Mohon tunggu...
Rick Matthew
Rick Matthew Mohon Tunggu... -

...............

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengeluh dan Tidak Mengeluh Itu Harus

24 Desember 2009   01:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:48 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa waktu yang lalu saya menemukan posting di Internet yang bersifat inspiratif dengan judul Jangan Mengeluh. Seperti tulisan-tulisan inspiratif lainnya, artikel didahului cerita yang mendukung pernyataan judul tersebut.

Ada ungkapan bijak : tanggapilah pernyataan dengan pertanyaan. Termasuk pernyataan : "Jangan Mengeluh". Sebagai orang yang sering mengeluh, saya mempertanyakan kembali : Benarkah anjuran tersebut ? Apa yang salah dengan mengeluh ? Jika tidak boleh, mengeluh apakah artinya dipendam di dalam hati? Disalah-gunakan-kah anjuran tersebut ?

Sepintas orang yang mengeluh terdengar lemah / menunjukkan ketidakmampuan / ketidakpuasan. Ini tidak sepenuhnya benar. Dualisme juga ditemukan dalam mengeluh. Mengeluh untuk alasan-alasan positif / perbaikan adalah benar. Sementara mengeluh untuk dikasihani adalah keluhan yang salah. Yang terakhir adalah mengeluh untuk mengeluarkan isi hati. Poin terakhir ini tergantung kadar dan frekuensinya. Mengeluarkan isi hati yang berlebihan juga tidak baik.

Tidak mengeluh bisa diartikan bahwa seseorang memilih untuk beradaptasi. Sayangnya tidak mengeluh juga tidak selamanya positif. Selain tidak mengeluh berarti memendam di dalam hati, berikut ini saya berikan contoh :

Dalam dunia kerja, para staff cenderung lebih banyak mengeluh (termasuk saya) dan walaupun tanpa data survey, kebanyakan staff mengeluh karena ketidakmampuan beradaptasi (termasuk saya). Pertanyaan besar berikutnya adalah : Mengapa lebih cenderung menyalahkan individu yang tidak mampu beradaptasi daripada menyalahkan kondisi yang ada ? Anda ingat Martin Luther King, Sang Pejuang Anti-apartheid ? Tuan Martin sebelum menapaki perjuangannya, beliau pasti hidup di dalam masyarakat yang menerapkan Politik Apartheid. Sebagai manusia, saya yakin beliau pasti ada mengeluh mengenai kondisi masyarakat yang menerapkan Politik Apartheid. Lalu, kenapa beliau tidak menyesuaikan diri malah menggulingkan Apartheid ? Bukankah lebih baik beradaptasi dengan yang ada ? (sesuai dengan prinsip daripada mengeluh, lebih baik merespon dengan beradaptasi). Jika pertanyaan terakhir diajukan, maka ada pertanyaan baru lagi : Apa batasan kita melakukan adaptasi ? Sebagian dari  anda mungkin menjawab, "manusia itu punya ego, tidak ada yang mau disalahkan. Oleh karenanya menyalahkan lingkungan / kondisi" Ini jawaban yang sangat membuta yang sengaja dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu yang merasa diuntungkan dengan kondisi yang ada di mana kondisi ini tidak perlu diubah. Dengan demikian, pihak-pihak tersebut juga memiliki ego-nya sendiri.

Batasan "menghindari keluhan dan merespon dengan beradaptasi" adalah minimal hati nurani. Akan lebih baik lagi jika hati nurani ini diperkuat dengan keimanan yang memadai. Contoh nyata adalah para pendiri agama, Buddha, Muhammad, Yesus, Konfusius dan sebagainya. Mereka punya satu kesamaan, mengubah kondisi masyarakat yang ada, yang memang sudah bobrok. Selain itu mereka mempunyai kebijaksanaan sehingga tidak bisa di-indoktrin dengan "daripada mengeluh, beradaptasi saja". Kesamaan lain adalah, mereka mendapat penentangan yang luar biasa dari masyarakat yang mereka hadapi saat itu, bahkan hingga ancaman kematian.

Pernyataan jangan mengeluh (daripada mengeluh, beradaptasilah) sangat mungkin untuk disalah-gunakan, terutama dalam bentuk pemaksaan halus. Jika memang kondisi yang ada sesuai dan sejalan dengan hati nurani, tidak perlu ada ucapan "daripada mengeluh, beradaptasilah". Ucapan ini seolah-olah mengandung makna "biarkan saja kondisi yang salah ini,karena tak mungkin diubah, sebaiknya anda yang berubah untuk menerima kondisi ini".

Akhirnya saya tiba pada kesimpulan pribadi :

1. Jangan mengeluh karena akan lebih baik beradaptasi. Tapi untuk menentukan siapa dan apa yang beradaptasi, anda harus punya dasar hati nurani dan keimanan yang memadai.

2. Hindari jangan mengeluh karena memendam di dalam hati, karena anda bisa gila / stress.

3. Mengeluh dalam batas-batas kewajaran.

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun