Sebagai pendidik atau murid yang Tengah terjebak pada kubangan Pendidikan sekuler mandul. Selama beberapa dekade ini mandul dalam melahirkan tokoh tokoh besar dunia dan meningkatkan taraf kemanusiaan. Yaitu dengan bersifat proaktif. Persis sebagaimana ajaran islam yang menekankan agar umat nya tidak menjadi "imma'ah" atau pengekor.
Saat ini berpangku apalagi menyalahkan komponen-komponen Pendidikan lainnya, bukanlah Solusi. Lingkungan, stakeholder Lembaga Pendidikan, kurikulum, bahkan keluarga murid, sama sekali tidak bisa diharapkan. Memang benar tri pusat Pendidikan sangatlah mempengaruhi output Pendidikan yang dihasilkan. Akan tetapi, dalam kondisi seperti ini ayat yang musti menjadi rujukan Adalah "Qu anfusakum, wa ahlikum naro" yang diterjemahkan secara bebas berarti agar kita menjaga diri dan circle terdekat dari kita.
Perjalanan Sejarah yang termaktub dalam sirah Nabawiyah pun merefleksikan hal yang sama. Meskipun tidak bisa secara saklek dan kaku Khazanah sirah diterapkan dalam kehidupan. Akan tetapi kondisi hari ini Dimana sistem dan lingkungan tidak lagi perpihak kepada Islam, menuntut agar setiap individunya agar lebih proaktif.
Apa maksud dari proaktif? Proaktif adalah bertindak sebelum situasi di masa depan, alih-alih bereaksi atau menyalahkan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi diri. sebagaimana Rasul yang terus berusaha dan berdakwah, meski kungkungan sistem jahiliyah. Pertama-tama beliau mengarahkan usahanya kepada orang-orang yang diyakini akan langsung menerima Islam. pengaruh Rasul yang sangat kuat itu tidak lepas dari kualitas dan kapasitas dirinya yang sangat dahsyat.
Terlebih lagi dalam bab Pendidikan. Soal Pendidikan Islam yang menghujam ke dalam dada, Adalah soal Cahaya. Persis seperti yang Allah isyaratkan dalam Surat Cahaya, ayat cahaya yang ke 35 yang artinya, "Hampir saja cahaya itu menerangi segala sesuatu, bahkan walau tak tersentuh api, minyaknya saja sudah mampu menerangi." Cahaya itu adalah cahaya keimanan buah keselarasan ilmu yang teramalkan.
Inilah yang dimaksud dengan proaktif, sebagaimana Nabi yang proaktif dengan menghidupkan cahaya dirinya, sehingga sangat kuat pengaruhnya terhadap para sahabatnya. Begitu juga kita, guru dan pendidik agar berfokus pada cahaya diri. Karena ketika terlihat seakan murid mudah berubah, saat jauh dari sang guru tak lagi ingat akan wejangannya dan masih rentan akan secuil syahwat. Ketahuilah, cahaya dalam hatinya redup, dan mengapa cahayanya redup? Tidak ada jawaban lain kecuali karena sang guru masih dalam remang-remang cahayanya yang tipis, atau bahkan tak lagi bercahaya.
Mungkin sebagian dari kita ada yang menyangkal, dan berusaha mengolerasikan akan faktor faktor eksternal lainnya. Inilah letak kesalahannya. Bukankan berfikir growth mindset meruapakn pola pikir yang sangat islami? Lalu mengapa masih melemparkan tanggung jawab dan kesalahan kepada aspek luaran? Lihatlah bagaimana Nabi Yakub yang hanya berkesempatan mendidik Nabi Yusuf sampai usianya 12 tahun, kemudian melepasnya dengan begitu banyak fitnah dan cobaan. Lihatlah bagaimana anak kecil dalam kisah Ashabul Ukhudud, dengan sistem kehidupan penuh kesyirikan dan kedzaliman, sedangkan ia hanya sesekali waktu bertemu dengan sang Rahib. Kemudian lihatlah bagaimana baginda Nabi di tengah Makkah, pertemuannya dengan para sahabat Nabi yang amat terbatas akan tetapi cahaya mereka tetap mampu bertahan dan tidak meredup.
Faktor eksternal memang ada, tapi ketahuilah usaha usaha eksternal untuk mencegah persentuhan murid dengan berbagai penyakit hati, hanya akan sia sia, bilamana sang pendidik tidak berfokus pada cahaya yang ia tularkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI