Kedokteran gigi forensik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berperan penting dalam proses identifikasi manusia, terutama dalam kasus kecelakaan massal, bencana alam, atau tindak kriminal. Di Indonesia, bidang ini masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi agar dapat memberikan kontribusi lebih optimal dalam sistem hukum dan kesehatan. Berikut adalah beberapa tantangan utama dalam kedokteran gigi forensik di Indonesia:
1. Kurangnya Tenaga Ahli dan Pendidikan Formal
Saat ini, jumlah dokter gigi forensik di Indonesia masih sangat terbatas. Pendidikan dan pelatihan dalam bidang ini belum tersebar luas, dan hanya sedikit institusi pendidikan tinggi yang menawarkan program spesialisasi dalam kedokteran gigi forensik. Akibatnya, banyak kasus yang memerlukan analisis forensik gigi harus ditangani oleh tenaga medis umum yang mungkin belum memiliki keahlian khusus di bidang ini. Pada tahun 2021 Universitas Indonesia baru membuka Jurusan Dokter Gigi Forensik, itupun dengan status Magister bukan program spesialisasi. Â Sebelum adanya jurusan ini di Indonesia, beberapa dokter gigi indonesia menyelesaikan pendidikan Dokter Gigi Forensik di luar negri, Seperti Drg Azyyati Patricia Zikir yang juga menangani klinik dokter gigi di bali lulus pada tahun 2020 di Dundee UK.Â
2. Minimnya Kesadaran dan Pemahaman Masyarakat
Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya rekam medis gigi dalam proses identifikasi forensik. Di Indonesia, pencatatan data gigi pasien belum menjadi prioritas utama dalam praktik kedokteran gigi, sehingga saat terjadi kasus yang memerlukan identifikasi, data yang tersedia sering kali tidak lengkap atau bahkan tidak ada sama sekali.
3. Infrastruktur dan Teknologi yang Terbatas
Peralatan dan teknologi yang digunakan dalam kedokteran gigi forensik masih terbatas di banyak daerah, terutama di wilayah terpencil. Penggunaan teknologi canggih seperti pencitraan radiografi digital, pemindai 3D, dan perangkat lunak identifikasi gigi belum merata di seluruh Indonesia, sehingga proses identifikasi sering kali memakan waktu lebih lama dan kurang akurat.
4. Kesulitan dalam Pengelolaan Data Dental Nasional
Di negara-negara maju, data gigi pasien biasanya tersimpan dalam sistem yang terintegrasi secara nasional, memudahkan proses identifikasi dalam kasus forensik. Di Indonesia, belum ada sistem database nasional untuk rekam medis gigi, sehingga pencocokan data antara korban dengan catatan medis yang tersedia menjadi lebih sulit.
5. Kolaborasi Antarprofesi yang Belum Optimal
Kedokteran gigi forensik memerlukan kerja sama erat antara berbagai pihak, termasuk dokter gigi, ahli forensik, kepolisian, dan instansi terkait lainnya. Namun, di Indonesia, sinergi antara profesi ini masih belum optimal. Komunikasi dan koordinasi yang kurang efektif sering kali memperlambat proses identifikasi dan investigasi kasus.