Mohon tunggu...
zuhdi ilham nadjir
zuhdi ilham nadjir Mohon Tunggu... Penulis - buruh tulis

cuman buruh tulis yang hoby filsafat dan sastra.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Implikasi Perpres Jurnalisme Berkualitas

12 Agustus 2023   10:11 Diperbarui: 12 Agustus 2023   10:12 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam era di mana informasi melesat dengan cepat melalui berbagai saluran digital, wacana mengenai Perpres Jurnalisme Berkualitas menjadi sorotan yang mendalam. Tidak dapat disangkal bahwa keberagaman platform media dan berita telah mengubah wajah informasi modern. Tetapi bagaimana jika kita mempertimbangkan kembali memusatkan kekuasaan dalam media arus-utama, mengabaikan kontribusi konten media sosial?

Berbicara mengenai upaya meredam potensi hoaks dan membatasi konten yang memecah belah persatuan adalah langkah yang terdengar bijak. Namun, dalam perjalanan memahami rancangan perpres ini, kita tidak boleh mengabaikan risiko kontroversial yang dapat muncul. Salah satunya adalah potensi menghambat kreativitas dan inovasi di kalangan kreator konten.

Perlu diakui bahwa pembatasan ini adalah upaya untuk menjaga integritas informasi, tetapi juga harus diimbangi dengan hak atas kebebasan berpendapat. Regulasi yang terlalu ketat berpotensi membatasi keragaman opini dan perspektif, yang pada gilirannya dapat meredam perkembangan kebebasan berekspresi yang telah diupayakan selama ini.

Saat kita merenungkan tentang perlindungan data dan algoritma platform digital, hal ini semakin mengingatkan kita pada kompleksitas dunia teknologi informasi. Algoritma yang memutuskan penyebaran konten menimbulkan pertanyaan: siapa yang mengawasi algoritma? Apakah keputusan ini mungkin rentan terhadap bias atau manipulasi?

Namun, kritik tidak hanya datang dari dalam negeri. Google, sebagai pemain utama dalam dunia teknologi, menyoroti potensi dampak negatif pada kebebasan akses informasi. Mereka berpendapat bahwa memberi lembaga non-pemerintah kekuasaan untuk mengatur konten daring dapat membatasi keragaman sumber berita dan mengekang akses informasi bagi masyarakat.

Penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari regulasi ini. Mungkin saja peraturan ini bertujuan baik dalam meredam hoaks dan ujaran kebencian, terutama menjelang Pemilu. Namun, dampak terhadap ekosistem informasi dan kebebasan berpendapat harus tetap menjadi perhatian utama. Kita harus menghindari jatuh ke dalam jeratan keputusan yang dapat membatasi kreativitas, mengabaikan inovasi, dan mereduksi pluralitas opini.

Penting untuk mencermati pengalaman negara lain yang telah mengimplementasikan regulasi serupa, seperti Australia dan Kanada. Meskipun memiliki tujuan yang sama, peraturan ini dapat memiliki dampak yang berbeda di setiap konteks. Salah satu perbedaan mencolok adalah bagaimana keterlibatan dalam pengaturan algoritma. Sedangkan Australia dan Kanada mengutamakan kesepakatan hasil antara perusahaan media dan platform digital, perpres Indonesia justru mengarahkan platform untuk memfilter konten sesuai kode etik jurnalistik.

Sementara perpres ini berpotensi menjadi payung hukum dalam menjaga integritas informasi dan mencegah penyebaran hoaks, tantangan terletak pada penerapannya. Penting bagi pemerintah untuk mengedepankan transparansi dan inklusivitas dalam pengambilan keputusan terkait konten berita dan algoritma. Mengundang berbagai pihak, termasuk ahli media, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk berpartisipasi dalam proses evaluasi dan perbaikan dapat memastikan regulasi ini tidak melenceng dari tujuan awal.

Menyongsong Pemilu, peran media dalam memberikan informasi yang akurat dan seimbang menjadi lebih krusial. Oleh karena itu, perlunya regulasi yang mengarah pada kualitas jurnalisme sangatlah penting. Namun, regulasi tersebut juga harus fleksibel dan responsif terhadap perkembangan teknologi dan dinamika informasi. Jika perpres ini berhasil mengatasi tantangan tersebut, kita mungkin akan melihat langkah positif dalam menurunkan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang dapat mengganggu iklim sosial dan politik.

Perlu diakui bahwa keberadaan Perpres Jurnalisme Berkualitas menimbulkan kekhawatiran terkait potensi pengekangan terhadap kebebasan pers. Meskipun tujuannya adalah mulia, yaitu untuk mengurangi hoaks dan ujaran kebencian, pelaksanaannya harus diawasi dengan seksama. Keberlanjutan regulasi ini seharusnya melibatkan dialog yang terbuka dengan semua pihak yang terlibat, termasuk media, platform digital, dan masyarakat sipil. Dalam menjalankan kontrol terhadap aliran informasi, perlu diingat bahwa kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang harus dijaga.

Selain itu, mengingat potensi dampak pada industri media dan konten kreator, diperlukan juga dukungan dan insentif untuk inovasi dalam penyampaian informasi. Apabila peraturan ini mengakibatkan penurunan kreativitas dan berdampak buruk pada ekosistem informasi yang telah berkembang, maka tujuan akhirnya mungkin tidak tercapai. Oleh karena itu, regulasi ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menjaga keseimbangan antara melindungi masyarakat dari informasi palsu sambil tetap mendukung kemajuan industri media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun