lebih dari itu, ia membangun komunitas pembaca yang aktif. Bagi banyak anak muda, menemukan buku di TikTok hanyalah langkah awal. Setelahnya, mereka ikut membuat karya seni penggemar, berdiskusi tentang teori cerita, bahkan menulis kisah baru yang terinspirasi dari bacaan mereka. Dengan cara ini, buku tidak lagi terbatas pada halaman cetak, melainkan hidup dalam ruang digital di mana pembaca saling berinteraksi dan berkreasi.

Yang membuat perubahan ini semakin penting adalah bagaimana BookTok mendemokratisasi dunia literasi. Jika dulu rekomendasi buku biasanya datang dari kritikus, akademisi, atau penerbit, kini seorang remaja yang merekam video di kamarnya bisa memengaruhi tren membaca secara global. Suara pembaca biasa menjadi lebih terdengar, dan ini membuka jalan bagi beragam buku yang mencerminkan budaya, pengalaman, serta identitas yang lebih luas.

For Indonesia, where literary culture is commonly outcompeted by online entertainment, BookTok offered challenge and opportunity. Social media might push people away from books, on one hand. But on the other, BookTok showed that online media could reawaken reading interest---if it was packaged creatively and cutesy. For local authors and publishers, this might be an alternate window to connect with young readers where they're most engaged: online.

Akhirnya, BookTok bukan sekadar tren sementara. Ia adalah fenomena budaya yang menunjukkan bagaimana literasi beradaptasi dengan dunia digital. Dari memicu perdebatan, menghidupkan kembali buku-buku lama, hingga menginspirasi pembaca baru, BookTok mengingatkan kita bahwa di zaman modern ini, cerita tidak berakhir di halaman terakhir---melainkan terus berlanjut dalam percakapan digital yang menyertainya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun